Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Karpet Merah Tim Sukses Jokowi

Transaksi alih-tukar saham Mitratel, anak usaha Telkom, dengan perusahaan terafiliasi Wahyu Sakti Trenggono, anggota tim sukses Presiden Joko Widodo, dipersoalkan. Arief Yahya dituding ikut memuluskan.

17 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT yang digelar di lantai lima Graha Merah Putih, kantor PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Jakarta, pada Rabu pertama Agustus lalu dihadiri seluruh jajaran komisaris. Hanya satu agenda yang akan dibahas, yaitu persetujuan atas rencana aksi korporasi alih-tukar saham (share swap) Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), perusahaan tower milik Telkom, dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Rencananya, hasil rapat berupa persetujuan dewan komisaris itu disampaikan lewat surat ke Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Seorang pejabat yang mengetahui pertemuan itu mengatakan surat persetujuan telah selesai dibuat dan diteken Komisaris Utama Telkom Jusman Syafii Djamal dan Imam Apriyanto Putro. "Selanjutnya akan dimintakan persetujuan anggota komisaris yang lain," katanya.

Namun "kegaduhan" terjadi saat rapat komisaris itu berlangsung. Secara terbuka, Komisaris Independen Virano Gazi Nasution menolak meneken persetujuan meski semua koleganya sudah membubuhkan tanda tangan. Menurut pejabat tadi, Jusman sempat berusaha meyakinkan, tapi tetap ditolak Virano. "Akhirnya, Jusman merobek surat persetujuan itu," ujar pejabat tersebut.

Dalam surat bernomor …/SRT/DK/2014 dan tanggalnya tertulis …Agustus 2014, yang salinannya diperoleh Tempo, secara jelas Jusman memang memberi lampu hijau terhadap aksi korporasi share swap saham Mitratel antara PT Telkom dan TBIG. Secara tegas disebutkan bahwa alih-tukar saham itu merupakan pilihan terbaik untuk Telkom.

Jusman membenarkan pembatalan surat tersebut. Dia menilai hal itu sebagai peristiwa biasa dan rasional. Namun mantan Menteri Perhubungan itu menampik ada adegan merobek surat. "Tidak ada itu," ujarnya Kamis pekan lalu. Sebaliknya, Virano memilih tidak berkomentar. "No comment soal itu," katanya.

Namun, meski belum ada restu komisaris, secara mendadak manajemen Telkom dan TBIG mengumumkan aksi korporasi alih-tukar saham Mitratel senilai Rp 7-9 triliun itu pada 10 Oktober lalu. Selama ini, rencana pelepasan Mitratel tertunda-tunda. Selain diprotes salah satu komisaris, aksi korporasi ini ditentang Dewan Perwakilan Rakyat.

Pelaksana Tugas Direktur Utama Telkom Indra Utoyo mengatakan eksekusi perjanjian merujuk pada surat Kementerian BUMN sehari sebelum perjanjian diteken. Isi suratnya, aksi korporasi berupa penawaran saham perdana (IPO) dan sejenisnya merupakan kewenangan direksi. Indra menafsirkan tukar guling Mitratel dengan TBIG sesuai dengan restu Kementerian BUMN. "Begitu ada surat itu, langsung kami eksekusi," ujarnya. "Bagi Telkom, semakin ditunda semakin rugi."

Pengumuman itu memicu surat protes dari pesaing TBIG, yaitu PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT Solusi Tunas Pratama (STP). TBIG dan dua perusahaan itu sama-sama diundang Telkom dalam tender divestasi Mitratel pada Maret 2013.

Direktur Utama Protelindo Adam Gifari mengatakan kebijakan Telkom perlu dipertanyakan. "Sejak tender, maunya Telkom tidak jelas," ucapnya Rabu pekan lalu. Direktur Utama STP Nobel Tanihaha mengirim surat protes yang sama.

Solusi Tunas Pratama, yang memenangi tender 3.500 tower milik XL Axiata senilai Rp 5,6 triliun pada September lalu, mengklaim mampu membeli Mitratel dengan harga pantas. "Kami berada pada posisi yang lebih baik dibanding penawaran TBIG," kata Nobel dalam suratnya kepada Telkom.

l l l

PELEPASAN Mitratel merupakan bagian dari rencana besar melepas semua aset tower di bawah Grup Telkom. Proyek ini dinamai Project Blossom dan digodok bersama Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile), pemilik 35 persen saham Telkomsel sejak Mei 2010. SingTel perlu dilibatkan karena menara terbesar Telkom berasal dari Telkomsel.

Saat ini, jumlah tower Telkom sekitar 18 ribu unit, yang terdiri atas 14 ribu milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan 4.000 milik Mitratel. Jumlah ini paling besar dibandingkan dengan perusahaan tower raksasa: TBIG (10 ribu tower) dan Protelindo (12 ribu).

Hasil diskusi Telkom dan SingTel, kedua perusahaan sepakat melepas semua tower dengan syarat bukan kepada pesaing Telkom, Telkomsel, dan Mitratel. Operator telekomunikasi seperti Indosat dan XL Axiata dimasukkan ke daftar kompetitor; begitu juga operator menara pesaing Mitratel.

Namun ada satu perusahaan penyewaan tower yang dikecualikan sebagai kompetitor, yaitu PT Solusindo Kreasi Pratama, milik Sakti Wahyu Trenggono. Trenggono merupakan pionir dalam bisnis penyewaan stasiun pemancar telekomunikasi (BTS) di Indonesia sejak 2002.

Seorang pejabat di Telkom mengatakan pengecualian Solusindo Kreasi Pratama janggal karena perusahaan yang memiliki 1.500 menara itu bukan anak usaha atau tidak terafiliasi dengan bisnis Telkom. Pengecualian mengisyaratkan Solusindo mendapat keistimewaan.

Indra Utoyo membenarkan adanya diskusi Project Blossom. Menurut dia, pengecualian terhadap Solusindo itu karena ada rencana membeli perusahaan milik Trenggono ini tapi ditolak komisaris. Indra mengakui rencana mengakuisisi perseroan tower berkebalikan dengan kebijakan saat ini yang justru ingin melepas tower ke swasta. "Kami masih belajar waktu itu," katanya.

Toh, rencana pelepasan tower milik Grup Telkom jalan terus. Mitratel terpilih untuk dilepas lebih dulu ketimbang menara Telkomsel—karena masih harus bernegosiasi dengan SingTel. Pelepasan Mitratel lebih mudah karena 100 persen milik Telkom. Skenario pelepasan anak usaha yang berdiri pada 1995 itu direncanakan lewat IPO.

Namun rencana menjadi perusahaan terbuka redup setelah Rinaldi Firmansyah berhenti menjadi Direktur Utama Telkom, digantikan Arief Yahya. PT Barclays Capital Securities Indonesia, yang ditunjuk Telkom sebagai penasihat keuangan, lebih mengusulkan skenario alih-tukar saham Mitratel dengan saham perusahaan bisnis tower yang sudah melantai di bursa (share swap).

Barclays mengusulkan pelepasan saham Mitratel sebesar 49 persen ke perusahaan tower terbuka. Saham itu ditukar dengan sejumlah saham perusahaan tower tersebut. Skema kerja sama itu digambarkan dalam bentuk bagan berpanah.

Direksi Telkom mulai tertarik pada opsi terbaru ini. Selanjutnya, Telkom menimbang calon mitra strategis yang dinilai paling "sehat", yaitu TBIG, Protelindo, dan STP. Tiga perusahaan ini lalu diminta mengajukan penawaran.

TBIG merupakan gabungan dari 15 perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi. Sejumlah nama penting di dunia bisnis tercatat memiliki saham di grup itu, antara lain Edwin Soeryadjaya, Sandiaga Salahuddin Uno, dan Sakti Wahyu Trenggono—setelah perusahaannya, Solusindo Kreasi Pratama, diakuisisi TBIG pada 2010. Sosok Trenggono menjadi spesial karena tercatat sebagai Bendahara Umum Partai Amanat Nasional yang "menyeberang" menjadi anggota tim sukses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (lihat "Jaringan Sakti Raja Menara").

Pada 2011, TBIG mengakuisisi 2.500 menara PT Indosat Tbk senilai total US$ 406 juta dengan skema tukar guling. Adapun Protelindo merupakan anak usaha PT Sarana Menara Nusantara, perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Djarum.

Telkom meminta ketiga perusahaan mengusulkan penawaran terbaik setelah melakukan uji tuntas (due diligence) pada April-Juni 2013. Direktur Utama Protelindo Adam Gifari mengatakan permintaan Telkom tidak bersifat spesifik apakah akan menjual putus Mitratel atau alih-tukar saham. Akhirnya, Adam memilih mempresentasikan kesehatan perusahaannya. Hal yang sama dilakukan STP.

Anehnya, dalam presentasi TBIG, terdapat slide berisi skema yang ditawarkan TBIG. Isinya persis sama dengan presentasi Barclays, yaitu tukar guling saham 49 persen Mitratel. "Kami setuju dengan konsep kerja sama yang direncanakan Telkom," begitu kalimat tim TBIG dalam presentasinya.

Seorang pejabat tinggi di Telkom mengatakan gambar struktur kerja sama usulan TBIG yang persis sama bukan peristiwa kebetulan. Pejabat ini mencium adanya ketidakberimbangan informasi kepada ketiga calon mitra. "Ini mengisyaratkan TBIG memang mendapat keistimewaan."

Bocornya informasi skema tersebut diduga berasal dari Agung Prabowo, Managing Director PT Barclays Capital Securities Indonesia. Barclays menjadi penasihat Telkom dalam divestasi Mitratel. Sebelum bekerja di Barclays, Agung bekerja di UBS Investment Bank Indonesia sebagai penasihat untuk TBIG. Agung menampik ada skenario bocornya informasi itu. "Saya tidak mengerjakan divestasi Mitratel," katanya.

Tower Bersama akhirnya disebut sebagai pemenang tender. Namun tukar guling saham Mitratel mendapat penolakan Komisi Badan Usaha Milik Negara DPR. Penolakan juga datang dari Menteri Koordinator Perekonomian waktu itu, Hatta Rajasa. "Kalau Menko setuju, pasti sudah terlaksana," ujarnya.

Mendapat respons keras, Telkom menghentikan proses divestasi Mitratel. Opsi divestasi dibuka lagi pada Maret lalu. Dalam rapat gabungan antara komisaris dan direksi pada Juni lalu, Arief Yahya ngotot menggelar inbreng ketimbang IPO. Alasannya: "Dengan tukar guling valuasi Mitratel mencapai Rp 9,8 triliun. Sedangkan IPO hanya Rp 7,9-8,6 triliun," begitu isi dokumen hasil rapat gabungan yang diperoleh Tempo.

Adapun dewan komisaris mengingatkan agar pelepasan Mitratel menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta kajian hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. "Tanpa audit, (transaksi ini) dapat bermasalah di kemudian hari," begitu catatan dewan komisaris.

Arief ngotot dan menyodorkan surat kepada dewan komisaris, meminta restu untuk menandatangani kerja sama sementara (conditional share exchange agreement) dengan TBIG. Perjanjian ini bukan final, tapi untuk mengikat harga. Arief, yang saat ini menjabat Menteri Pariwisata, enggan menjelaskan suratnya tersebut. Ia hanya menjawab singkat. "Itu aksi korporasi," katanya kepada Iqbal Muhtarom dari Tempo.

l l l

Terpilihnya Tower Bersama tidak lepas dari peran Trenggono dan Arief Yahya. Kedekatan Trenggono dengan tokoh politik membuat dia "berpengaruh" di Telkom. Ia disebut-sebut mendukung Arief Yahya sebagai Direktur Utama Telkom. Sejak Arief menduduki kursi nomor satu di Telkom, proyek pembangunan menara dari Telkomsel kepada TBIG terus menanjak saban tahun (lihat infografis).

Trenggono mengaku bakal dituding di balik aksi tukar guling Mitratel. Saat diwawancarai Tempo, ia menunjukkan "pengaruhnya" di Telkom. Ia mengetahui pada waktu yang bersamaan direksi Telkom mendatangi kantor redaksi Tempo pada Kamis dua pekan lalu. Trenggono mengklaim kedatangan direksi Telkom atas perintahnya.

Mantan Bendahara Partai Amanat Nasional ini meminta direksi Telkom menjelaskan bahwa tukar guling saham Mitratel merupakan opsi terbaik karena fundamental TBIG jauh lebih kinclong ketimbang Protelindo dan STP. "Tidak ada hanky panky," katanya.

Herman Setya Budi, Direktur Utama TBIG, menampik tudingan bahwa kemenangan perseroannya berkat lobi Trenggono. Menurut dia, TBIG dipilih karena menawarkan skema saling menguntungkan. Ia mengklaim keuntungan ini sudah dikupas oleh banyak analis lokal dan internasional. "Tidak ada kaitannya dengan Trenggono," ujarnya.

Namun Virano mementahkan hitungan Tower Bersama. Dalam suratnya kepada Komisaris Utama Telkom, komisaris independen ini berpendapat, jika usul transaksi itu dilaksanakan, pada saat penutupan transaksi alih-tukar tersebut, pemegang saham dan negara dirugikan minimal Rp 6 triliun. "Bahkan, melihat nilai perusahaan ke depan, potensi kerugian bisa mencapai Rp 50 triliun."

Bola panas kini di tangan BPKP dan Kejaksaan Agung. Dua lembaga itulah yang akan menentukan apakah alih-tukar saham ini jalan terus atau batal.

Akbar Tri Kurniawan, Bernadette Christina Munthe, Setri Yasra, Y. Tomi Aryanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus