Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jaringan Sakti Raja Menara

Tersohor sebagai juragan tower di kalangan pebisnis telekomunikasi, Sakti Wahyu Trenggono juga lincah di kancah politik.

17 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memulai bisnis penyewaan menara base transceiver station pada 2001, awalnya Sakti Wahyu Trenggono tak banyak diperhitungkan. "Waktu itu tak ada orang yang antusias dan bilang, 'Wah, hebat'," katanya saat ditemui di kantornya di Jalan M.T. Haryono, Jakarta, Kamis dua pekan lalu.

Penciuman bisnis Trenggono terbukti jitu. Ia mengubah arah usahanya. Semula, PT Solusindo Kreasi Pratama—didirikannya bersama Abdul Satar dan Abdul Erwin—bergerak di bidang usaha penjualan perangkat telekomunikasi. Trenggono beralih fokus dengan mendirikan PT Indonesian Tower.

Dia bercerita, semua tampak mulai bersinar sewaktu mereka melakukan penawaran saham perdana (IPO) ke publik delapan tahun kemudian. Nilai perusahaannya melejit menjadi US$ 1,5 miliar atau kurang-lebih Rp 18 triliun. Lalu, pada 2012, menurut dia, valuasi usahanya berlipat jadi US$ 3 miliar, setelah ia mengambil alih 2.500 tower dari PT Indosat.

Lompatan prestasi di ladang bisnis itu terjadi seiring dengan meluasnya penjelajahan Trenggono di kancah politik. Pada Januari 2010, ia bergabung dengan Partai Amanat Nasional sebagai bendahara, pada saat Hatta Rajasa menakhodai partai biru berlambang matahari itu. Namanya pun mulai dikaitkan dengan Hatta, yang juga menjabat Menteri Koordinator Perekonomian.

Trenggono makin sering disebut dalam proyek berbasis tower yang ada di PT Telkom Tbk. Salah satu yang santer terdengar adalah rencana penjualan anak usaha Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), kepada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Bukan kebetulan, karena Tower Bersama kemudian menjadi induk dari perusahaan milik Trenggono, setelah keduanya melakukan merger pada 2010.

Beberapa praktisi telekomunikasi dan pejabat pemerintah bahkan mengatakan Trenggono tak sekadar berbisnis dengan perusahaan pelat merah ini. "Dia bisa mengatur pejabat Telkom," kata seorang petinggi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Salah satu yang disebut dijagokannya adalah Arief Yahya, yang sukses duduk di posisi nomor satu di Telkom pada 2012. Lagi-lagi, ihwal penempatan Arief itu, nama Hatta ikut disebut sebagai pihak yang turut menyokongnya.

Cerita itu disangkal Hatta. Kepada Tempo, Kamis malam pekan lalu, mantan calon wakil presiden pasangan Prabowo Subianto itu mengatakan ia sama sekali tak ada hubungannya apalagi disebut ikut mendorong pencalonan Arief Yahya sebagai direktur utama di PT Telkom. "Apa hubungannya dengan saya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian? Silakan tanya kepada Menteri BUMN, apakah saya ikut mengusulkan Arief Yahya," ujarnya.

l l l

Lama dikabarkan sebagai orang dekat Hatta Rajasa, masuknya nama Sakti Wahyu Trenggono ke jajaran tim sukses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden Juli lalu dianggap mengejutkan dan sempat jadi bahan gunjingan. Sebab, bukan hanya sebagai penggembira, peran pria 52 tahun ini terhitung strategis di kubu yang jadi lawan partai tempat ia pernah menjabat sebagai bendahara itu.

Dia banyak mengurus masalah logistik dan pendanaan dalam tim sukses. Bahkan, setelah Jokowi-Kalla terpilih, kiprah Trenggono masih berlanjut melalui posisinya di Tim Transisi. Di sana, ia kembali mendapat peran penting dengan memimpin satuan tugas khusus bersama putra Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yakni Prananda Prabowo. "Tugas saya mengatur blusukan selama masa transisi: daerah mana saja yang harus dikunjungi dan apa masalahnya," kata Trenggono.

Seperti halnya ketika dia masih bersama Hatta, di kapal baru ini kesaktian dan pengaruh jaringan Trenggono maksimal bekerja. Di sini ada Rini Soemarno, rekannya seangkatan saat berkarier di Astra. Jauh sebelum berbisnis di bidang telekomunikasi, Trenggono adalah karyawan di Federal Motor, sekarang Astra Honda Motor.

Selama enam tahun, alumnus Universitas Bina Nusantara itu membenahi sistem teknologi informasi, manufaktur, distribusi, dan strategi korporat. Hubungan dengan Astra itu pula yang membantunya pada waktu ia memutuskan bergabung dengan PT Tower Bersama, yang salah satu pemiliknya adalah Edwin Soeryadjaya, putra pendiri PT Astra.

Kedekatannya dengan Rini dan beberapa figur di ring satu PDI Perjuangan juga membuat Trenggono kembali disebut-sebut sukses menempatkan Arief Yahya, kali ini di kabinet Jokowi-Kalla. Tentang hal ini, Trenggono tak menyangkalnya. "Ada enggak sih mantan Direktur Utama Telkom yang jadi menteri selama ini? Pasti kan ada persaingan di situ. Pasti ada ukuran-ukuran empiris yang dibaca: dia punya kemampuan apa, kan bisa kelihatan," ujarnya. "Terus, sekarang saya tidak boleh meng-endorse orang? Bagaimana kalau orangnya bagus? Terbukti dalam dua tahun bisa meningkatkan value Telkom. Pasti dia bekerja bener, dong. Terus, saya enggak boleh?"

Adapun Arief sama sekali tak mau memberi keterangan menyangkut hubungannya dengan Trenggono. "Saya boleh menjawab dengan 'no comment', ya?" katanya.

Para personel yang sebelumnya aktif bersama Trenggono di Tim Transisi Jokowi-JK pun seperti menghindar saat ditanya mengenai sepak terjang rekan mereka itu. Beberapa di antaranya hanya mau bercerita dan memberi informasi, tapi menolak namanya disebut. Pesan yang dikirim kepada Akbar Faizal, salah satu deputi di tim itu, sama sekali tak berbalas. Anehnya, pesan WhatsApp itu bahkan kembali lagi ke awak Tempo melalui nomor telepon Trenggono, yang mengaku dikirimi pesan tersebut oleh Akbar.

Sedikit penjelasan memang sempat diberikan Andi Widjajanto, yang pada saat itu menjabat Deputi Kantor Transisi Jokowi-JK, kepada wartawan yang dulu mewawancarainya di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat. Dia mengatakan, sejak mula, Trenggono tercatat sebagai juru kampanye mereka yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum. "Dia memang dekat dengan Pak Hatta Rajasa, tapi lebih karena sesama alumnus ITB," ujarnya.

Hatta mengaku mengenal Trenggono setelah salah seorang anak buahnya di Partai Amanat Nasional membawa dan memperkenalkannya sambil mengatakan pengusaha tower itu bisa membantu partainya. "Kami kan terbuka dan berprasangka baik saja," kata Hatta. "Tapi kemudian dia memilih di seberang sana sewaktu pemilihan presiden."

Namun Hatta membantah anggapan atau klaim yang mengatakan Trenggono sudah lama dekat dengan dia. "Sama sekali bukan kawan lama seperti disebutkan itu," ujarnya. "Di ITB juga bukan." Trenggono memang bukan lulusan S-1 dari Institut Teknologi Bandung, melainkan alumnus program master untuk kuliah manajemen bisnis. "Ada banyak distorsi informasi yang berkembang dan mengaitkan nama saya. Ini sangat merugikan."

Y. Tomi Aryanto, Bernadette Christina, Martha Thertina


Sakti Wahyu Trenggono
Tempat dan tanggal lahir: Semarang, 3 November 1962 Pendidikan: S-1 Manajemen Informatika Universitas Bina Nusantara, S-2 Teknik Industri Universitas Indonesia, S-2 Manajemen Bisnis Institut Teknologi Bandung Karier profesional: Federal Motor (sekarang Astra Honda Motor), Inkud, 1995-1998. Bersama Abdul Satar dan Abdul Erwin mendirikan PT Solusindo Kreasi Pratama (SKP), 1999. Pada 2001, SKP mengganti konsentrasi usahanya dari penjualan perangkat telekomunikasi ke penyewaan menara telekomunikasi melalui PT Indonesian Tower. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi. Presiden Direktur Indonesian Tower. Sampai 2008, Indonesian Tower sudah memiliki 1.600 menara. Pada 2010, Indonesian Tower bermerger ke PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Karier politik: Bendahara Partai Amanat Nasional. Menjadi anggota tim sukses Jokowi-Kalla dalam Pemilihan Umum Presiden 2014, yang mengurusi logistik dan pendanaan bersama Rini Soemarno. Setelah Jokowi-Kalla menang, ia masuk Tim Transisi dalam satuan tugas khusus bersama putra Megawati Soekarnoputri, Prananda Prabowo.

Evan (PDAT)/Diolah dari Berbagai Sumber

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus