Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membayar Utang pada Alam

27 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam membangun, kita biasanya memusuhi alam. Pada sempitnya lahan, misalnya, kita mendirikan bangunan tanpa menyisakan pekarangan. Namun Adi Purnomo adalah arsitek yang berjabat tangan dengan lingkungan. Baginya, bahasa arsitektur tropis yang paling mendasar adalah bagaimana memanfaatkan cahaya matahari atau lembab udara. Lahan sempit metropolitan justru menantangnya untuk menciptakan ruang-ruang baru.

Di Rumah Cipete, orang yang lahir di Yogyakarta pada 1968 ini membuat angin dan cahaya matahari menghambur masuk ke ruang-ruang yang dibangun mengelilingi halaman. Ia masih juga membuat pekarangan rumput di atas atap. "Sementara pohon yang tumbuh di halaman dalam bisa menyejukkan ruang," ujar Mamo, begitu panggilannya.

Halaman di atas atap juga dibuatnya di Gereja Santa yang baru. Dari kisi atap, akan mengalir cahaya matahari dan udara sepanjang hari ke ruang misa utama. Adapun dinding mimbar—dengan celah udara di atasnya—dibangun rigid menahan bising jalan raya Senopati. Gereja baru ini "berhubungan" dengan gereja lama melalui sebuah tirai kaca. Di dalam gereja Mamo menyisakan lahan untuk sepetak kolam tanpa atap.

Di Rumah Ciganjur, lulusan arsitektur UGM ini menciptakan banyak bukaan, sehingga rumah itu bebas menyambut ruang luar. Seperti juga dalam rancangannya yang lain, Mamo juga membuat sumur resapan di situ. Demikianlah bangunan jadi mandiri mengolah limbahnya, sesuatu yang jarang dipikirkan arsitek lain.

Lelaki pendiam yang cenderung pemalu ini memperoleh penghargaan Arsitek Muda dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pada 2002. Rancangannya pernah pula ikut serta dalam pameran arsitektur internasional, antara lain di Van Allen Institute di New York. Tak segan ia mengatakan "tidak" kepada tawaran proyek yang tak sesuai dengan gagasannya.

Kesederhanaan begitu menyatu dengan fungsi dan keindahan dalam rancangan Mamo. Inilah kesederhanaan yang tampak begitu menonjol di tengah arus umum arsitektur yang dipenuhi kemewahan dan ketertiban yang dibuat-buat. Berjabat tangan dengan alam juga berarti menyediakan wadah sekaligus panduan bagi perilaku lingkungan setempat. Inilah cara untuk menghayati modernitas dengan mendalam sekaligus membayar utang pada alam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus