DI suatu hari Minggu puluhan tahun yang lalu, seorang bapak
mengajak dua anak perempuannya ke sebuah taman. Sang bapak
duduk di sebuah kursi panjang. Sebungkus kacang di tangannya.
Sedang di depannya kedua anaknya dengan riang berputar-putar
menunggang kuda pusing. Duduk begitu, Minggu demi Minggu, sang
bapak merenung: masa cuma kuda pusing begitu hiburan untuk
anak-anak? Mengapa tidak ada orang yang membuat sebuah taman,
yang bisa dipakai seluruh keluarga bersenang-senang?
Bapak yang merenung itu bernama Walt Elias Disney. Dan impiannya
dua puluh tahun kemudian terwujud, ketika pada 1955 di kota
kecil Anaheim di California berdiri Taman Hiburan Disneyland.
Taman ini begitu terkenalnya. Tidak hanya anak-anak beserta
ibu-bapak yang tak jemu-jemu datang. Juga raja dan presiden --
termasuk Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto. Sehingga ada
yang mengatakan Disneyland telah menjadi instrumen politik luar
negeri Amerika.
Dan pada permulaan 1970-an, Disneyland muncul pula di pantai
timur Amerika --Florida, dengan nama Disney World, malah dalam
waktu dekat taman hibuan ini akan diekspor. Negara pengekspor
pertama adalah Jepang. "Ini baru eksperimen," kata Dave Herbst,
pejabat humas di Disney World, kepada An-Nanda dari TEMPO yang
menulis laporan ini. "Apakah nanti di negara-ngara lain juga
akan didirikan taman hiburan seperti itu, tergantung hasil yang
dicapai di Tokyo itu."
Pertimbangan bisnis sudah tentu menonjol. Disneyland dan Disney
World sekarang masih merupakan tempat atraksi yang boleh
dikatakan paling banyak dikunjungi di Amerika, dan masih
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan Walt Disney. Tapi
keuntungan itu sebenarnya sudah merosot. Rupanya telah dicapai
titik jenuh.
Itulah yang mendorong para pengelola perusahaan WED (Walt Elias
Disney) mencari akal baru. Mereka ternyata tidak melupakan,
masih ada impian Walt Disney lainnya yang belum terwujud.
Dan impian itu pun diwujudkan bulan Oktober 1982 yang lalu.
Sebuah taman hiburan baru dibuka hanya beberapa kilometer dari
Disney World malah kedua taman itu dihubungkan dengan kereta
api satu rel, yaitu di Kota Orlando, Florida.
EPCOT, nama yang diberikan kepada taman baru itu, adalah
singkatan Experimental Prototype Community of Tomorrow. Ia
digambarkan oleh para perancangnya sebagai Pekan Raya Dunia
permanen, yang khusus mempersembahkan dunia imajinasi, penemuan,
pendidikan dan eksplorasi. Jika dalam dua taman hiburan lainnya
bangunan dominan yang menjadi lambang adalah bangunan kastil
dalam dongeng-dongeng ciptaan Walt Disney, maka dalam taman
hiburan baru ini yang dominan adalah bangunan geosfir bulat.
Bangunan itu diberi nama mentereng: Spaceship Earth (Kapal
Antariksa Bumi). Di dalam gedung yang bergaris tengah kurang
lebih 50 meter ini kita dipersilakan mengikuti sejarah peradaban
manusia, khususnya sejarah komunikasinya. Dari zaman raja-raja
Mesir dengan huruf hiroglyph, kekaisaran Romawi dengan Sang
Kaisar yang sedang bercakap-cakap dengan pembantunya di beranda,
sementara kereta-kereta ala Ben Hur berlarian di seberang sana,
sarjana-sarjana muslim zaman lewat yang sedang berdiskusi di
perpustakaan mereka, sampai penemuan mesin cetak oleh Gutenberg,
penemuan telegraf dan surat kabar dalam abad XX dan banyak lagi.
Semua itu dibuat dalam teknik diorama dan audioanimatronik. Dan
itu memungkinkan tokoh-tokoh mengedip-ngedipkan mata,
menggerak-gerakkan tangan, mengembang-kempiskan dada. Ditambah
dengan suara, semuanya seolah lakon tiga dimensi yang hidup.
Bahkan di salah satu pavilyun yang disebut 'American Adventure',
tokoh-tokoh itu -- Benjamin Franklin dan Mark Twain -- tidak
hanya bercakap dan bergerak tapi juga berjalan dan naik tangga.
Mereka berdua mengantar para pengunjung yang duduk di ruang
seperti bioskop mewah itu menelusuri sejarah Amerika dengan masa
pasang-surutnya. Soalnya Ben Franklin dan Mark Twain yang
bertindak sebagai narrator tidak saja bicara mengenai masa
mereka, tapi juga masa sesudah mereka tentang John F. Kennedy,
Martin Luther King dan Marilyn Monroe. Bahkan mereka berdiri di
atas obor patung kemerdekaan Amerika dan bicara mengenai Amerika
masa datang.
Pavilyun 'American Adventure' adalah salah satu yang terdapat
dalam lingkungan yang disebut 'World Showcase'. Ini merupakan
kumpulan pavilyun berbagai negara dengan bangunan khas
negara-negara it, seperti dalam sebuah pekan raya. Bedanya,
bangunan di sini permanen dan dibuat sangat kukuh, serta --
menurut keterangan -- cukup autentik. Katakan sajalah ini TMII -
Taman Mini Internasional Indah.
Kita temui misalnya gerbang Torii dan Pagoda Goju No To dari
Jepang. Candi piramida Meksiko. Arsitektur Ming, Cina. Istana
Doges Italia. Menara Eiffel Prancis. Dan sebagainya. Sampai saat
ini baru sembilan negara diwakili: Kanada, Inggris, Prancis,
Jepang, Italia, Jerman, Tiongkok, dan Meksiko, di samping AS
sendiri. Ke dalam kelompok yang terletak di sekeliling sebuah
danau buatan ini masih akan ditambahkan pavilyun dari beberapa
negara lagi: Marokko, Spanyol, Israel, Venezuela, dan Afrika
Khatulistiwa.
"Tidak, tidak ada politiknya," kata Dave Herbst ketika
menjelaskan pertimbangan untuk membangun pavilyun suatu negara.
Pertimbangan utama adalah: adanya sponsor yang kuat dari negara
yang bersangkutan, dan ada ciri yang unik yang dapat
dipertunjukkan. Sponsor itu biasanya perusahaan-perusahaan
swasta. Pavilyun Jepang, misalnya, didukung oleh perusahaan toko
serba ada Jepang yang telah berumur 300 tahun lebih: Mitsukoshi.
Perusahaan ini juga membuka toko barang-barang keluaran Jepang
di pavilyun Jepang itu. Tapi tidak seperti di pekan raya,
pavilyun-pavilyun itu milik perusahaan Walt Disney.
Salah satu tontonan di TMII ini adalah pertunjukan film
melingkar, yang diberi nama Circle-Vision 360. Pavilyun-pavilyn
Cina dan Kanada mempertunjukkan film mengenai kedua negara
dengan menggunakan tipe layar lingkar ini. "Konsep circlevision
ini memang dikembangkan oleh perusahaan Walt Disney," kata
Herbst, dan untuk pertama kali didemonstrasikan di Expo 67 di
Kanada.
Bagi yang pernah mengunjungi Disneyland dan Disney World, film
jenis ini tidak asing lagi. Para penonton berdiri saja, dan
karena layar melingkari mereka, ada efek seolah penonton berada
dalam kendaraan angkasa bulat dengan jendela-jendela besar
mengelilinginya, melayang-layang ke sudut-sudut dunia, berada di
tengah keramaian lalu lintas sebuah kota besar, masuk ke
gang-gang sempit atau melayang di bawah jembatan rendah. Cara
pembuatannya, menurut Herbst, adalah dengan menyatukan sembilan
kamera 35 mm yang dikelompokkan secara melingkar.
Mereka terutama bangga terhadap pembuatan film mengenai Cina:
mereka diperbolehkan mengunjungi tempat-tempat yang tidak boleh
didatangi orang asing. Dalam film berjudul Cina yang
Mencengangkan ini kita tidak saja dibawa ke Tembok Cina yang
berkelok-kelok itu ("yang biasa ditunjukkan adalah bagian yang
dekat Beijing sedang kami memfilmkan tiga bagian yang
berlain-lainan," kata mereka), Opera Peking, atau Festival Es di
Mancuria. Tapi juga Gurun Gobi, Sungai Yangtze yang buas,
Shanghai, Kota Terlarang, misalnya.
Ada pula film layar-setengah lingkar. Ini dipertunjukkan di
pavilyun Prancis, yang mempersembahkan film Impression de France
dengan keriuhan pantai Rivieranya, kemanisan Paris atau
keagungan Pegunungan Alpen. Meski hanya setengah lingkar
(pembuatannya hanya menggunakan lima kamera sekaligus), efek
film ini tenyata tidak beda dengen efek film layar-lingkar
penuh: para pengunjung sebagai peserta berada di tengah.
Film tiga dimensi (3-D), yang sudah hampir dilupakan orang,
memperoleh penyempurnaan di EPCOT Center ini. Gambarnya lebih
tajam, dan kadang seolah-olah pemerannya keluar dari layar dan
nongol persis di depan hidung -- sehingga kita lihat tangan
penonton meraih-raih sesuatu yang tak kunjung tertangkap. Ada
pula teknik lain, yang memungkinkan gambar meloncat ke luar
layar dan dalam bentuk tiga dimensi menari-nari di meja
sungguhan di depannya. Entah bagaimana membuatnya.
Masing-masing pavilyun di TMII ini ditunggui anak-anak muda
berpakaian nasional. "Mereka betul-betul dari negara-negara yang
bersangkutan," kata Herbst, seolah-olah itu barang aneh. Soalnya
perusahaan Walt Disney memang punya program mendatangkan
mahasiswa berbagai negara. Mereka (berumur antara 18 dan 24)
bertugas di pavilyun sambil mengikuti berbagai seminar mengenai
Dunia di Masa Depan -- khusus di bidang energi, penggunaan
tanah, transportasi dan lain-lain yang bersangkutan dengan
lingkungan hidup. Selama setahun di EPCOT Center, para mahasiswa
yang jumlahnya 75 itu -- kurang lebih 10 orang dari tiap negara
-- menerima uang saku tiap minggu.
Selain pavilyun negara-negara dalam TMII, masih ada kelompok
lain yang membentuk 'Dunia Masa Datang'. Ini difokuskan pada
penemuan dan pencapaian ilmiah manusia. Di sini, di samping
Spaceship Earth yang disebut, terdapat pavilyun-pavilyun
Universe of Energy (Alam Raya Energi) yang disponsori perusahaan
minyak Exxon, World of Motion (Dunia Transpor) yang disponsori
perusahaan mobil General Motors, Journey into Imagination
(Perlawatan ke Dunia Imajinasi) dengan sponsor Kodak, The Land
(Bumi Kita) dengan sponsor perusahaan keju Kraft, dan Pusat
Komputer dengan sponsor perusahaan komputer Sperry.
Di pavilyun 'Alam Raya Energi', yang unik ialah teater berjalan.
Kita duduk dalam sebuah gedung teater mewah untuk disuguhi film
setengah lingkar yang mencoba menerangkan sejarah terbentuknya
sumber energi dan usaha manusia sejak purba untuk menggunakan
energi dalam berbagai bentuk. Kemudian layar tergulung. Tempat
duduk kita bergerak masuk ke balik layar -- dan ini adalah ruang
diorama besar dengan binatang-binatang purba, dari dinosaurus,
brontosaurus sampai berbagai binatang reptil bersayap, yang
semuanya dibuat hidup dalam ukuran sesungguhnya dengan teknik
audioanimatronik. Semua itu disuguhkan lengkap dengan bau hutan,
lahar gunung meletus dan sebagainya.
'Dunia Transpor' adalah bangunan berbentuk bulat. Katanya
melambangkan roda. Ia membawa pengunjung, yang naik kereta di
dalam gedung, menyaksikan perkembangan dunia kendaraan sepanjang
sejarah. Di sini juga teknik audioanimatronik dan diorama
digunakan secara efektif. Perjuangan manusia untuk membuat
dirinya leluasa bergerak, digambarkan dari sejak ditemukannya
roda, penggunaan hewan, kapal, balon gas, kereta api, mobil, dan
pesawat terban. It's fun to be free, lagu yang mengiringi
perjalanan dari satu adegan ke adegan lain, memang mampu
menghilangkan keletihan. Apalagi peragaan disuguhkan tidak
secara "resmi", tapi dengan sapuan humor.
"Suasana, kostum, peralatan dan kendaraan yang diragakan harus
autentik," kata pencipta pameran ini. "Tapi penyuguhannya bisa
saja berdasar fantasi, sehingga tidak hambar."
Kita saksikan misalnya Leonardo Da Vinci meninggalkan Mona Lisa
sendirian. Karena jenius itu lebih tertarik pada teorinya untuk
menerbangkan manusia daripada menyelesaikan lukisannya. Karena
itulah ketika selesai, lukisan Mona Lisa nampak senyum-senyum
kecut. Bagaimana pula kereta Ben Hur di pasaran "sale" zaman
Romawi -- lengkap dengan harga-harga, yang sudah tentu tertulis
dalam huruf Romawi, yang terus-menerus ditukar. Ward Kimball,
perancang pameran yang pernah memenangkan Piala Academy untuk
karya-karyanya dalam beberapa film kartun Walt Disney, memang
menginginkan pamerannya selain mendidik juga menghibur. Klop
dengan yang diinginkan Walt.
Di luar ruang diorama ada pula pameran lain. 'Concept 2000'
namanya. Ia berusaha memfantasikan kendaraan di tahun tersebut.
Di antaranya sebuah prototipe mobil keluaran GM, Aero-2000, yang
dengan disain yang memperhitungkan segi aerodinamika katanya
akan dapat menghemat bensin sampai separuh dibanding yang
dipakai mobil sekarang. Dalam mobil jenis ini kita lihat
layar-layar televisi kecil di dekat kemudi, yang memancarkan
keadaan 180 derajat di belakang mobil dan peta. Lean Machine
adalah prototipe kendaraan lain yang sekarang masih terus
dikembangkan GM. Ini boleh dikatakan semacam sepeda motor roda
tiga yang seluruhnya tertutup seperti mobil, dapat lari hampir
100 km sejam, dan diperhitungkan hanya membutuhkan satu galon (3
3/4 liter) bensin untuk 320 km.
"Problem kami ketika menciptakan pavilyun 'Perlawatan ke Dunia
Imajinasi' adalah," kata salah seorang penciptanya, "bagaimana
mewujudkan barang seabstrak imajinasi itu dan membuat
ceritanya." Jalan keluarnya: buatlah dua tokoh buatan. Mereka
diberi nama Dreamfinder dan Figment. Lalu dipersilakan keduanya
mengantar para pengunjung menjelajahi dunia angan-angan
sepanjang perjalanan: suara, bentuk, warna, rumusan ilmiah.
Aduklah semuanya menjadi penemuan baru, nyanyian, gambar, buku,
dan segala perwujudan khayal lainnya.
Di Pavilyun 'Bumi Kita' pengunjung disilakan naik perahu dan
menembus berbagai kemungkinan serta usaha manusia mempertahankan
hidup, bahkan di tempat yang lingkungan alamnya tidak
bersahabat. Upaya pelipatgandaan hasil tanaman, pengubahan
padang pasir jadi tanah subur dan penumbuhan tanaman tanpa
tanah, ditunjukkan dengan peragaan tanaman sungguhan.
Menanam tanpa tanah, misalnya, dimungkinkan dengan penggunaan
cara nutriculture: makanan tanaman disemprotkan dalam bentuk
embun. Pavilyun ini, terutama yang berhubungan dengan tanaman,
dikelola oleh Laboratorium Penelitian Lingkungan Universitas
Arizona di Tucson -- yang menyatakan dirinya sebagai pemimpin
dunia di bidang itu. Laboratorium ini memang telah menjalankan
proyek-proyek tanaman sistem modern di negara-negara seperti Abu
Dhabi, Puerto Rico dan Meksiko.
"Di sebelah kanan Anda pohon-pohon jagung yang tumbuh di tanah
pasir," kata pemandu yang mengikuti pengunjung dalam perahu,
ketika kami melewati kebun jagung. "Dalam tanah pasir itu
terentang jaringan pembuluh plastik, yang secara otomatis
mengalirkan air dan pupuk untuk di"makan" dalam jumlah yang pas
oleh akar-akar tumbuhan itu."
Sebelum para pengunjung melakukan perjalanan perahu, mereka
disuguhi sebuah film layar lebar yang menggambarkan pergulatan
manusia dengan alam. Manusia yang merusakkan hutan, tapi juga
yang berusaha keras membangun hutan kembali. Manajemen hutan
yang berhasil, seperti di Black Forest, Jerman. Pergulatan
rakyat Belanda dengan air. Padang pasir gersang yang dihijaukan.
Film yang berjudul Symbiosis ini agaknya ingin menyampaikan
pesan: teknologi telah merusakkan alam, tapi teknologi juga yang
menyelamatkannya.
Sekali-sekali bisa dijumpai juga bangunan yang belum jadi. "Ini
pavilyun yang akan dibuka tahun ini," kata pejabat humas yang
mengantar TEMPO. Pavilyun itu bernama 'Horizons'. Secara
filosofis Dave Herbst, si pejabat humas, menjelaskan, 'Horizons'
akan memusatkan diri pada tujuan penciptaan mesin oleh manusia.
Tujuan itu, tentu saja, "memperbaiki mutu hidup kita."
Dalam pavilyun ini akan ada Omnisphere. Akan diperlihatkan di
situ misalnya astronot yang sedang melakukan kegiatan di angkasa
luar, robot yang sedang membuat suatu produk, penyelam yang
sedang menjelajahi kekayaan laut, atau kota di bawah air lengkap
dengan situasi lingkungannya. Juga model koloni angkasa luar
dengan produksi kristal yang jauh lebih baik dari kristal
bikinan bumi karena keadaan tanpa bobot di sana.
Setelah 'Horizons', setahun kemudian akan dibuka pavilyun lain:
'Living Seas' -- untuk mengedepankan hubungan manusia dengan
lautan yang mengelilinginya. Pengunjung, di situ, akan dibawa ke
dasar laut -- yang tidak lain sebenarnya dasar tangki air yang
dikatakan terbesar di dunia. Lingkungan dibuat serealistik
mungkin, dengan hiu hidup, formasi batu, karang, para penyelam
sungguhan yang bekerja sama dengan ikan lumba-lumba terlatih
melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Di empat modul bawah laut,
para pengunjung akan disuguhi perkembangan khusus yang
diramalkan akan terjadi di dunia pada tahun 2030.
Masih dalam tahap perencanaan adalah pavilyun yang dinamakan
'Life and Health', yang akan mengajak pengunjung melakukan
perlawatan ke dalam tubuh, dan sebuah pavilyun angkasa luar.
Yang terakhir itu akan merupakan hasil kerja sama dengan NASA,
dan menyuguhkan tiruan sebuah stasiun angkasa luar.
"Jadi Anda lihat," kata Herbst, "kompleks ini, seperti halnya
hari esok, tidak akan pernah selesai!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini