Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalan Lain ke Estetika

27 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Handiwirman sosok yang irit bicara. Usianya belum genap 30 tahun, tapi lukisan-lukisannya dan obyek trimatranya adalah karya-karya yang melampaui mainstream seni rupa kita. Ia melukis, tapi obyek-obyek lukisannya seolah-olah benda yang teronggok: ada ketebalan, kedalaman, relief sendiri. Ya, Handiwirman bukan orang yang suka ramai, tapi ia mungkin sosok yang telah menaklukkan "keterbatasan" yang bisa ditawarkan sebuah kanvas.

Kepada Tempo, Handi memang mengaku terobsesi mengerjakan obyek-obyek tiga dimensi ke dalam (medium) dua dimensi. Tapi kita tahu, pencapaian seperti itu pencapaian orang yang sudah khatam dengan urusan teknik, skill. "Pada dasarnya saya sudah malas sekolah dan punya hobi nukang," kata Handi, bercerita tentang perjalanan seni rupanya. Perjalanan dari pemahamannya yang nol tentang seni, juga tentang keputusannya kuliah di ISI (Institut Seni Indonesia), Yogyakarta.

Ia menggambarkan dirinya waktu itu: mahasiswa kriya kayu yang sudah menyerah dalam mata kuliah mengukir, sebuah pelajaran wajib. "Saya tak memiliki skill untuk itu, dan tak tertarik mempelajari," tuturnya. Handi tertekan, tapi juga banyak belajar dari lingkungan jurusan-jurusan lain di ISI. Tiga tahun kuliah di ISI, ia menetapkan hatinya: pergi dari kampus itu, menceburkan diri ke dunia dua dimensi, lukisan dan trimatra. Ia kini bergabung dalam Kelompok Jendela, berkreasi bersama lima mahasiswa ISI asal Sumatera Barat.

Dan Handi, putra seorang guru agama yang dilahirkan di Bukittinggi pada 1975 itu, tak tertahan. Kritikus seni rupa Hendro Wiyanto memuji. Karya-karyanya, "Bisa membuat kemungkinan yang menjadikan karyanya tidak bisa dengan mudah dikategorikan sebagai craft atau lukisan," kata Hendro.

Handi bergerak terus, menyentuh hal-hal yang jauh, yang dalam, bahkan agak metafisikal. Ia bertanya, dan karya-karyanya sibuk mendekati, mengeksplorasi obyek-obyek: adakah rambut tetap menjadi rambut jika tak lagi di atas kepala? Handiwirman terus berkreasi, sekarang ia mencetuskan wacana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus