Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan kualitas udara dunia 2021 yang dirilis IQAir menempatkan DKI Jakarta di posisi ke-12 sebagai ibu kota negara paling berpolusi di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
IQAir mencatat rata-rata konsentrasi polutan udara atau PM2,5 tertinggi di DKI Jakarta, yakni mencapai 39,2 mikrogram per meter kubik. Angka ini turun tipis dari rata-rata tahun sebelumnya, 39,6 mikrogram per meter kubik.
Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 IQAir adalah laporan kualitas udara global utama pertama yang berbasis dari Pedoman Kualitas Udara WHO untuk PM2,5 tahunan yang diperbarui. Pedoman baru dari WHO dirilis pada September 2021 dan memotong nilai pedoman PM2,5 tahunan yang ada, dari 10 μg/m3 ke 5 μg/m3.
Kualitas Udara Jakarta Lebih Buruk Dibanding Ibu Kota Negara-negara Tetangga
Merujuk laporan IQAir 2021, tingkat polusi udara di Jakarta lebih tinggi dibandingkan ibu kota negara-negara tetangga seperti Hanoi, Vietnam (36,2 μg/m3) di posisi ke-15, Yangon, Myanmar (26,4 μg/m3) posisi ke-28, Vientiane, Laos (21.5 μg/m3) posisi ke-37, Bangkok, Thailand (20,0 μg/m3) posisi ke-42, Phnom Penh, Kamboja (19.8 μg/m3).
Kualitas udara DKI Jakarta juga kalah dibandingkan Kuala Lumpur, Malaysia (18.6 μg/m3) posisi ke-49, Metro Manila, Filipina (15.7 μg/m3) posisi ke-57, Singapore, Singapura (13.8 μg/m3) posisi ke-66, dan Canberra, Australia (4.8 μg/m3) posisi ke-104
Sementara peringkat pertama ibu kota terpolusi di dunia ditempati oleh New Delhi, India (85.0 μg/m3) disusul Dhaka, Bangladesh (78,1 μg/m3), N'Djaemena, Chad (77,6 μg/m3), Dushanbe, Tajikistan (59,5 μg/m3), Muscat, Oman (53,9 μg/m3), dan Kathmandu, Nepal (50,9 μg/m3).
Selanjutnya: Indonesia Peringkat ke-17 Negara Terpolusi di Dunia
Indonesia Peringkat ke-17 Negara Terpolusi di Dunia
Bila melihat dalam lingkup negara maka Indonesia menempati peringkat ke-17 negara terpolusi di dunia dengan konsentrasi PM2,5 tertinggi yakni 34,3 μg/m3. Posisi ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu yang paling berpolusi di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan laporan IQAir, bulan-bulan dengan kadar konsentrasi PM2,5 tertinggi adalah pada Juni dan Juli, masing-masing 54,5 μg/m3 dan 57,2 μg/m3, sedangkan bulan-bulan dengan kadar konsentrasi PM2,5 terendah ialah pada Februari dan November, 24,3 μg/m3 dan 23,8 μg/m3.
Dari daftar kota-kota lainnya di Asia Tenggara, Surabaya dan Bandung masing-masing menempati urutan ke-11 dan ke-13 kota paling berpolusi. Adapun Samarinda, Kayu Agung, Banda Aceh, dan Palangkaraya masuk ke dalam daftar kota-kota dengan polusi paling rendah se-Asia Tenggara.
Adapun lima negara paling tercemar pada 2021: Bangladesh (76,9 μg/m3), Chad (75,9 μg/m3), Pakistan (66,8 μg/m3), Tajikistan (59.4 μg/m3), dan India (58,1 μg/m3)
Selanjutnya: Tidak Ada Negara yang Penuhi Pedoman WHO
Tidak Ada Satu Negara yang Penuhi Pedoman Kualitas Udara WHO
Mengutip dari siaran pers IQAir yang diterima Tempo, Selasa, 22 Maret 2022, laporan ini menemukan bahwa hanya 3 persen kota di seluruh dunia dan tidak ada satu negara pun yang memenuhi Pedoman Kualitas Udara PM2,5 tahunan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Laporan ini menganalisis pengukuran polusi udara PM2,5 dari stasiun pemantauan udara di 6.475 kota di 117 negara, kawasan, dan wilayah.
“Laporan ini menggarisbawahi betapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang aman, udara bersih dan sehat untuk dihirup. Sekarang saatnya beraksi,” kata Frank Hammes, CEO IQAir.
Polusi partikel halus, yang dikenal sebagai PM2,5, umumnya diterima sebagai yang polutan paling berbahaya. Pantauan secara luas, polutan udara ini telah ditemukan menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap efek kesehatan manusia seperti asma, stroke, penyakit jantung, dan paru-paru. PM2,5 juga menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun.
“Polusi udara PM2,5 dihasilkan melalui pembakaran bahan bakar termasuk batu bara, minyak dan gas fosil, pembangunan yang tidak berkelanjutan, serta kegiatan pertanian. Menghirup udara bersih harus menjadi hak asasi manusia, bukan hak istimewa,” ucap Avinash Chanchal Manajer Kampanye Greenpeace India.
AHMAD FAIZ