BARU sekali itu sejarah mencatat: ada seekor gajah yang
kedatangannya begitu dielu-elukan "seluruh lapisan masyarakat".
Ribuan penonton di pelabuhan New York, di dermaga, di cabang
pohon, di atas rumah, menunggu tak sabar ia diturunkan dari
kapal yang membawanya dari London. Hari itu 9 April 1882, hari
Minggu Paskah. Orang-orang menunggu untuk bisa meyakinkan
sendiri gajah "yang paling besar di dunia", seperti disebut
dalam iklan. Namanya Jumbo. Saking terkenalnya, nama itu
kemudian dipakai untuk segala barang yang dianggap berukuran
luar biasa -- termasuk Jumbo Jet 747 KAL yang ditembak jatuh
Rusia itu.
Ceritanya bermula pada 1880. Amerika sedang memasuki 'tahun
80-an yang gemilang' dengan penuh optimisme. Kemakmuran mengalir
dengan derasnya dari daerah barat. Orang-orang, seperti keluarga
Vanderbilt, Andrew Carnegie, Jay Gould, Henry Clay Frick, dan
keluarga Astor, yang hingga kini harus diperhitungkan terus,
adalah "produk" masa itu. Ketika itu pula telepon dan listrik
ditemukan.
Bingung menghabiskan uang yang melimpah, orang membanjiri
obyek-obyek hiburan. Termasuk sirkus keliling Phineas Taylor
Barnum.
Tapi nasib tak selalu bagus. Suatu saat show Barnum mengalami
kesulitan: saingannya, London Circus milik A. Bailey, mulai
menjegal sebagian besar pemasukannya. Barnum lantas putar akal.
Ia mendekati Bailey: menawarkan kepadanya -- dan kepada
rekannya, James L. Hutchinson -- separuh keuntungan jika mereka
sepakat berpatungan. Lalu lahirlah: Barnum & Bailey Circus.
Setelah peleburan The Greatest Show on Earth milik Barnum dengan
London Circus, tokoh pertama itu ingin menampilkan "citra yang
lebih besar dan lebih hebat" dari pertunjukannya. Pada 1881 ia
mempersembahkan ke hadapan publik sepasang jerapah, seekor
kerbau Nubia, 14 unta, seekor zebra cebol jantan, lima harimau
buluh alias macan tutul Afrika, dan sekawanan burung. Tapi, bagi
seorang yang telah menyuguhkan kepada penonton Amerika
pertunjukan 'bulbul Swedia', ini masih dinilai kurang menarik.
Apalagi ia juga telah mempertontonkan Jenny Lind, serta cebol
yang kesohor: Tom Thumb dan istrinya, Lavinia.
Ada satu atraksi skala dunia yang dianggap dapat memantapkan
supremasi mereka di dunia bisnis sirkus: Jumbo, sang gajah.
"Jenis pachyderm yang terbesar yang pernah ditangkap," tulis
Theodore James Jr. dalam majalah Smithsonian. Binatang itu
kelahiran Afrika. Dijual ke Kebun Binatang Paris, Prancis. Pada
1865, KB London mengajak rekannya di Paris itu mempertukarkannya
dengan seekor badak.
Ketika itu tinggi Jumbo 1« meter. Beberapa tahun kemudian sudah
menjadi 3« meter. Memang, hingga kini Jumbo merupakan salah satu
gajah rimba Afrika terbesar yang pernah dikenal. Jenis itu
sekarang dapat dilihat di Museum Sejarah Pengetahuan Alam
Smithsonian. Yang belakangan ini malah lebih tinggi satu kaki
dan lebih berat satu ton.
Dalam memoarnya, Strugglesand Triumphs, Barnum menulis: "Aku
acap mengamati Jumbo (yang sudah jadi milik KB London: red)
dengan penuh minat. Namun, tak pernah terlintas hasrat
memilikinya, karena kutahu ia favorit utama Ratu Victoria. Para
anak dan cucunya termasuk di antara 10 ribu orang muda Inggris
yang pernah menunggangi punggungnya. Tak pernah kuduga ia akan
dijual.
"Namun, takdir menentukan lain. Pada musim panas dan gugur 1881,
agen-agen Barnum berkeliling Eropa untuk mencari hewan baru bagi
rombongan sirkusnya. Dan salah seorang di antaranya mampir ke KB
London. Menurut penuturan Barnum sendiri, si agen "begitu
terpana akan keperkasaan Jumbo." Sehingga, "setengah bergurau,
ia bertanya kepada pengawas kebun binatang itu apakah ia mau
menjualnya". Jawaban yang diberikan "bernada mengejek yang
menidakkan," tutur Barnum. Namun, begitulah, agen Barnum
mendesak terus. Barnum, katanya, akan membayar dengan harga
tinggi dengan menyebut-nyebut angka Å“ 2.000.
Ada satu hal yang menguntungkan Barnum: KB London sebenarnya
sadar, jika gajah raksasa itu menjadi liar, ia dapat menimbulkan
mala petaka. Lalu sebuah telegram dikirim ke New York. Esoknya,
agen Barnum yang lain, seseorang yang disebut Mr. Davis,
meninggalkan London dengan selembar cek. Nilainya US$10.000.
"Andai kata KB London mengetahui sebelumnya akan timbul
kegemparan di Inggris Raya, penjualan gajah itu tidak akan
pernah terjadi," tulis James Jr. Dimulai oleh Times, pers
Inggris saban hari mengirimkan kutukan terhadap penjualan itu.
Mereka mengutip ucapan "para negarawan, cerdik pandai, dan
orang-orang terpandang" untuk membatalkan transaksi.
Malah banyak di antara mereka yang marah: negeri yang baru kaya
dan pongah itu -- Amerika -- akan mulai mengangkangi milik
'negeri induk'nya. Malah ada yang bersumpah, setiap vonis
merugikan yang ditimpakan pengadilan Inggris terhadap Barnum,
ongkos perkaranya akan ditanggung umum. Beribu anak yang pernah
menunggangi punggung Jumbo memohon kepada Barnum agar binatang
kesayangan mereka itu tidak dibawa pergi.
Bahkan Ratu Victoria turun tangan. Beliau konon mengirim kawat
kepada pengawas KB: menanyakan perincian penjualan dan meminta
pembatalannya. Pangeran Wales mengundang orang yang sama ke
Istana Marlborough untuk membicarakan transaksi.
"Tiada lagi jalan-jalan setapak yang lengang, pepohonan teduh,
padang-padang hijau, dan belukar berbunga menemanimu," Daily
Telegraph London meratap-ratap. "Sahabat kami yang baik hati
harus tinggal di tenda kini, ikut sirkus yang menjemukan.
Dan, sementara teman-teman lamamu jalan beriringan dengan para
remaja Inggris, makan kue kismis dan minum air jeruk, kau harus
memuaskan hati satu rombongan Yankee. Kau harus puas dengan
kacang dan kue sepit."
Semua keributan di London itu mendapat reaksi setimpal di AS.
Koran-koran Amerika mendorong Barnum berkukuh meneruskan
rencananya. Tidak kurang dari media ternama The New York Times
menyiarkan saban hari kericuhan itu di halaman pertama. Ancaman
perang di Eropa dianggap kecil ketimbang berita-berita tentang
Jumbo, menurut James Jr.
Suatu hari editor surat kabar Inggris Daily Telegraph mengirim
telegram kepada Barnum: menanyakan harga yang diminta untuk
pembatalan pembelian Jumbo. Barnum segera membalas begini:
"Hormat saya kepada editor Daily Telegraph dan bangsa Inggris.
Lima puluh satu juta warga Amerika dengan waswas menunggu
kedatangan Jumbo. Pengalaman saya yang kaya selama 40 tahun di
dunia hiburan mengharuskan saya mengeluarkan uang berapa saja
untuk mendatangkan Jumbo kemari. Ratusan ribu pon tidak cukup
membatalkan pembelian ... Barnum."
Usaha terakhir untuk menggagalkan penjualan masih dicoba. Salah
satu anggota Zoological Society mengirimkan usul kepada Mahkamah
Peradilan untuk memblok pembelian. Namun, usaha itu pun gagal.
Penjualan dinyatakan sah, dan Jumbo menjadi milik impresario
Amerika.
Maka, dengan menjadi pastinya penjualan itu, membanjirlah orang
London ke kebun binatang. Sekitar 10 ribu orang saban hari
datang berkunjung, untuk melihat Jumbo terakhir kali. Sebuah
warung makanan dikabarkan berhasil menjual 14.000 roti kismis
setiap hari -- semuanya dibeli pengunjung untuk diumpankan
kepada sang gajah.
Demam gajah pun melanda London. Di toko dan kaki lima, semua
barang jualan memakai merk 'Jumbo'. Ada gelang Jumbo, tongkat
Jumbo, rantai Jumbo, bistik Jumbo, cerutu Jumbo, kipas Jumbo,
anting-anting Jumbo. Ribuan orang berhasil menjual
berkaleng-kaleng sop Jumbo. Mars Jumbo dimainkan orang sejak di
restoran sampai ke taman-taman. Pabrik kartu pos tidak
ketinggalan: ada kartu pos bergambar 'Jumbo dan orang Amerika',
'Jumbo sedang sendirian', 'Jumbo & pelananya', 'Jumbo tanpa
pelana', 'Jumbo dalam rantaian', 'Jumbo tanpa rantai'.
Pada Februari 1882, persiapan untuk pelana Jumbo melalui
Atlantik dimulai. Mulanya, usaha menggiringnya keluar kebun
binatang mencatat kisah sendiri. Ketika sedang dibawa ke jalan,
binatang itu begitu takut sehingga berkeras hendak kembali.
Tapi, melihat pintu gerbang sudah tertutup, ia berbaring dan
melenguh dengan ibanya.
Matthew Scott, pawang Jumbo sejak binatang itu dibawa dari
Paris, dimintai tolong Barnum untuk mengawal makhluk raksasa itu
ke Amerika. Si Scott mencoba membujuk Jumbo agar bangkit, tapi
percuma.
Davis mengirim kawat ke New York: "Jumbo ngotot berbaring di
jalan dan tidak mau bangun. Apa yang harus kami lakukan?" Barnum
membalas kawat: "Biarkan ia berbaring di sana seminggu kalau ia
suka. Itu iklan terbaik sedunia."
Hari berikutnya, gerbang 'rumah'nya -- kebun binatang itu --
terbuka, dan Jumbo masuk dengan senangnya. Tapi, sementara itu,
semua orang memikirkan cara sebaik-baiknya untuk memindahkan
binatang berbahaya itu. Sebuah kandang beroda yang kukuh lalu
dibuat, dengan dua pintu berjeriji di kedua ujung. Dengan cara
itulah si Jumbo dibawa keluar. Dan dengan berbagai bujukan,
Scott berhasil mengajaknya memulai perlawatan, dengan kedua
pintu kandang ditutup rapat.
Cuaca London sedang suram, dingin, dan menikam. Uap yang siap
menjadi salju mengapung di udara. Segerombolan orang berkumpul
di kebun binatang, untuk mengucapkan selamat jalan kepada
makhluk kesayangan itu. Scott dan Davis mengawasi para pekerja,
sementara enam anggota keamanan berjaga-jaga. Siapa tahu para
penonton bisa membuat rusuh.
Kandang beroda yang keberatan beban itu mulai bergerak
meninggalkan halaman kebun binatang. Tapi belum apa-apa,
roda-roda mulai terbenam ke dalam tanah yang basah dan berlumpur
di sana-sini. Berbagai cara dicoba agar kendaraan dapat
bergerak, tapi sia-sia. Orang-orang yang berkumpul
berteriak-teriak kegirangan. Pada suatu saat, gajah yang
terumbang-ambing di dalam kandang kaget oleh hiruk-pikuk itu. Ia
memekik-mekik dengan garang, sesekali menyembur-nyembur ke arah
penonton.
Akhirnya, sangkar beroda itu pun dapat didorong keluar dari
lumpur, dan pawai ke dok St. Katherine bagai iring-iringan ke
pemakaman. Kereta bermuatan gajah itu ditarik oleh 10 ekor kuda.
Orang-orang di tepi jalan berteriak-teriak: "Selamat jalan.
Jumbo! Selamat jalan, Scott sayang! "
Saat prosesi melalui jalan-jalan kota, malam telah larut.
Suasana murung menyertai mereka. Suara telapak kuda di jalan
berbatu, gemerincing rantai, dan sesekali lenguh Jumbo
membangunkan penduduk dari tidur. Mereka memburu ke jendela, dan
tulisan nyata di dinding kandang menusuk perasaan: 'Barnum
Bailey and Hutchinson, New York, USA'. Mulai saat itu, Jumbo
bukan lagi milik mereka ...
Sekitar pukul lima pagi gajah kesayangan itu tiba di dok dengan
selamat. Dan sekarang Jumbo bersama kandangnya, seluruhnya 12
ton, siap dimuat ke sebuah bargas. Dari sini ia akan dipindahkan
ke kapal uap trans-Atlantik Assyrian Monarch, yang akan
membawanya berlayar ke Amerika.
Pagi-pagi sekali, seorang nona datang ke kebun binatang untuk
menghadiahi Jumbo roti kismis terakhir. "Wahai, ia sangat
terlambat: Si Jumbo sudah siap berangkat," tulis James Jr.
dengan simpati. Perempuan yang gigih itu berjalan kaki tujuh mil
ke dok, dan menemui portir pintu masuk. Dengan terbata-bata ia
mengungkapkan kisah perjalanannya. Akhirnya, dengan budi baik
seorang hansip, ia diperbolehkan masuk.
Dengan riang dan penuh kemenangan, wanita itu melintasi pintu
gerbang. Dan Jumbo, begitu melihat dia, dikabarkan mengangkat
belalainya dan menjerit girang. Dari tasnya wanita itu bukannya
mengeluarkan roti kismis, tapi dua quart botol bir. Airnya ia
siramkan ke belalai sang gajah, dan dari sana terhirup ke dalam
mulut binatang itu. Baru kemudian roti kismis ia suguhkan sambil
mengeluarkan kata-kata perpisahan dengan air mata
berlinang-linang.
Pada tengah hari, bargas ditarik ke kapal uap. Dan dua hari
kemudian, Jumbo -- emigran Amerika yang paling dinanti-nanti --
berlayar menuju New York.
Pada 9 April 1882, 101 tahun yang lalu, kapal pun melabuhkan
jangkarnya di pelabuhan Amerika itu. Orang-orang riuh rendah.
Bukan hanya Barnum dan kongsinya yang menunggu di dermaga,
tetapi juga beribu penonton yang memadati pintu masuk pelabuhan.
Beberapa ratus penonton lain merayap di atap dan jendela-jendela
Manhattan Bawah unuk menyaksikan binatang dari benua lain yang
luar biasa itu.
Pers setempat tak kurang sibuknya. The New York Times
melaporkan, kegembiraan yang meluapi penduduk kota "hanya bisa
tertandingi di London jika Ratu Victoria tampil di depan
khalayak." Tukang jambret, tukang copet, dan polisi main
kucing-kucingan" ketika kegembiraan meluap dalam tepukan dan
tempik sorak yang nyaris mengguncang bangunan kota sampai ke
fondasinya".
Barnum dibawa naik ke kapal untuk menyaksikan miliknya yang baru
itu. Nakoda mengiringkannya ke tempat Jumbo disimpan dalam
kandang. Matthew Scott menyambut impresario ternama itu dan
melaporkan keadaan anak asuhannya yang sehat-sehat saja. Berbeda
dengan perkiraan umum, bahwa sang gajah mabuk laut, Jumbo
ternyata tidak mengalami pengaruh jelek apa-apa selama
pelayarannya ke benua baru.
Barnum menyaksikan berlusin-lusin kardus sampanye, bir, dan
wiski di situ. "Para penumpang yang budiman mengirimkan bersama
roti kismis," Scott menjelaskan. Seorang nyonya mengirimkan 12
lusin tiram, yang disantap Jumbo dengan lahapnya.
Derek apung yang besar memindahkan kandang gajah dari kapal uap
ke daratan. Dari sana 16 ekor kuda bertugas menariknya ke
Madison Square. Di Broadway Atas, arak-arakan berlangsung
meriah, diikuti para penonton dengan kegembiraan yang edan. Dan
setiap pertunjukan yang kemudian dilangsungkan di Manhattan
bukan main laris. Untuk menekankan ukurannya yang luar biasa,
Jumbo dipertunjukkan dengan disertai gajah lain yang masih bayi.
Ratusan hadiah dilimpahkan ke Madison Square dari seluruh
negeri. Sebuah surat kabar melaporkan, sang gajah gemar bawang.
Maka, dalam seminggu bertruk-truk bawang didatangkan. Barnum
mempertontonkan keperkasaan Jumbo di hadapan khalayak yang
menyaksikannya di atas menara-menara dan di sepanjang sisi East
River. Pawang Matthew Scott menggiring sang gajah melintasi
jembatan sungai itu, disaksikan penonton yang berdebar-debar.
Jumbo selamat sampai di seberang kendati, menurut Pengarang Neil
Harris, "Scott khawatir kalau-kalau gajah itu tiba-tiba
menari-nari. Setiap hentakan langkahnya bisa menimbulkan
guncangan keras."
Popularitas Jumbo menarik minat besar para pemilik pabrik.
Namanya dipakai untuk barang bikinan mereka. Pabrik pemutih gigi
mencanangkan bahwa hasil produksinya dipakai untuk
mencemerlangkan gading Jumbo. The Willimantic Thread Company
menyombongkan, benang hasil produksinya cukup kuat untuk
menambat Jumbo. Dalam waktu tiga tahun saja, sekitar empat juta
anak dan 16 juta orang dewasa membayar karcis untuk menonton
pertunjukan binatang itu.
"Lalu tibalah hari Selasa, 15 September 1885, ketika tragedi itu
terjadi," tutur James Jr. Sirkus Barnum & Bailey yang baru saja
mengadakan pertunjukan di St. Thomas, Ontario. Seperti biasanya,
31 gajah yang ikut dimuatkan ke dalam kereta sirkus. Tinggal
Jumbo dan si kecil Tom Thumb, gajah badut yang masih harus
dinaikkan.
Pawang Scott dengan terburu-buru menggiring dua gajah itu
sepanjang jalur utama jalan kereta Grand Trunk, ketika ia
tiba-tiba dikagetkan oleh datangnya kereta barang yang melaju
dengan kencangnya. Scott dalam keadaan kalut mencoba menarik
Jumbo menjauh dari jalur kereta. Tapi terlambat. Masinis mengaku
melihat gajah itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Ia
menarik rem. Roda kereta menjerit ngilu, bunga api memancar dari
rel. Tapi percuma. Jumbo menerima tubrukan keras dan mati karena
retak kepala dan luka dalam. Tom Thumb cedera pula, namun
nyawanya dapat diselamatkan.
Barnum membuat pernyataan pers begini: "Pada pukul 9 malam,
tanggal 15 September, Jumbo, binatang paling besar, paling
dicintai, paling dikenal, dan tak ternilai harganya, telah
tewas." Berita itu dikawatkan ke seluruh dunia. "Dan jutaan
orang merasa kehilangan sahabat," komentar James Jr.
Kendati sangat sedih, Barnum sebelumnya memang berniat agar
kerangka Jumbo kelak dipamerkan. Untuk itu, ia telah
membicarakannya dengan Profesor Henry A. Ward, kepala Lembaga
Pengembangan llmu Pengetahuan Alam Ward di Rochester, New York
dan juga ahli pengawetan kulit terkemuka. Berat kulitnya saja
sekitar 1.500 pon (700 kg), sementara tulang belulangnya sekitar
2.400 pon (1.089 kg).
Setelah matinya binatang raksasa itu, Barnum mengimpor 'teman'
Jumbo, Alice, juga dari London. Alice dipertontonkan secara
ganjil bersama kerangka Jumbo dan kulitnya yang diisi sesuatu
hingga membentuk sosok gajah. Tontonan ini tidak langgeng. Alice
mati terbakar.
Kebakaran juga sempat merusakkan "mumi" Jumbo itu. Belakangan
benda ini dikirim ke Universitas Tuft, tempat Barnum menjadi
pengawasnya. Sampai dengan ia terbakar beberapa tahun berselang,
para mahasiswa acap memasukkan gobangan ke dalam belalainya --
meminta berkah agar lulus ujian. Regu-regu olah raga Tuft masih
menamakan dirinya 'Jumbo'. Kerangka gajah ternama itu akhirnya
disimpan di Museum Sejarah Ilmu Pengetahuan Alam Amerika, tapi
tidak lagi dipertontonkan kepada umum.
Memang belum pernah terjadi sebelumnya, seekor binatang ditonton
berjuta-juta orang secara langsung. Diperkirakan mencapai 20
juta manusia. Di London barangkali masih ada 10 juta lagi yang
sempat melihat dan memanjakannya. "Satu abad setelah matinya,
Jumbo tetap merupakan binatang paling dicintai di dunia," tulis
James: Tak dituturkan, berapa keuntungan Barnum dan
kawan-kawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini