Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film horor sering dituding menjual kisah tak bermutu. Ceritanya terlalu sederhana, hanya membuat penonton merinding, atau sebaliknya justru membuat penonton tertawa melihat adegan yang sama sekali tak seram. Modalnya pun relatif rendah, dengan garapan visualisasi yang minimal. Itu pun kerap menjiplak film horor Hong Kong, Korea, dan Barat.
Tapi lihatlah! Kekuatan film jenis ini tak terletak pada kualitas di atas. Di tengah kian bervariasinya tema yang diangkat film Indonesia tema poligami dalam Berbagi Suami garapan Nia Dinata, pendidikan anak Papua dalam Denias, Senandung di Atas Awan besutan John DeRantau, dan film musikal Opera Jawa karya Garin Nugroho film horor tetap terdepan dalam merengkuh penonton.
Sepanjang 2006 ada 12 film horor yang diproduksi, sembilan sudah diputar tahun ini. Judulnya macam-macam, mulai dari Rumah Pondok Indah, Lentera Merah, Pocong, Kuntilanak, Bangku Kosong, Hantu Jeruk Purut, hingga 13 Cara Memanggil Setan.
Film Kuntilanak garapan Rizal Mantovani meraup pendapatan lebih dari Rp 10 miliar dengan jumlah penonton terbesar tahun ini, lebih dari 1,5 juta. Film Bangku Kosong yang mengangkat kisah anak-anak sekolah kesurupan mencatat pendapatan Rp 8 miliar. Rumah Pondok Indah menuai angka 700 ribu penonton.
Hanya film Pocong atau Dendam Pocong karya Rudi Soedjarwo yang benar-benar masuk "kuburan": dilarang beredar oleh Lembaga Sensor Film lantaran terlalu mengumbar kesadistisan dan mengeksploitasi peristiwa Mei 1998. Inilah film Indonesia pertama yang dilarang sejak 1998. Selebihnya, film horor melenggang aman dan mengeruk penonton jutaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo