Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Iuran Rumah Mewah

Berdasarkan sk bersama dirjen pajak & gubernur dki ditetapkan ipeda (iuran pembangunan daerah) terhadap bangunan perumahan yang tergolong mewah dan permanen. ipeda tidak dikenakan pada non-permanen.(kt)

18 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPAT-tempat hiburan seperti klab malam, mandi uap dan sejenisnya akan dihapus secara bertahap dari wilayah DKI. Antara lain dengan cara tak memberi perpanjangan izin usaha. Kalaupun masih diperpanjang, "tapi dilarang melakukan tindakan yang bersifat mengembangkan usahanya," seperti diucapkan B. Harahap, Kepala Humas Balaikota DKI. Misalnya tak boleh menambah tenaga kerja atau memperluas bangunannya. Tentu saja tindakan serupa itu akan berbuntut. Misalnya dari sekarang banyak diperkirakan bahwa sebagai pelarian para pecandu tempat-tempat hiburan serupa itu, tak mustahil mereka akan beralih ke tempat-tempat lebih mesum. Karena kabarnya, begitu akhir-akhir ini tempat-tempat mandi uap maupun klab malam banyak gulung tikar, serentak pula makin berkembang biak wts di jalanan maupun tempat-tempat resmi atau liar. Apalagi hingga sekarang belum pernah terbetik kabar adanya rencana Pemda DKI untuk membangun atau mendorong adanya tempat-tempat hiburan lebih sehat bagi orang dewasa. Ekor lain sebagai akibat pengurangan atau penutupan bertahap tempat-tempat hiburan itu adalah bakal berkurang sumher pendapatan DKI. Namun akan soal ini kabamya taklah begitu merisaukan pihak Pemda DKI. Lebih-lebih bila diingat, bahwa sejak 1 Desember tahun lalu bersama Dirjen Pajak. drs. Sutadi Sukarya, Gubernur Tjokropranolo telah menurunkan SK bersama. Yaitu ketentuan mengenai pungutan Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) terhadap bangunan perumahan/tempat tinggal yang di wilayah DKI dikenal dengan jehutan bangunan non komersil. Pungutan itu mulai dilakukan dalam tahun 1978 ini. Pungutan yang selama ini sudah dilaksanakan di DKI dan terkenal dengan nama Ireda hanya dikenakan terhadap (luas) tanah saja. Dengan adanya Ipeda itu berarti seorang warga DKI yang memiliki tanah dengan bangunan rumah di atasnya, mulai tahun ini diharuskan membayar Ireda dan juga Ipeda sekaligus. Tapi warga ibukota yang tergolong tak mampu, tak perlu khawatir akan adanya iuran baru itu. Sebab Ipeda hanya dikenakan bagi rumah-rumah yang sudah tergolong mewah, tidak (belum) bagi rumah-rumah penduduk non permanen. Malahan rumah-rumah permanen di sekitar jalan ekonomi, dan jalan protokol dikenakan Ipeda 25% lebih tinggi dibanding yang ada di sekitar jalan-jalan biasa (kampung). Untuk rumah yang terbilang mewah bahkan iuran itu lebih tinggi 50%. Tapi Gubernur Tjokroplanolo menolak seolah-olah SK tentang Ipeda itu dikeluarkan dalam rangka mencari tambahan dana bagi anggaran DKI sehubungan dengan penghapusan tempat-tempat hiburan. Kepada TEMPO Tjokropranolo mengungkapkan bahwa SK itu semata-mata memberlakukan ketentuan yang selama ini belum dilaksanakan. Dan memang ketentuan-ketentuan dalam SK tadi sebenarnya telah diterap kan di seluruh Indonesia sejak 1967, kecuali di Jakarta--karena alasan-alasan tertentu. Antara lain karena "pertumbuhan pembangunan di DKI belum seperti diharapkan." Dan sekarang, kata Gubernur DKI itu, "pembangunan di DKI sudah jauh lebih maju." Bagaimana kira-kira reaksi warga kota yang akan terkena ketentuan itu? "Saya sudah dapat menduga, yang banyak memprotes nantinya adalah orangorang kaya, yang memiliki rumah besar dan mewah," tutur Haji Satim, Lurah Mangga Dua Selatan Jakarta. Menurut Satim, tahun lalu seorang warganya merasa tak sanggup membayar Ireda sebanyak Rp 500.000. Ia minta dicicil. Hingga menurut dugaan Satim, tahun ini akan lebih banyak lagi warganya yang rewel seperti itu. Padahal di wilayahnya banyak terdapat rumah mewah. Bahkan kata Satim kesulitan sering dihadapinya juga ketika dilakukan pengukuran tanah. Bahkan kerap terjadi cekcok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus