Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejaring Ahli Tata Buku

Jaringan lobi Hadi Poernomo kuat dan luas. Kariernya pernah mandek 23 tahun.

21 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA usia senja, Moelyono masih mengingat muridnya di Sekolah Menengah Atas Ne geri 1 Kediri, Jawa Timur, hampir setengah abad silam. Sang murid adalah Hadi Poernomo, anak Sekretaris Karesidenan Kediri. ”Ia tak populer,” kata Moelyono, 75 tahun, akhir bulan lalu. Tapi Hadi menonjol untuk aljabar dan ilmu pasti mata pelajaran yang diajarkan Moel yono. ”Dia juga pintar ilmu tata buku.”

Setelah lulus SMA, Hadi bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Ia juga mengambil kursus bon A dan bon B program pendidikan persiapan akuntan. Pada 1973, lelaki kelahiran Pamekasan, Madura, itu menyelesaikan pendidikan di Institut Ilmu Keuangan.

Ketika kuliah di institut itu, Hadi mengakhiri masa lajang. Pada Mei 1971, ia menikahi Melita Setyawati, cicit pendiri Budi Utomo, Dr. Wahidin Sudirohusodo. Kepada Tempo, Hadi mengaku ”ikut kaya” dari keluarga istrinya. Ayah Melita, Raden Soedadi Prodjosutedjo, adalah pejabat Direktorat Pajak. ”Saya menikahi wong su gih,” ujar pria 63 tahun ini.

Seorang bekas kolega di Direktorat Jenderal Pajak memberikan informasi ”miring” tentang Hadi. Menurut sumber itu, Hadi kerap memainkan wajib pajak ketika menjadi auditor. Cara nya, dengan menggunakan arsip bank, salah satu institusi pemungut pajak. Pada masa itu, penarikan pajak dila kukan dengan skema ”memungut pajak orang” alias MPO. Dari arsip bank, akan diketahui omzet satu wajib pajak yang cenderung membayar di bawah kewajiban. Data kecurangan ini pun bisa menjadi bahan pemerasan. ”Itu modus umum ketika MPO masih berlaku,” kata sumber tersebut.

Seorang mantan Direktur Jenderal Pajak mengatakan, karena ketahuan memainkan wajib pajak, Hadi dijatuhi sanksi tak diberi pekerjaan dan tak naik pangkat hingga sepuluh tahun. Pada masa sanksi, menjelang 1990, ia mengajukan cuti di luar tanggung an negara. Hadi beralasan hendak meneruskan kuliah pascasarjana di Amerika Serikat.

Hadi membantah pernah dihukum. Ia mengatakan mengambil cuti untuk menempuh program magister dengan biaya sendiri, sehingga harus rehat kerja. ”Cuti kok dibilang di-grounded. Di-grounded itu nonjob karena melakukan kesalahan,” katanya.

Menurutnya, semua harta yang di per oleh selama bekerja di Direktorat Pajak bersih. Ia menyatakan tak pernah melakukan permainan kotor seperti yang dilakukan Gayus Halomoan Tambunan, pegawai Direktorat Pajak golongan IIIa. ”Semua harta bisa dijelaskan, ada alirannya, ada sumbernya,” tuturnya.

Pada awalnya, karier Hadi tak terlalu mulus. Sekitar 23 tahun ia terhenti menjadi kepala seksi. Ia baru memperoleh promosi ketika Direktur Pemeriksaan dan Penyidikan dija bat bosnya, Djazoeli Sadani. Bos baru nya itu mengangkat Hadi menjadi Kepala Subdirektorat Penyidikan di kantor pusat Direktorat Pajak pada 1998. Keputusan ini sempat dipersoalkan para kolega.

Hadi tak melupakan ”jasa” Djazoeli. Dalam banyak kesempatan, ia menyampaikan penghargaan. Namun Djazoeli menganggap keputusannya tak perlu dipersoalkan. ”Dia memang cocok dengan jabatan itu,” katanya kepada Tempo. Setelah pengangkatan itu, karier Hadi melaju cepat. Dua tahun menjadi Kepala Subdirektorat Penyidikan, Hadi memperoleh promosi menjadi Direktur Pemeriksaan dan Penyidikan, menggantikan Djazoeli.

Kekuatan lobinya membuka jalan le bih tinggi. Pada 2001, Presiden Abdurrahman Wahid mengangkatnya menjadi Direktur Jenderal Pajak. Seorang senior Hadi mengatakan, untuk meraih posisi itu, terlebih dahulu Hadi mengumpulkan surat rekomendasi dari pejabat tinggi kejaksaan, kepolisian, dan badan intelijen. Hadi juga berjanji bisa membereskan orang-orang yang dianggap bermasalah oleh Presiden.

Menurut sumber, saat itu Presi den memiliki sederet nama untuk dipe riksa. Di antaranya Fuad Bawazier, Di rektur Jenderal Pajak pada masa Orde Baru yang kemudian menjadi politikus Partai Amanat Nasional dan Partai Hati Nurani Rakyat. Permintaan Pre siden itu awalnya diserahkan ke Machfud Sidik, direktur jenderal sebelum Hadi. Dimintai konfirmasi, Machfud tidak bersedia berkomentar. Adapun Fuad membenarkan sempat diperiksa petugas pajak setelah Hadi Poernomo memimpin.

Pengangkatan Hadi menerbitkan perlawanan kencang. Ketika itu muncul rumor ijazah magister Hadi palsu. Kuliahnya di Amerika Serikat dianggap tidak jelas. Sumber Tempo me ngatakan, Asri Harahap, kolega Hadi, merupakan orang di balik munculnya rumor itu. Asril adalah kandidat direktur jenderal pajak pesaing Hadi. Dimin tai konfirmasi pada pertengahan bulan lalu, Asri yang kini membuka kantor konsultan pajak enggan berce rita. ”Saya tidak mempunyai opini tentang Pak Hadi,” katanya.

Hadi membantah melakukan lobi untuk meraih posisi strategis. Ia juga menyangkal pernah diminta presiden untuk memeriksa sejumlah pejabat atau mantan pejabat. ”Kalau ketentuannya mewajibkan diperiksa, kita periksa. Dasarnya undang-undang, bukan apa kata presiden,” katanya.

Soal ijazah magister, Hadi menga takan benar sekolah di Amerika Serikat. Ia mengakui sekolah sambil berbisnis, termasuk jual-beli tanah di Ja karta. ”Pada waktu itu, masih ada pe nerbangan langsung dari Jakarta menuju Los Angeles,” katanya. ”Jadi saya bisa bolak-balik.”

Dari orang tua dan mertua, yang lama menjadi birokrat, Hadi tahu ba nyak orang penting. Dia pun bisa menjalin hubungan dengan kalangan itu. Gayanya yang luwes membuat dia mudah diterima banyak kalangan: kepolisian, kejaksaan, dan badan intelijen. Jaringan inilah yang digunakan untuk memuluskan kariernya.

Hadi menduduki jabatan direktur jenderal selama hampir lima tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani meng gan tinya dengan Darmin Nasution, ki ni Deputi Gubernur Senior Bank In do nesia. Lepas dari kantor pajak, ia men dapat pekerjaan yang jauh dari urusan pemungutan uang. Kepala Badan Inte lijen Negara Syamsir Sire gar mere krutnya masuk Dewan Analis Strategis. Ia menempati kursi Kepala Bidang Ekonomi.

Karier Hadi belum berhenti. Men jelang akhir tahun lalu, Dewan Perwa kilan Rakyat memilihnya sebagai Ke tu a Badan Pemeriksa Keuang an. Ia menggantikan Anwar Nasution yang habis masa kerjanya. Di awal kepe mimpinannya, Badan Pemeriksa Ke uangan memperoleh tugas penting: mengaudit penyelamatan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Hasilnya, ke luar kesimpul an yang menganggap Menteri Keuang an Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono bertanggung jawab.

Sebagai pejabat, Hadi sangat menjaga hubungan dengan banyak orang. Tak lupa, ia bersikap baik dengan karyawan bawah di kantornya. Beberapa petugas satuan pengamanan Direktorat Pajak dan pegawai Departemen Keuangan sempat diberangkatkan haji. Katanya, ”Itu sedekah yang besarnya lima per sen dari keuntungan saya.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus