Isu syariat Islam kembali bergema dalam masa Sidang Tahunan MPR tahun ini. Namun suara lebih keras kali ini bukan dari anggota MPR, tetapi dari massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sabtu lalu, sekitar 10 ribu pendukung HTI dari Jabotabek, Banten, dan Bandung menggelar aksi di luar pagar Gedung MPR/DPR, Jakarta. Tuntutan mereka satu: penegakan syariat Islam di Indonesia.
“Kalau cuma Pasal 29 (UUD 1945), itu kan cuma masalah ibadah. Bagaimana dengan soal pendidikan atau ekonomi?” ujar juru bicara HTI, Mohammad Ismail Yusanto. Selama ini, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bulan Bintang sudah selalu menyuarakan amandemen Pasal 29 tersebut menjadi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Massa HTI memulai aksinya di Tugu Monas dan melanjutkannya dengan pawai menuju Gedung MPR/DPR. Dengan membawa beberapa spanduk bertuliskan “Selamatkan Indonesia dengan Syariah”, mereka terus meneriakkan yel-yel “Tegakkan Syariah Islam di Indonesia”.
Setiba di Gedung MPR/DPR, perwakilan HTI diterima oleh Sekretaris Fraksi Persatuan Pembangunan, Ali Hardi Kyaidemak. Dalam pertemuan itu, mereka memberikan gambaran sekilas solusi syariat yang ditawarkan. Misalnya, bank syariah seharusnya menjadi satu-satunya alternatif di dunia perbankan. Juga, pengelolaan sumber daya alam diserahkan ke negara, serta penerapan paradigma Islam dalam pendidikan.
Namun Ali Hardi Kyaidemak hanya mengatakan bahwa misi para demonstran ini hampir sama dengan yang selama ini diperjuangkan FPP dalam Sidang Tahunan: kembali ke Piagam Jakarta. Ia berjanji akan terus memperjuangkan hal tersebut. Selain itu, dia juga membeberkan beberapa “kemajuan”. Pemberlakuan beberapa hukum Islam dalam hukum perkawinan, waris, atau juga pengadilan agama.
Wenseslaus Manggut, Mardiyah Chamim, Purwani D. Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini