Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, menilai putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024 tidak bisa dieksekusi. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Disebabkan pokok perkara terkait dengan perbuatan melanggar hukum (PMH) KPU, tidak bisa dikaitkan dengan tahapan pemilu yang telah berlangsung,” ucap Tholabi dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 3 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Atas keputusan itu, Partai Prima mengajukan gugatan secara perdata ke PN Jakarta Pusat pada Desember 2022. Dan hasilnya, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut dengan memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.
Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Tholabi menyebut aspek administrasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki implikasi terhadap keperdataan, yakni perbuatan melawan hukum (PMH) atau onrecmatige overhiedsdaad (OOD) dalam pandangan perlindungan hukum terhadap warga negara.
Namun, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu mengatakan PMH yang dilakukan penyelenggara administrasi negara lebih condong ke aspek pergantian kerugian terhadap warga negara.
Ia menilai putusan PN Jakpus yang menghentikan tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 itu keluar batas dan tidak berkorelasi terhadap urusan keperdataan yang menjadi pokok gugatan Partai Prima.
“Karena ini ranahnya hukum ketatanegaraan yang diatur oleh UUD 1945 dan aturan turunan lainnya. Salah satu syarat utama penyelenggaraan pemilu dalam negara demokratis adalah fixed term, waktu yang berkala. Karena itu, dalam perspektif itu KPU harus melakukan banding atas putusan PN Pusat,” tuturnya.