Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jamal al-Banna: "Ikhwan Selalu Ditindas Pemerintah"

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Syari' Jaish (Jalan Tentara), yang terletak di Abbassiyyah, Kairo, terlihat hiruk-pikuk seperti biasanya. Di sebelah kanan dan kiri jalan, terlihat bangunan tua dan bioskop di sana-sini. Siapa mengira bahwa di kawasan inilah Dr. Jamal al-Banna menetap. Jamal al-Banna adalah adik kandung Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. Di rumah itu pula, Hasan al-Banna pernah berkantor saat ia masih aktif memimpin jamaah Ikhwanul Muslimin. Hasan al-Banna lahir pada 1906 dan mendirikan Ikhwanul Muslimin pada 1928, saat masih berusia 22 tahun. Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin identik dengan gerakan radikal Islam, eksklusif, yang mengembangkan konfrontasi terhadap dunia di luar Islam. Tapi, menurut Jamal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. "Syaikh Hasan al-Banna tidaklah keras seperti yang dianggap oleh publik," ujar Jamal. Meski Jamal sangat dekat dengan abangnya, Hasan al-Banna, ia mengaku berseberangan dengan beberapa pemikiran Ikhwan. Jamal al-Banna lahir pada 1920 di Kota Mahmudiyya, Provinsi el-Bakhira. Jamal adalah putra bungsu Syaikh Abdurrahman al-Banna, seorang ulama Al Azhar. Ia adalah seorang doktor lulusan Jami'ah Qahirah (Universitas Kairo). Jamal lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai guru dan sebagai dai, kemudian lebih berkonsentrasi sebagai pemikir dan penulis. Kebanyakan bukunya diterbitkan sendiri. Saat koresponden TEMPO di Kairo, Zuhaid el-Qudsy, menemuinya, Jamal tengah membaca di perpustakaannya yang luas. Sembari menikmati hidangan teh pada suatu sore, Jamal al-Banna menjawab semua pertanyaan TEMPO tentang Ikhwanul Muslimin dan pemikirannya tentang Islam. Berikut petikannya.
Bisa Anda ceritakan kedekatan Anda dengan Syaikh Hasan al-Banna ? Saya adalah anak bungsu dari keluarga Abdurrahman al-Banna. Perbedaan usia saya dengan Syaikh Hasan al-Banna kurang-lebih 14 tahun. Ketika saya duduk di kelas satu Ibtidaiyyah di Ismailiyyah, beliaulah yang menjadi guru saya, baik di rumah maupun di sekolah. Masa-masa itu sangat terkesan dalam hati saya. Orang melihat Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan militan. Bagaimana dengan Hasan al-Banna? Bagi saya, Syaikh Hasan al-Banna tidaklah keras seperti yang dianggap oleh publik. Ia adalah seseorang yang mempunyai pandangan inklusif dan egaliter, sekalipun beliau yang menjadi peletak dasar sekaligus otak organisasi Ikhwan. Ia adalah orang yang sangat cerdas. Bayangkan, dalam umur yang begitu muda sudah hafal Quran dan Hadis. Kaidah penting Ikhwan—yaitu "Nata'awanu fima ittafaqna, wa natruku fima ikhtalafna" (kita saling bekerja sama atas apa yang telah kita sepakati, dan meninggalkan apa yang menjadi perbedaan di antara kita)—adalah hasil pemikiran beliau yang luwes dan inklusif, setelah melihat kenyataan bahwa ikhtilaf (perdebatan) dalam masalah fikih terus terjadi, sementara rakyat tertekan akibat imperialisme Barat. Bagaimana pandangan Anda tentang Ikhwanul Muslimin? Harus diakui, Ikhwanul Muslimin adalah gerakan dakwah yang besar. Ikhwan bukan seperti gerakan dakwah lain. Dalam memahami agama, Ikhwan tidak setengah-setengah. Dalam pandangan mereka, Islam adalah syamil (lengkap). Islam adalah agama sekaligus juga negara, ibadah dan jihad, syariah yang mengatur kehidupan manusia di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, ataupun politik. Tak mengherankan bila anggota Ikhwan hingga sekarang terus bertambah dan tak pernah mengalami kemandekan. Ikhwanul Muslimin bergerak di berbagai lini. Bukan berarti Ikhwan tanpa masalah. Sebagai oposisi, Ikhwan selalu ditindas pemerintah. Namun, karena Ikhwan memiliki jaringan yang kuat dan dukungan penuh dari masyarakat, pemerintah tak mampu menghentikan laju Ikhwan. Sekalipun Ikhwan merupakan organisasi besar, ia juga punya kekurangan. Kelemahan Ikhwan adalah perubahan arah gerakan dari inklusif menjadi eksklusif, bahkan cenderung ekstrem, meski hal itu akibat besarnya represi pemerintah. Sejak kapan Ikhwan berubah dari inklusif menjadi eksklusif dan apa penyebabnya? Perubahan itu setelah meninggalnya Syaikh Hasan al-Banna. Tepatnya ketika Sayyed Qutb kembali dari AS dan menjadi pemikir gerakan Ikhwanul Muslimin pada 1952. Tapi, sebelum masuk Ikhwan pun, Sayyed Qutb dikenal keras mengkritik pemerintah. Beberapa pakar mengatakan, Sayyed Qutb-lah yang memiliki andil besar dalam konflik Ikhwan dengan pemerintah. Padahal hal itu tidak benar. Ikhwan bersikap keras terhadap pemerintahan Mesir ketika itu, di antaranya karena pengkhianatan pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasser setelah berhasil melakukan revolusi dan mengganti penguasa korup dan bobrok. Tanpa bantuan Ikhwan, revolusi mungkin tak berhasil. Tetapi, setelah berhasil, terjadilah perbedaan pemikiran yang mencolok antara Nasser dan Ikhwan yang diwakili Sayyed Qutb, sehingga muncul pertentangan dan bentrok fisik antara anggota Ikhwan dan pihak keamanan. Sejak itulah pemerintah menindas: dari pembubaran Ikhwan, penangkapan, penyiksaan, pemenjaraan, hingga hukuman mati. Ikhwan dianggap sebagai gerakan Islam fundamentalis yang membahayakan negara. Bagaimana Ikhwanul Muslimin, yang cenderung eksklusif, berhadapan dengan kemajemukan partai politik di Mesir yang berarti mau tak mau harus bekerja sama dengan partai lain? Saya yakin tidak ada masalah mengingat Ikhwan dengan kaidahnya, Nata'awanu fima ittafaqna, wa natruku fima ikhtalafna, bisa beradaptasi dengan kemajemukan partai di Mesir, termasuk bekerja sama dengan partai lain. Bagaimana Ikhwanul menghadapi pluralitas masyarakat Mesir? Anggota Ikhwan dibimbing dan diarahkan sehingga siap dalam menghadapi pluralitas. Menurut Anda, bagaimana pandangan Islam tentang pluralitas? Banyak orang mengira bahwa, dalam masyarakat Islam yang bertauhid, tidak ada nidhom (hukum) lain kecuali hukum Quran. Pandangan seperti ini salah. Sebab, ketauhidan (keesaan) hanyalah milik Allah. Katakan Allah Mahakuasa. Maka, itu berarti hanya Dia yang berkuasa atas segalanya. Jika tidak demikian, dianggap syirik. Apa yang ditempuh pemikir Islam, misalnya al-Maududi ataupun Sayyed Qutb, yang menyatakan bahwa membentuk masyarakat Islam harus dengan visi dan tujuan yang sama, termasuk salah satunya lewat hizb (partai) yang sama, yaitu partai Islam, menurut saya itu salah. Kenapa? Karena Allah memberikan kebebasan bagi manusia dalam beragama, seperti yang difirmankan dalam Quran, "Wa law sya-a rubbuka laja'ala an-nasa ummatan wahidah" (jika seandainya Tuhanmu menghendaki, maka sungguh akan dijadikan manusia umat yang satu). Tapi ternyata kan tidak. Makanya, Islam mengakui pluralisme. Jika diakui, harus ada sikap saling menghargai. Kita tak bisa datang ke orang Nasrani dan mengatakan kita lebih baik, surga buat orang Islam dan neraka buat orang kafir, Nasrani, dan Yahudi. Kok, berani sekali kita berbicara semacam itu. Apakah kita yang mempunyai kunci surga atau neraka sehingga bisa memasukkan dan mengeluarkan siapa yang kita ingini? Itu kan urusan Tuhan. Tak pantas kita mencampuri. Itulah permasalahan riil dakwah kita. Lalu, bagaimana menghadapi orang yang mempunyai paham seperti itu? Yang pertama kali kita lakukan adalah membuka pikiran dan wacana mereka. Harus ada dialog persuasif. Menurut Anda, bagaimana arti oposisi dalam Islam? Sikap oposisi sebenarnya manifestasi tugas seorang muslim, yaitu amar makruf nahi mungkar (menganjurkan yang baik, menjauhi yang buruk), tanpa memandang siapa obyeknya. Kepada penguasa yang zalim, juga dilakukan amar makruf nahi mungkar. Itulah jihad. Hal itu kan yang menyebabkan Ikhwanul Muslimin dimusuhi? Ya, itulah perjuangan. Jangan pernah mengenal kata menyerah. Kalau pemerintah membubarkan partai, dirikan lagi partai baru. Atau, beralih ke bidang lain. Pokoknya terus berjuang dan berjuang. Masalahnya, pasti ada orang yang tergesa-tergesa. Memangnya mengubah masyarakat hanya membutuhkan empat-lima tahun? Ma yanfas (tidak mungkin)! Bagaimana pendapat Anda tentang upaya berlakunya hukum syariah? Diberlakukannya hukum syariah tidak lepas dari rakyat. Kita tidak bisa memberlakukannya begitu saja, tanpa ada keinginan dari rakyat. Bukan dari level atas kita berjuang, seperti halnya Ikhwan, melainkan dari rakyat. Tanpa dukungan dari masyarakat, hukum syariah itu bukan apa-apa. Apa pandangan Anda tentang salah satu prinsip Ikhwanul, semisal al-Isalamu dinun wa daulat, ibadatun wa jihad (Islam adalah agama dan negara, memperjuangkan keduanya sebagai ibadah atau jihad)? Terus terang saja, saya berbeda dengan Ikhwan tentang ini. Saya cenderung ke al-Islamu dinun wal ummat (agama itu untuk umat). Sebab, al-Islamu dinun wa daulat lebih berorientasi pada kekuasaan ketimbang pada umat. Sedangkan al-Islamu dinun wal ummat adalah manifestasi demokrasi, karena semuanya di tangan rakyat, termasuk soal naiknya wanita sebagai pemimpin, yang mencuat beberapa waktu lalu. Bagaimana pendapat Anda tentang wanita memimpin negara? Sah saja wanita menduduki pos penting dalam pemerintahan, bahkan presiden sekalipun, selama wanita itu memiliki kelebihan dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik. Saya terkejut ketika mendapati kasus Dr. Nawal Sa'dawy dan Dr. Nasr Abu Zeid. Itu adalah pembelengguan kebebasan, terutama kebebasan berpikir. Apa yang telah diputuskan oleh Mufti Jumhurriya, Dr. Faridh Wasil, sangat memalukan Islam sebagai agama yang sangat menghormati kebebasan, khususnya kebebasan berpikir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus