Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalur Tengah Merdeka Utara

Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri setelah sang Jenderal menjadi tersangka korupsi. Dikepung tekanan politik koalisi.

19 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo memilih rehat sebelum menutup drama pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jalan Merdeka Utara, Jumat pekan lalu. Dua jam sebelum mengumumkan keputusannya, Presiden meninggalkan Istana menuju Balai Kota DKI Jakarta.

Selain memeriksa giginya ke dokter Balai Pelayanan Kesehatan DKI, Jokowi bernostalgia di ruang kerja gubernur yang kini ditempati Basuki Tjahaja Purnama. Ia banyak tertawa mendengar penggantinya itu menjelaskan suasana baru di kantornya. "Sekarang ada burung murai batu dan anggrek," kata Basuki.

Tak ada pembicaraan serius sore itu. Ahok—panggilan Basuki—mengaku girang melihat Jokowi tertawa lepas di tengah sorotan publik atas pencalonan Budi Gunawan, yang pekan lalu ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Presiden seperti terlepas sejenak dari urusan rumit di Istana," tutur Basuki.

Selepas magrib, Presiden Joko Widodo kembali ke urusan yang berhari-hari membuatnya dalam posisi sulit. Ia mengumumkan keputusannya menunda pelantikan Budi Gunawan meski sehari sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pencalonan Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri itu.

Jokowi menunjuk Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kepala Polri. Sebab, Jenderal Sutarman telah diberhentikan bersamaan dengan pencalonan Budi Gunawan. "Berhubung Komisaris Jenderal Budi Gunawan sedang menjalani proses hukum, perlu menunda pengangkatannya," ujar Presiden. "Ditunda, bukan dibatalkan."

Menurut Jokowi, penundaan berlaku sampai proses hukum terhadap Budi Gunawan selesai di komisi antikorupsi. Budi menjadi tersangka penyuapan dan gratifikasi kurang dari sepekan setelah diajukan sebagai calon tunggal Kepala Polri ke Dewan. Jika terbukti, ia terancam hukuman maksimal seumur hidup.

Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Presiden memberikan kesempatan kepada KPK untuk mengusut tuntas perkara ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2001-2004 itu. Budi akan dilantik jika pengadilan membuktikan ia tak bersalah. Jika diputuskan sebaliknya, Komisi Kepolisian Nasional akan menyodorkan delapan nama jenderal bintang tiga yang sebelumnya direkomendasikan ke Presiden. "Mereka bisa menjadi pengganti," kata Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional.

Sebelum mengumumkan keputusan itu, Jokowi menggelar pertemuan singkat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Tedjo Edhy Purdijatno, Jenderal Sutarman, dan Badrodin Haiti. Jokowi juga memanggil Budi Gunawan. Ia menyampaikan keputusannya kepada mereka, termasuk meminta Budi bersabar.

« « « «

SETELAH Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan status tersangka Budi Gunawan, para petinggi partai koalisi pemerintah berkumpul pada malam harinya. Semula mereka akan bertemu di rumah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Megawati ternyata belum tiba dalam perjalanan pulang dari luar kota.

Ketua Umum NasDem Surya Paloh berinisiatif memindahkan tempat pertemuan ke restoran Tugu Kunstkring Paleis, tak jauh dari rumah Mega. Hadir di situ antara lain Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso. Megawati tiba setelah mereka selesai santap malam pada pukul 20.00.

Hadir pula Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai NasDem Rio Patrice, dan politikus PDI Perjuangan, Pramono Anung. Selain membahas status hukum Budi Gunawan, mereka membicarakan kelanjutan pencalonannya sebagai Kepala Polri. "Kami membahas polemik penetapan Mas BG sebagai tersangka," kata Sutiyoso.

Menurut Sutiyoso, Megawati mempertanyakan alasan komisi antikorupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Sebab, dugaan transaksi tak wajar di rekening sang Jenderal telah ditemukan pada 2010. Apalagi mantan Kepala Kepolisian Daerah Bali itu juga tak pernah diperiksa sebelumnya. Peserta pertemuan lain menuduh komisi antikorupsi ditunggangi kepentingan politik. "Kami tak bisa menjawab segala kemungkinan itu," ucap Sutiyoso.

Semua peserta pertemuan bersepakat proses pemilihan Budi Gunawan dilanjutkan di Dewan. "Karena prosesnya sudah dimulai, kami hormati itu," kata Sutiyoso. Pramono Anung ditunjuk sebagai ketua tim sukses Budi Gunawan dan diminta mengamankan keputusan itu ke fraksi-fraksi di Dewan. Seusai pertemuan, Pramono—yang menyebut Budi Gunawan sebagai "sahabat"—bergerak cepat.

Pertemuan malam itu, menurut politikus partai koalisi pemerintah, membuat dukungan untuk Budi Gunawan menjadi solid. Sebelumnya, tak semua partai peserta koalisi menyetujui pencalonan Budi Gunawan karena dianggap sebagai permintaan Megawati. "Budi dinilai diajukan Jokowi sesuai dengan selera Megawati," ujar politikus itu.

Bersama Inspektur Jenderal Syafruddin, kini Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Budi Gunawan berperan dalam "perjodohan" politik Jokowi-Jusuf Kalla. Orang-orang dekat Jusuf Kalla menuturkan, mereka getol menduetkan kedua tokoh sejak awal 2014. Syafruddin adalah ajudan Kalla ketika menjadi Wakil Presiden 2004-2009.

Adalah Budi Gunawan yang memperlancar lobi Kalla ke Megawati ketika Jokowi mencari pendamping menghadapi Prabowo Subianto, yang berpasangan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa. Kedua jenderal itu juga disebut-sebut terlibat dalam penyusunan visi-misi Jokowi. Soal ini, Syafruddin membantah. "Saya jenderal aktif, masak berpolitik?" katanya.

Politikus PDI Perjuangan menyebutkan Megawati mempertegas nama Budi Gunawan ketika bertemu dengan Jokowi pada Kamis malam dua pekan lalu. Mega mengajukan Budi dengan alasan mendengar Surya Paloh getol menyorongkan Badrodin Haiti. Padahal NasDem sudah menempatkan wakilnya di pos Jaksa Agung. Namun Surya membantah mengenal Badrodin.

Jokowi dengan cepat mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal. Ia bahkan tak melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, dua lembaga itu telah memberi tanda merah ketika Presiden meminta klarifikasi dalam penyusunan kabinet, Oktober tahun lalu. Budi ketika itu diplot menjadi calon Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

« « « «

MENERIMA surat pencalonan Budi Gunawan pada Jumat dua pekan lalu, Dewan segera memprosesnya dalam waktu singkat. Begitu surat Presiden dibacakan dalam rapat paripurna, Senin siang pekan lalu, sorenya Komisi Hukum DPR langsung menggelar rapat pleno. Mereka menyepakati uji kelayakan dilakukan sejak dua hari setelahnya.

Pada Selasa pekan lalu, mereka dijadwalkan mendatangi rumah Budi Gunawan di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Status Budi sebagai tersangka sempat menggoyahkan proses. Namun uji kelayakan di Komisi Hukum DPR berlangsung cepat dan lancar. Budi malah menggunakan forum ini untuk membersihkan namanya. "Kasus rekening gendut itu sudah selesai tahun 2010, clear," ucapnya.

Tanpa perdebatan dalam rapat yang tidak dihadiri anggota Fraksi Partai Demokrat, Komisi Hukum menyetujui pencalonan Budi Gunawan. Hasil ini dibawa ke rapat paripurna, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Kamis pekan lalu. "Inilah yang pertama kali rapat paripurna berlangsung adem-ayem. Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat bersatu," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Aziz Syamsuddin.

Politikus Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan Budi Gunawan dikenal lama bergaul dengan mayoritas politikus di DPR. Apalagi dengan Komisi Hukum DPR, yang selama ini menjadi mitra kerjanya. Ia selalu hadir di setiap rapat dengar pendapat dengan Kepala Polri.

Budi Gunawan bahkan disebut "Jenderal Penghubung" antara DPR dan Kepala Polri, baik pada era Jenderal Timur Pradopo maupun Sutarman. Ia tak hanya mengurusi materi diskusi, tapi juga presentasi. "Saya tahu persis bagaimana Pak Budi Gunawan berperan aktif di balik presentasi Polri di DPR," kata Bambang.

Karena seringnya Budi Gunawan melobi DPR, anggota Komisi Hukum DPR sudah bersiap menyokong ketika mereka mendengar isu Budi akan diajukan sebagai Kepala Polri. "Kami semua mendukungnya, termasuk dari Demokrat, yang kemarin tak hadir dalam uji kelayakan itu," ujar Bambang.

Bambang mengaku kenal Budi karena satu angkatan di Lembaga Ketahanan Nasional 2005. Budi saat itu baru perwira bintang satu. Mereka juga seangkatan dengan Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno, yang kini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Ketua Komisi Kepolisian Nasional.

Kedekatan hubungan itu bahkan membuat Dewan melewati proses yang dilakukan saat menyetujui pencalonan Sutarman pada 2013. Ketika itu, Komisi Hukum Dewan meminta klarifikasi dari komisi antikorupsi dan Pusat Pelaporan Transaksi, juga meminta masukan masyarakat dengan memasang iklan di media massa.

« « « «

SURAT persetujuan pencalonan Budi Gunawan diantar langsung Ketua DPR Setya Novanto ke Istana, hanya selang satu jam setelah rapat paripurna. Bagi Jokowi, surat itu sesungguhnya pisau bermata dua. Jika melantik Budi, ia akan berhadapan dengan KPK. Sebaliknya, kata Desmond J. Mahesa dari Partai Gerindra, "Kalau tidak melantik Budi Gunawan, kami akan galang pengajuan hak interpelasi."

Kamis pekan lalu, Jokowi mengosongkan hampir semua kegiatannya untuk mencari cara keluar dari dilema itu. Ia bertemu dengan sejumlah kalangan, termasuk ahli hukum tata negara. Jokowi bersama Jusuf Kalla juga bertemu dengan politikus, terutama petinggi koalisi pemerintah. Mereka membahas beberapa pilihan, yaitu tetap melantik Budi Gunawan, melantik tapi segera dinonaktifkan, atau tidak melantik sama sekali. Pilihan lain: menunda pelantikan hingga KPK menyelesaikan proses hukum kasus Budi Gunawan.

Pilihan-pilihan itu dibicarakan lagi dalam pertemuan petinggi partai di rumah Megawati, yang berlangsung pada Kamis malam hingga Jumat dinihari pekan lalu. Sebagian politikus, termasuk Megawati dan Surya Paloh, tetap mendesak Jokowi melantik Budi Gunawan. Desakan juga disampaikan langsung kepada Presiden.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebenarnya sudah menyiapkan surat penarikan pencalonan Budi Gunawan begitu sang Jenderal menjadi tersangka. Namun surat itu tak kunjung ditandatangani Jokowi. Sejumlah anggota staf juga berencana mundur jika Jokowi tetap melantik Budi Gunawan.

Pada akhirnya, setelah melihat peraturan, Jokowi dan timnya menyadari bahwa Jenderal Sutarman—yang baru pensiun pada Oktober 2015—telah diberhentikan ­bersamaan dengan pencalonan Budi. Maka, setelah diputuskan penundaan pelantikan Budi Gunawan, Badrotin Haiti ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas Kepala Polri. Pada Jumat pagi, Jokowi memanggil Sutarman, Badrodin, dan Budi Gunawan ke Istana.

Menurut Sutiyoso, dalam rapat Kamis malam itu, mayoritas pendapat adalah sesuai dengan pribadi dan partai masing-masing. Tak ada kesepakatan bersama yang menjadi sikap koalisi. Yang disepakati hanya satu: Jokowi mengambil jalan tengah yang tak mempermalukan diri sendiri, parlemen, dan koalisi.

Meski pelantikan Budi Gunawan ditunda, gerbong telah bergerak di Markas Besar Kepolisian. Komisaris Jenderal Suhardi Alius digeser dari Kepala Badan Reserse Kriminal dan ditempatkan di Lembaga Ketahanan Nasional. Ia digantikan Inspektur Jenderal Budi Waseso, satu-satunya perwira tinggi yang mendampingi Budi Gunawan ketika menjalani uji kelayakan di Dewan.

Agustina Widiarsi, Ananda Teresia, Ira Sufa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus