ORANG kemalingan, sial. Celakanya, lantaran dia bisa menangkap si maling, sialnya bisa berganda. Ini dialami Waris, warga Desa Ngombol, Purworejo, Jawa Tengah. Suatu siang akhir September lalu, sepeda motornya hilang. Sebagai guru agama, hanya motor bebek itulah sambungan kakinya untuk pulang-balik mengajar di SD Kemiri, Purworejo, 20 km dari rumahnya. Panik juga dia. "Salah sendiri, narok motor tidak dikunci," istrinya menyesali. "Ya, sudah. Kalau nanti ketemu, sepeda motor itu akan saya jual dan separuh hasilnya saya kasih buat yang menemukan," sahut Waris. Suara gaduh suami-istri ini rupanya disimak tetangganya, Tugino. Diam-diam Tugino keluar rumah. Waris pun menyapanya, sekaligus minta bantuannya mencari sepeda motor itu. Tugino menyanggupi. Hanya berselang dua jam, Tugino sudah menemukan barang yang dicari. Keruan saja, Waris heran. Ia lalu bergegas masuk rumah. Begitu keluar, dia membawa alu dan tali plastik. "Siapa yang nyolong motorku? Bilang terus terang. Kalau tidak, saya gebuk," gertak Waris. Tugino gelagapan menghadapi alat penumbuk padi itu. Maklum, ia tadinya mengira bakal dapat terima kasih. "Jangan pukul saya," ujar Tugino memohon, "saya mengaku, saya yang mencuri." Waris mengurungkan niatnya memukul. Tapi kedua lengan Tugino dibetotnya untuk diikat, lalu ujung tali dibuhulkan di buntut sepeda motornya. Dengan cara itu, Waris mengajak Tugino ke kantor polisi, dua kilo dari sana. Mulanya jalan pelan-pelan saja, jadi tak apa-apa. Namun, makin lama Waris kian menancap gas. Sehingga Tugino terseret dan tubuhnya lecet-lecet. "Usahanya menangkap pencuri patut dipuji, seandainya dia tidak main hakim sendiri," kata Christian, S.H. kepada Aries Margono dari TEMPO. Kepala Seksi Pidana Kejaksaan Negeri Purworejo itu mengungkapkan bahwa perkara Tugino -- si pencuri motor --segera disidangkan. Juga perkara Waris, yang dianggap salah bertindak menjadi hakim-hakiman itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini