Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Impian terakhir walt disney

Taman hiburan disneyland dan disney world yang rupanya telah mencapai titik jenuh, mendorong para pengelola wed (walt elias disney) membuka taman baru epcot. (sel)

26 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI suatu hari Minggu puluhan tahun yang lalu, seorang bapak mengajak dua anak perempuannya ke sebuah taman. Sang bapak duduk di sebuah kursi panjang. Sebungkus kacang di tangannya. Sedang di depannya kedua anaknya dengan riang berputar-putar menunggang kuda pusing. Duduk begitu, Minggu demi Minggu, sang bapak merenung: masa cuma kuda pusing begitu hiburan untuk anak-anak? Mengapa tidak ada orang yang membuat sebuah taman, yang bisa dipakai seluruh keluarga bersenang-senang? Bapak yang merenung itu bernama Walt Elias Disney. Dan impiannya dua puluh tahun kemudian terwujud, ketika pada 1955 di kota kecil Anaheim di California berdiri Taman Hiburan Disneyland. Taman ini begitu terkenalnya. Tidak hanya anak-anak beserta ibu-bapak yang tak jemu-jemu datang. Juga raja dan presiden -- termasuk Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto. Sehingga ada yang mengatakan Disneyland telah menjadi instrumen politik luar negeri Amerika. Dan pada permulaan 1970-an, Disneyland muncul pula di pantai timur Amerika --Florida, dengan nama Disney World, malah dalam waktu dekat taman hibuan ini akan diekspor. Negara pengekspor pertama adalah Jepang. "Ini baru eksperimen," kata Dave Herbst, pejabat humas di Disney World, kepada An-Nanda dari TEMPO yang menulis laporan ini. "Apakah nanti di negara-ngara lain juga akan didirikan taman hiburan seperti itu, tergantung hasil yang dicapai di Tokyo itu." Pertimbangan bisnis sudah tentu menonjol. Disneyland dan Disney World sekarang masih merupakan tempat atraksi yang boleh dikatakan paling banyak dikunjungi di Amerika, dan masih mendatangkan keuntungan bagi perusahaan Walt Disney. Tapi keuntungan itu sebenarnya sudah merosot. Rupanya telah dicapai titik jenuh. Itulah yang mendorong para pengelola perusahaan WED (Walt Elias Disney) mencari akal baru. Mereka ternyata tidak melupakan, masih ada impian Walt Disney lainnya yang belum terwujud. Dan impian itu pun diwujudkan bulan Oktober 1982 yang lalu. Sebuah taman hiburan baru dibuka hanya beberapa kilometer dari Disney World malah kedua taman itu dihubungkan dengan kereta api satu rel, yaitu di Kota Orlando, Florida. EPCOT, nama yang diberikan kepada taman baru itu, adalah singkatan Experimental Prototype Community of Tomorrow. Ia digambarkan oleh para perancangnya sebagai Pekan Raya Dunia permanen, yang khusus mempersembahkan dunia imajinasi, penemuan, pendidikan dan eksplorasi. Jika dalam dua taman hiburan lainnya bangunan dominan yang menjadi lambang adalah bangunan kastil dalam dongeng-dongeng ciptaan Walt Disney, maka dalam taman hiburan baru ini yang dominan adalah bangunan geosfir bulat. Bangunan itu diberi nama mentereng: Spaceship Earth (Kapal Antariksa Bumi). Di dalam gedung yang bergaris tengah kurang lebih 50 meter ini kita dipersilakan mengikuti sejarah peradaban manusia, khususnya sejarah komunikasinya. Dari zaman raja-raja Mesir dengan huruf hiroglyph, kekaisaran Romawi dengan Sang Kaisar yang sedang bercakap-cakap dengan pembantunya di beranda, sementara kereta-kereta ala Ben Hur berlarian di seberang sana, sarjana-sarjana muslim zaman lewat yang sedang berdiskusi di perpustakaan mereka, sampai penemuan mesin cetak oleh Gutenberg, penemuan telegraf dan surat kabar dalam abad XX dan banyak lagi. Semua itu dibuat dalam teknik diorama dan audioanimatronik. Dan itu memungkinkan tokoh-tokoh mengedip-ngedipkan mata, menggerak-gerakkan tangan, mengembang-kempiskan dada. Ditambah dengan suara, semuanya seolah lakon tiga dimensi yang hidup. Bahkan di salah satu pavilyun yang disebut 'American Adventure', tokoh-tokoh itu -- Benjamin Franklin dan Mark Twain -- tidak hanya bercakap dan bergerak tapi juga berjalan dan naik tangga. Mereka berdua mengantar para pengunjung yang duduk di ruang seperti bioskop mewah itu menelusuri sejarah Amerika dengan masa pasang-surutnya. Soalnya Ben Franklin dan Mark Twain yang bertindak sebagai narrator tidak saja bicara mengenai masa mereka, tapi juga masa sesudah mereka tentang John F. Kennedy, Martin Luther King dan Marilyn Monroe. Bahkan mereka berdiri di atas obor patung kemerdekaan Amerika dan bicara mengenai Amerika masa datang. Pavilyun 'American Adventure' adalah salah satu yang terdapat dalam lingkungan yang disebut 'World Showcase'. Ini merupakan kumpulan pavilyun berbagai negara dengan bangunan khas negara-negara it, seperti dalam sebuah pekan raya. Bedanya, bangunan di sini permanen dan dibuat sangat kukuh, serta -- menurut keterangan -- cukup autentik. Katakan sajalah ini TMII - Taman Mini Internasional Indah. Kita temui misalnya gerbang Torii dan Pagoda Goju No To dari Jepang. Candi piramida Meksiko. Arsitektur Ming, Cina. Istana Doges Italia. Menara Eiffel Prancis. Dan sebagainya. Sampai saat ini baru sembilan negara diwakili: Kanada, Inggris, Prancis, Jepang, Italia, Jerman, Tiongkok, dan Meksiko, di samping AS sendiri. Ke dalam kelompok yang terletak di sekeliling sebuah danau buatan ini masih akan ditambahkan pavilyun dari beberapa negara lagi: Marokko, Spanyol, Israel, Venezuela, dan Afrika Khatulistiwa. "Tidak, tidak ada politiknya," kata Dave Herbst ketika menjelaskan pertimbangan untuk membangun pavilyun suatu negara. Pertimbangan utama adalah: adanya sponsor yang kuat dari negara yang bersangkutan, dan ada ciri yang unik yang dapat dipertunjukkan. Sponsor itu biasanya perusahaan-perusahaan swasta. Pavilyun Jepang, misalnya, didukung oleh perusahaan toko serba ada Jepang yang telah berumur 300 tahun lebih: Mitsukoshi. Perusahaan ini juga membuka toko barang-barang keluaran Jepang di pavilyun Jepang itu. Tapi tidak seperti di pekan raya, pavilyun-pavilyun itu milik perusahaan Walt Disney. Salah satu tontonan di TMII ini adalah pertunjukan film melingkar, yang diberi nama Circle-Vision 360. Pavilyun-pavilyn Cina dan Kanada mempertunjukkan film mengenai kedua negara dengan menggunakan tipe layar lingkar ini. "Konsep circlevision ini memang dikembangkan oleh perusahaan Walt Disney," kata Herbst, dan untuk pertama kali didemonstrasikan di Expo 67 di Kanada. Bagi yang pernah mengunjungi Disneyland dan Disney World, film jenis ini tidak asing lagi. Para penonton berdiri saja, dan karena layar melingkari mereka, ada efek seolah penonton berada dalam kendaraan angkasa bulat dengan jendela-jendela besar mengelilinginya, melayang-layang ke sudut-sudut dunia, berada di tengah keramaian lalu lintas sebuah kota besar, masuk ke gang-gang sempit atau melayang di bawah jembatan rendah. Cara pembuatannya, menurut Herbst, adalah dengan menyatukan sembilan kamera 35 mm yang dikelompokkan secara melingkar. Mereka terutama bangga terhadap pembuatan film mengenai Cina: mereka diperbolehkan mengunjungi tempat-tempat yang tidak boleh didatangi orang asing. Dalam film berjudul Cina yang Mencengangkan ini kita tidak saja dibawa ke Tembok Cina yang berkelok-kelok itu ("yang biasa ditunjukkan adalah bagian yang dekat Beijing sedang kami memfilmkan tiga bagian yang berlain-lainan," kata mereka), Opera Peking, atau Festival Es di Mancuria. Tapi juga Gurun Gobi, Sungai Yangtze yang buas, Shanghai, Kota Terlarang, misalnya. Ada pula film layar-setengah lingkar. Ini dipertunjukkan di pavilyun Prancis, yang mempersembahkan film Impression de France dengan keriuhan pantai Rivieranya, kemanisan Paris atau keagungan Pegunungan Alpen. Meski hanya setengah lingkar (pembuatannya hanya menggunakan lima kamera sekaligus), efek film ini tenyata tidak beda dengen efek film layar-lingkar penuh: para pengunjung sebagai peserta berada di tengah. Film tiga dimensi (3-D), yang sudah hampir dilupakan orang, memperoleh penyempurnaan di EPCOT Center ini. Gambarnya lebih tajam, dan kadang seolah-olah pemerannya keluar dari layar dan nongol persis di depan hidung -- sehingga kita lihat tangan penonton meraih-raih sesuatu yang tak kunjung tertangkap. Ada pula teknik lain, yang memungkinkan gambar meloncat ke luar layar dan dalam bentuk tiga dimensi menari-nari di meja sungguhan di depannya. Entah bagaimana membuatnya. Masing-masing pavilyun di TMII ini ditunggui anak-anak muda berpakaian nasional. "Mereka betul-betul dari negara-negara yang bersangkutan," kata Herbst, seolah-olah itu barang aneh. Soalnya perusahaan Walt Disney memang punya program mendatangkan mahasiswa berbagai negara. Mereka (berumur antara 18 dan 24) bertugas di pavilyun sambil mengikuti berbagai seminar mengenai Dunia di Masa Depan -- khusus di bidang energi, penggunaan tanah, transportasi dan lain-lain yang bersangkutan dengan lingkungan hidup. Selama setahun di EPCOT Center, para mahasiswa yang jumlahnya 75 itu -- kurang lebih 10 orang dari tiap negara -- menerima uang saku tiap minggu. Selain pavilyun negara-negara dalam TMII, masih ada kelompok lain yang membentuk 'Dunia Masa Datang'. Ini difokuskan pada penemuan dan pencapaian ilmiah manusia. Di sini, di samping Spaceship Earth yang disebut, terdapat pavilyun-pavilyun Universe of Energy (Alam Raya Energi) yang disponsori perusahaan minyak Exxon, World of Motion (Dunia Transpor) yang disponsori perusahaan mobil General Motors, Journey into Imagination (Perlawatan ke Dunia Imajinasi) dengan sponsor Kodak, The Land (Bumi Kita) dengan sponsor perusahaan keju Kraft, dan Pusat Komputer dengan sponsor perusahaan komputer Sperry. Di pavilyun 'Alam Raya Energi', yang unik ialah teater berjalan. Kita duduk dalam sebuah gedung teater mewah untuk disuguhi film setengah lingkar yang mencoba menerangkan sejarah terbentuknya sumber energi dan usaha manusia sejak purba untuk menggunakan energi dalam berbagai bentuk. Kemudian layar tergulung. Tempat duduk kita bergerak masuk ke balik layar -- dan ini adalah ruang diorama besar dengan binatang-binatang purba, dari dinosaurus, brontosaurus sampai berbagai binatang reptil bersayap, yang semuanya dibuat hidup dalam ukuran sesungguhnya dengan teknik audioanimatronik. Semua itu disuguhkan lengkap dengan bau hutan, lahar gunung meletus dan sebagainya. 'Dunia Transpor' adalah bangunan berbentuk bulat. Katanya melambangkan roda. Ia membawa pengunjung, yang naik kereta di dalam gedung, menyaksikan perkembangan dunia kendaraan sepanjang sejarah. Di sini juga teknik audioanimatronik dan diorama digunakan secara efektif. Perjuangan manusia untuk membuat dirinya leluasa bergerak, digambarkan dari sejak ditemukannya roda, penggunaan hewan, kapal, balon gas, kereta api, mobil, dan pesawat terban. It's fun to be free, lagu yang mengiringi perjalanan dari satu adegan ke adegan lain, memang mampu menghilangkan keletihan. Apalagi peragaan disuguhkan tidak secara "resmi", tapi dengan sapuan humor. "Suasana, kostum, peralatan dan kendaraan yang diragakan harus autentik," kata pencipta pameran ini. "Tapi penyuguhannya bisa saja berdasar fantasi, sehingga tidak hambar." Kita saksikan misalnya Leonardo Da Vinci meninggalkan Mona Lisa sendirian. Karena jenius itu lebih tertarik pada teorinya untuk menerbangkan manusia daripada menyelesaikan lukisannya. Karena itulah ketika selesai, lukisan Mona Lisa nampak senyum-senyum kecut. Bagaimana pula kereta Ben Hur di pasaran "sale" zaman Romawi -- lengkap dengan harga-harga, yang sudah tentu tertulis dalam huruf Romawi, yang terus-menerus ditukar. Ward Kimball, perancang pameran yang pernah memenangkan Piala Academy untuk karya-karyanya dalam beberapa film kartun Walt Disney, memang menginginkan pamerannya selain mendidik juga menghibur. Klop dengan yang diinginkan Walt. Di luar ruang diorama ada pula pameran lain. 'Concept 2000' namanya. Ia berusaha memfantasikan kendaraan di tahun tersebut. Di antaranya sebuah prototipe mobil keluaran GM, Aero-2000, yang dengan disain yang memperhitungkan segi aerodinamika katanya akan dapat menghemat bensin sampai separuh dibanding yang dipakai mobil sekarang. Dalam mobil jenis ini kita lihat layar-layar televisi kecil di dekat kemudi, yang memancarkan keadaan 180 derajat di belakang mobil dan peta. Lean Machine adalah prototipe kendaraan lain yang sekarang masih terus dikembangkan GM. Ini boleh dikatakan semacam sepeda motor roda tiga yang seluruhnya tertutup seperti mobil, dapat lari hampir 100 km sejam, dan diperhitungkan hanya membutuhkan satu galon (3 3/4 liter) bensin untuk 320 km. "Problem kami ketika menciptakan pavilyun 'Perlawatan ke Dunia Imajinasi' adalah," kata salah seorang penciptanya, "bagaimana mewujudkan barang seabstrak imajinasi itu dan membuat ceritanya." Jalan keluarnya: buatlah dua tokoh buatan. Mereka diberi nama Dreamfinder dan Figment. Lalu dipersilakan keduanya mengantar para pengunjung menjelajahi dunia angan-angan sepanjang perjalanan: suara, bentuk, warna, rumusan ilmiah. Aduklah semuanya menjadi penemuan baru, nyanyian, gambar, buku, dan segala perwujudan khayal lainnya. Di Pavilyun 'Bumi Kita' pengunjung disilakan naik perahu dan menembus berbagai kemungkinan serta usaha manusia mempertahankan hidup, bahkan di tempat yang lingkungan alamnya tidak bersahabat. Upaya pelipatgandaan hasil tanaman, pengubahan padang pasir jadi tanah subur dan penumbuhan tanaman tanpa tanah, ditunjukkan dengan peragaan tanaman sungguhan. Menanam tanpa tanah, misalnya, dimungkinkan dengan penggunaan cara nutriculture: makanan tanaman disemprotkan dalam bentuk embun. Pavilyun ini, terutama yang berhubungan dengan tanaman, dikelola oleh Laboratorium Penelitian Lingkungan Universitas Arizona di Tucson -- yang menyatakan dirinya sebagai pemimpin dunia di bidang itu. Laboratorium ini memang telah menjalankan proyek-proyek tanaman sistem modern di negara-negara seperti Abu Dhabi, Puerto Rico dan Meksiko. "Di sebelah kanan Anda pohon-pohon jagung yang tumbuh di tanah pasir," kata pemandu yang mengikuti pengunjung dalam perahu, ketika kami melewati kebun jagung. "Dalam tanah pasir itu terentang jaringan pembuluh plastik, yang secara otomatis mengalirkan air dan pupuk untuk di"makan" dalam jumlah yang pas oleh akar-akar tumbuhan itu." Sebelum para pengunjung melakukan perjalanan perahu, mereka disuguhi sebuah film layar lebar yang menggambarkan pergulatan manusia dengan alam. Manusia yang merusakkan hutan, tapi juga yang berusaha keras membangun hutan kembali. Manajemen hutan yang berhasil, seperti di Black Forest, Jerman. Pergulatan rakyat Belanda dengan air. Padang pasir gersang yang dihijaukan. Film yang berjudul Symbiosis ini agaknya ingin menyampaikan pesan: teknologi telah merusakkan alam, tapi teknologi juga yang menyelamatkannya. Sekali-sekali bisa dijumpai juga bangunan yang belum jadi. "Ini pavilyun yang akan dibuka tahun ini," kata pejabat humas yang mengantar TEMPO. Pavilyun itu bernama 'Horizons'. Secara filosofis Dave Herbst, si pejabat humas, menjelaskan, 'Horizons' akan memusatkan diri pada tujuan penciptaan mesin oleh manusia. Tujuan itu, tentu saja, "memperbaiki mutu hidup kita." Dalam pavilyun ini akan ada Omnisphere. Akan diperlihatkan di situ misalnya astronot yang sedang melakukan kegiatan di angkasa luar, robot yang sedang membuat suatu produk, penyelam yang sedang menjelajahi kekayaan laut, atau kota di bawah air lengkap dengan situasi lingkungannya. Juga model koloni angkasa luar dengan produksi kristal yang jauh lebih baik dari kristal bikinan bumi karena keadaan tanpa bobot di sana. Setelah 'Horizons', setahun kemudian akan dibuka pavilyun lain: 'Living Seas' -- untuk mengedepankan hubungan manusia dengan lautan yang mengelilinginya. Pengunjung, di situ, akan dibawa ke dasar laut -- yang tidak lain sebenarnya dasar tangki air yang dikatakan terbesar di dunia. Lingkungan dibuat serealistik mungkin, dengan hiu hidup, formasi batu, karang, para penyelam sungguhan yang bekerja sama dengan ikan lumba-lumba terlatih melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Di empat modul bawah laut, para pengunjung akan disuguhi perkembangan khusus yang diramalkan akan terjadi di dunia pada tahun 2030. Masih dalam tahap perencanaan adalah pavilyun yang dinamakan 'Life and Health', yang akan mengajak pengunjung melakukan perlawatan ke dalam tubuh, dan sebuah pavilyun angkasa luar. Yang terakhir itu akan merupakan hasil kerja sama dengan NASA, dan menyuguhkan tiruan sebuah stasiun angkasa luar. "Jadi Anda lihat," kata Herbst, "kompleks ini, seperti halnya hari esok, tidak akan pernah selesai!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus