Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Yang bikin buta, tuli, senyap yang bikin buta, tuli, senyap

Satelit india ditabrak benda beku tak dikenal sehingga tidak berfungsi. AS memiliki anti satelit (asat) dengan pesawat tempur jet f-15. perbandingan dengan asat soviet yang bongsor.(ilt)

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH malang nasib satelit India, INSAT 1B, yang diorbitkan dua bulan silam. Belum sempat unjuk kebolehan, dua pekan lalu satelit serba guna itu dikabarkan "ditabrak benda beku yang belum dikenal," hingga tidak bisa berfungsi. Sampai awal pekan ini, "benda beku" itu belum bisa diidentifikasikan. Dunia satelit, kebetulan, memang memasuki era baru. Era yang semakin pahit, ketika keamanan di angkasa kian banyak dipertanyakan. Akhir bulan lalu, misalnya, Amerika Serikat mengayunkan langkah bersejarah. Teknologi peran akhirnya menemukan cara terbaik membungkam sistem komunikasi mutakhir yang diandalkan musuh. Melalui persiapan rahasia, Amerika Serikat berhasil mendisain pesawat tempur jet F-15 untuk mengembangkan sistem "antisatelit" mereka. Dibebani sepucuk rudal, F-15 tadi akan melesat sampai ketinggian sekitar 29 km. Kemudian, dari ketinggian itu, ia melepaskan rudal bertingkat dua dengan kecepatan sekitar 800 km per menit. Nah, rudal inilah yang merontokkan satelit yang dijadikan sasaran. "Sebenarnya sangat sederhana," ujar Dr. Thomas Karas, ahli pertahanan pada Kantor Penilaian Teknologi Kongres Amerika Serikat. Angkatan Udara AS (USAF) sekarang ini bisa mengubah setiap F-15 mereka yang ditempatkan di mana saja menjadi pesawat antisatelit -- hanya dalam enam jam. Tak lama lagi, dua skuadron antisatelit AS sudah akan berjaga-jaga selama 24 jam sehari semalam. Sebelum pesawat antisatelit (ASAT) dilepas, Pusat Operasi Pertahanan Udara AS di Colorado akan menguraikan rencana penyerangan kepada pilot F-15 yang bakal bertugas. Rencana itu didasarkan pada laporan yang dikumpulkan radar, satelit, dan teleskop bumi. Pembantaian satelit musuh itu akan dilakukan oleh sebuah kepala peluru silindris berukuran 12 x 13 inci, yang ditempatkan di ujung roket. Kepala peluru itu dilapisi silikon, dan dilengkapi dengan peralatan elektronis. Setelah melepaskan diri dari roketnya, kepala peluru kendali langsung menuju sasaran dengan delapan teleskop mini di hidungnya. Teleskop ini menyerap sinar inframerah sasaran, yang kemudian difokuskan pada pesawat sensoris di dalam peluru. Sebuah komputer yang ditempatkan di dalam kepala peluru secara terus-menerus akan menyampaikan informasi, termasuk petunjuk kelembaman yang 'dibaca' dari sebuah giroskop laser. Sementara itu, 56 roket kendali berukuran kecil akan menjaga arah kepala peluru, agar tidak melenceng dari sasarannya. Melalui mekanisme seperti inilah, kamikaze yang dikomputerisasikan itu menghancurkan satelit musuh. Perincian lebih detil, tentu saja, tidak akan diberikan. "Kami ingin musuh terus menebak-nebak," ujar Letnan Kolonel Geoff Baker, juru bicara Komando Ruang Angkasa USAF. Karena itu, tempat peluncuran percobaan bulan lalu itu juga tidak diumumkan terperinci. Hanya "di salah satu tempat di Los Angeles." Lalu, bagaimana dengan kemampuan Soviet? "Mereka sudah mempunyai sistem antisatelit sendiri," kata Letnan Jenderal Daniel O. Graham, bekas direktur inteligen USAF. Daniel, salah seorang tokoh dari kelompok "elang" (hawk) Amerika Serikat, sangat mendukung gagasan mengembangkan ASAT. Tetapi, dibandingkan dengan sistem Amerika, ASAT Soviet bisa dijuluki "anak bongsor yang lamban". Tingginya 45 meter. Beratnya lebih dari dua ton! Dalam waktu 10 tahun terakhir, Soviet konon sudah melakukan 20 kali uji coba. Sejumlah satelit mereka sendiri diumpankan untuk keperluan uji coba itu. ASAT Soviet harus menunggu 24 jam, sampai perputaran bumi membawa sasaran tepat di atas daerah peluncuran di Tyuratam di bagian Asia Soviet. Kepala peluru mereka tidak langsung mengarah sasaran. Melainkan masuk dulu ke orbit bumi, dan baru mendekati calon korbannya setelah sekali dua mengelilingi bumi. Proses penembakan itu memerlukan waktu tiga jam. Sebaliknya, ASAT Amerika hanya memerlukan satu jam perjalanan dari hangar menuju sasaran. Sebagian besar waktu itu digunakan oleh pesawat pengantar F-15 yang telah dimodifikasikan tadi. Panjangnya pun hanya 5,5 meter. Kalau rudal AS mempunyai kecepatan maksimal 805 km per menit, ASAT Soviet tidak lebih dari 21 km per menit. ASAT Soviet menghancurkan sasarannya melalui ledakan, bukan benturan langsung. Menurut Dr. Thomas Karas, ASAT jenis ini baru berhasil melaksanakan tugasnya bila mampu mendekati sasaran dalam jarak sekitar delapan km. Perkiraan itu masuk akal bila diingat bahwa sebuah kepala peluru nuklir berukuran kecil membutuhkan jarak yang sama untuk mencapai hasil ledakan yang memuaskan. Untuk sebagian ahli militer AS, kekhawatiran terhadap ASAT Soviet selama ini agak berlebihan. Menurut Dr. Marcia S. Smith, spesialis kepala pada pengamatan ruang angkasa Soviet di Library of Congress, semua satelit komunikasi dan tanda bahaya AS terlalu tinggi untuk dicapai ASAT Soviet. Satelit-satelit itu berada di orbit geosinkron, pada titik 35.903 km di atas bumi. Sedangkan kemampuan ASAT Soviet, konon, tidak lebih dari 2.254 km. Dengan kemampuan seperti itu, Soviet hanya bisa menghancurkan satelit cuaca dan satelit pemotret, yang dalam strategi perang Amerika tidak begitu penting. Hingga 1987, Pentagon mengharapkan memiliki 112 ASAT. Tetapi Juni lalu, Kongres AS menolak pemberian dana untuk pengembangan ASAT, dengan perbandingan suara 234:177. Golongan kontra dipelopori oleh George E. Brown, Jr., wakil Partai Demokrat dari California. Dari segi biaya, pengembangan ASAT memang patut dipertimbangkan. Menurut perhitungan USAF, pengembangan sistem itu membutuhkan sekitar Rp 3,6 trilyun. Menurut perkiraan sebuah kantor akuntan publik, biaya itu bahkan mencapai "puluhan milyar dollar." Di Amerika Serikat, perbedaan pendapat mengenai pengembangan sistem ASAT terutama berlangsung antara kelompok militer dan kalangan "merpati" di dalam Kongres. Sebuah pamflet gelap bernada kontra bahkan sempat beredar di Gedung Capitol, musim panas lalu. Dalam pamflet itu dinyatakan, Soviet sesungguhnya "tidak memiliki sistem operasional." Alasannya? "Dalam 15 tahun, mereka hanya mampu menghancurkan sebuah sasaran." Pihak yang pro, tentu saja, tak tinggal diam. Menurut perkiraan mereka, Soviet paling tidak sudah melakukan lebih sepuluh tahun percobaan atas senjata serupa. Orang-orang Rusia itu, kata Kenneth Kramer, wakil Partai Republik dari Colorado, "bisa saja melancarkan pukulan pertama yang membuat kita buta, tuli, senyap, tak bisa berkomunikasi dan menyiarkan apa-apa." Sebetulnya, Amerika Serikat sudah memulai percobaan antisatelit sejak dua dasawarsa lalu. Dari 1963 hingga 1975, misalnya USAF telah mempersenjatai sebuah atol di Pasifik dengan roket-roket berkepala nuklir. Roket ini diharapkan menangkal satelit Soviet, bila keadaan tiba-tiba berubah menjadi jelek. Karena itulah, agaknya, pemimpin Uni Soviet Yuri Andropov memperlihatkan sikap ogah-ogahan menghadapi pengembangan ASAT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus