Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kembara sang tokoh kontroversial

Pengarang : anton m. moeliono jakarta : gramedia, 1988 resensi oleh : slamet djabarudi.

28 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMBARA BAHASA Kumpulan Karangan Tersebar Penulis: Anton M. Moeliono Penerbit: PTGramedia, Jakarta, 1988, 241 halaman BANK Indonesia akan menjadi Bang Indonesia. Namun, bila sampai sekarang masih tertulis "Bank", itulah karena gagasan Anton M. Moeliono untuk mengeja "Bank" menjadi "Bang" masih belum bersambut. Anton mengusulkan hal itu karena, jika kita rajin memasang kuping, terdengar bahwa orang datang menabung di "ban" dan tidak di "bank". Anton juga ingin ejaan yang sama untuk "sanksi" (yang berarti hukuman) dan "sangsi" yang berarti bimbang. Berbagai pemikiran Prof. Dr. Anton M. Moeliono itu tertuang dalam buku terbarunya Kembara Bahasa, yang merupakan karangan tersebar. Kembara di dalam kamus sering muncul turunannya mengembara. Banyak yang dibahas Anton tentang bahasa Indonesia (selanjutnya disebut BI), misalnya ejaan, tata bahasa, pengajaran, penerjemahan, hubungan dengan bahasa asing dan bahasa daerah. Dari karangannya yang ditulis antara 1966 dan 1988 itu tampak bahwa tokoh BI ini memiliki wawasan yang luas dan cendekia. Sewaktu menjabat Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, ia berkewajiban memberikan arah perkembangan bahasa kita. Ia menjadi tokoh yang kontroversial karena perkembangan bahasa di dalam masyarakat tidak selalu selaras dengan kaidah-kaidah yang menurut ilmu bahasa dianggap benar. Itu pendapat Dr. Soenjono Dardjowidjojo, yang memberikan kata pengantar untuk Kembara. Dari buku ini, kita dapat memperoleh gambaran yang luas mengenai sejarah dan arah yang dituju BI, paling tidak yang dicita-citakan Anton. Tampak sekali hasrat kuat Anton mengajak penutur BI tertib, cermat, dan mengindonesia. Banyak kata yang muncul di buku yang khas Anton -- karena kerajinannya yang luar biasa menghidupkan kata-kata yang kurang produktif -- misalnya simpulan (kesimpulan), perenggan (paragraf), pertelaan (perincian), perampatan (generalisasi), dan kelewahan (redundansi). Mengenai sinyalemen sejumlah orang bahwa BI kurang memiliki perangkat istilah bila dibanding bahasa lain, Anton mengatakan bahwa ada salah nalar di sejumlah penutur BI, yaitu apa yang tidak dikenal penutur itu dianggap pula tidak ada dalam BI. Sarannya untuk mengeja "Bang" bagi Bank (Negara) Indonesia sesuai dengan sarannya agar pengejaan bentuk pungutan didasarkan kepada pendengaran. Ini menjadi tidak taat asas setelah ia memilih dekret yang lafalnya lebih ke dekrit dan ia selalu memilih praktik, yang lebih banyak diucapkan orang dengan praktek. Anton mengajak kita belajar bertopang pada bahasa kita sendiri dan tidak menilainya berdasarkan kerangka acuan bahasa asing. Pers dikritik Anton karena sering menerjemahkan kata demi kata tanpa memperhatikan pola yang lazim dalam BI. Salah satu contohnya: "Berbicara di muka mahasiswa-mahasiswa, Menteri menyatakan, bahwa tidak akan ada perubahan di dalam kurikulum-kurikulum sekolah." Namun, sayang, pakar bahasa itu sering lupa kepada rumusnya sendiri. Dikritiknya pemakaian sejumlah kata yang hanya dapat dipahami oleh dwibahasawan, misalnya "dalam mana", "atas mana", "untuk mana", dan "kepada siapa", yang baru jelas maknanya bila orang tahu kata asingnya. Di buku ini Anton menggunakan pilihan kata dan struktur yang terasa asing. Misalnya "Contohnya terlalu banyak untuk disebut semua", dan "Dengan elaborasi atau pengembangan, dimaksudkan usaha mencakupi ...." Buku sepenting ini memerlukan editor yang berpengalaman luas dan korektor yang cermat. Sejumlah hal yang tidak taat asas antara lain menyangkut ejaan dan pemakaian istilah. Sulit dibayangkan bahwa dari seorang pakar sekaliber Anton dihasilkan kalimat afirmatif yang berakhir dengan tanda tanya, sedangkan di tempat lain dalam struktur yang sama kalimat berakhir dengan titik. Contoh: "Bahkan kita dapat bertanya, layakkah bahasa Indonesia menjadi objek studi akademis yang tidak terlalu cepat kehabisan air jika sumbernya digali bertahun-tahun?" (hlm. 77) dan "Sehubungan dengan pembakuan kosa kata ada kalanya orang bertanya, sudahkah kata seperti cewek, ngelotok, ngopi, dan nggak, jadi warga kosa kata Indonesia." (hlm. 152). Banyak pemakaian koma yang tidak taat asas, terutama dalam aposisi, penghubung antarkalimat, rincian, dan hubungan subyek dengan predikat. Dalam pemakaian istilah juga ada hal yang tidak taat asas, bahkan di dalam satu tulisan. Misalnya untuk beleid dipakai kata kebijaksanaan (hlm. 99) dan kebijakan (hlm. 100). Risiko penerbitan buku dari karangan tersebar adalah tumpang tindihnya persoalan. Di sini bahkan bukan hanya materinya yang sama, melainkan juga rumusannya. Kalaupun ada perbedaan, hanyalah karena hilangnya kata atau bagian kalimat -- hal yang agak banyak ditemukan dan cukup mengganggu. Misalnya, dalam pembahasan tentang bahasa tulisan terdapat kalimat: "Akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang dan jelas karena ujaran kita dapat disertai oleh gerak isyarat, pandangan, atau anggukan, tanda penegasan di pihak kita atau pemahaman di pihak pendengar kita." Ungkapan "dapat disertai" seharusnya berbunyi "tidak dapat disertai". Memang, nama Anton tidak bakal surut oleh hanyaknya salah ketik, umpamanya "intitusi, tulisannya, mantera, penunjukkan, dibidang, kerjasama. katagori, lambat-laut, kemasiatan, dari sudut", tetapi usahanya mengajak kita cermat berbahasa agak terganggu. Alhasil, buku ini sangat bermanfaat bagi mereka yang tertarik kepada bahasa Indonesia. Slamet Djabarudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus