Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hanya Satu Kata: Lawan!

22 Maret 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAYA nalar publik disodok dengan ajakan Ketua Umum Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) R. Hartono agar menjadi antek Soeharto. Alasan kesejahteraan publik menjadi pembenaran munculnya kelompok antek Orde Baru itu. Memang kecil kemungkinan partai "restu Soeharto" tadi menang pemilu, tapi kehadirannya cukup "meresahkan" kaum prodemokrasi.

Namun ada baiknya juga kekuatan lama bangkit lagi. Sebab, adrenalin para penentang Orde Baru jadi membuncah. Api perlawanan kembali berkobar? "Kami akan memberikan pukulan kedua kepada Soeharto dan Orde Baru," kata Adian Napitupulu, pentolan kelompok demonstran anti-Soeharto dari Forum Kota (Forkot).

Berikut ini tanggapan dari berbagai kalangan.

Eros Djarot

  • Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan

    Pembodohan kalau dianggap rakyat mulai rindu dengan masa lalu. Itu bukan hanya ancaman, tapi perbuatan yang sangat berbahaya, karena bangsa ini mau dipecah lagi. (Pembenturan) pengikut dengan pengikut.

    Soetardjo Soerjogoeritno

  • Tokoh PDI Perjuangan

    Apakah ini mau muncul semangat Orde Baru? Padahal, selama 32 tahun, masyarakat ditekan sedemikian rupa. Enggak bener kalau masyarakat ingin kembali ke zaman Orde Baru. Wong, reformasi ditinggali utang oleh Orde Baru.

    Ary Mardjono

  • Sekretaris Jenderal Partai Karya Peduli Bangsa

    (Kata antek) itu bukan diartikan negatif, tergantung interpretasinya. Artinya pengikut setia, bukan berarti budak. Mbak Tutut dicalonkan sebagai presiden untuk menarik massa. Keluarga Cendana memang memberikan sumbangan kepada PKPB berupa atribut, bendera, kaus, stiker, dan sedikit dana.

    Marzuki Darusman

  • Ketua Partai Golkar

    Ini suatu ucapan yang fatal secara politik bagi citra PKPB. Ini bunuh diri. Saya yakin (partai itu) tak bakal besar. Buat Partai Golkar, itu memberikan kontras yang positif, bahwa Golkar inilah yang baru, dan mereka yang Orde Baru. Itu sangat menguntungkan Golkar.

    Abdurrahman Wahid

  • Bekas presiden

    Biarkan saja, itu hak politik Hartono. Tidak ada yang percaya dengan Hartono. Dia sering membohongi rakyat. Di Jawa Timur ada yang memasang spanduk, "Gus Dur mendukung Mbak Tutut jadi presiden." Orang tambah jengkel dengan tindakan itu.

    Adian Napitupulu

  • Aktivis Forkot

    Bersyukur juga Orde Baru bangkit, sehingga kami bisa mengkonsolidasikan kekuatan. Teman-teman mulai merapat dan membangun kekuatan. Kami akan memberikan pukulan kedua kepada Soeharto dan Orde Baru. Mereka muncul karena pemerintahan Habibie, Gus Dur, dan Megawati tak melakukan regime cleansing (pembersihan rezim).

    Ahmad Nur Hidayat

  • Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia,

    Mahasiswa bersama kelompok proreformasi lainnya menentang lahirnya partai-partai yang punya afiliasi dengan Orde Baru. Misalnya PKPB, Partai Golkar, ataupun partai-partai yang dipenuhi orang lama. Kami akan berkampanye agar mereka jangan dipilih dalam pemilu.

    Mugiyanto

  • Korban penculikan Maret 1998,

    PKPB adalah pecahan Golkar, dan militer di dalamnya. Mereka memiliki sikap antidemokrasi. Hartono sendiri harus bertanggung jawab terhadap beberapa peristiwa berdarah di Indonesia, seperti kasus 27 Juli 1996. Kekuatan Orde Baru yang sedang berkonsolidasi harus dihadang.

    Mochtar Pabottingi

  • Peneliti LIPI

    Mereka (pendukung Orde Baru) memang tak pernah hilang. (Hartono) berani tapi berani bodoh. Masa, bilang dirinya antek? Tapi, alhamdulillah, itu pengakuan. Saya tak melihat bahaya PKPB. Perolehan suaranya akan kecil, tak cukup untuk menggoyang komposisi yang ada.

    Rachmawati Soekarnoputri

  • Ketua Umum Partai Pelopor

    Pro-Orde Baru muncul karena pemerintahan Megawati tidak berhasil meyakinkan tercapainya harapan masyarakat. Saya berharap rakyat makin kritis. Rakyat tak akan lupa masa lalu hanya dengan sepaket sembako dan uang Rp 50 ribu. Kembali ke (zaman) Soeharto itu atas alasan apa? Wong, Orde Baru menghasilkan krisis yang hebat.

    Jobpie Sugiharto, Sohirin (Semarang), Istiqomatul Hayati, Nunuy Nurhayati, Ecep S. Yasa, Adek, Muhamad Fasabeni (TNR)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus