MENJALANG hampir berakhirnya batas waktu pengajuan permohonan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bersifat "pemutihan", tak
urung membuat kantor-kantor Suku Dinas Pengawasan Pembangunan
kota di kelima wilayah Walikota nyaris seperti pasar.
Lebih-lebih di wilayah yang penduduknya pernah menerima surat
edaran SDPPK -- yang menyatakan: bagi yang belum mengajukan
permohonan, bangunannya dipersamakan dengan "bangunan tanpa
ijin" (TEMPO 6 Maret). Kesibukan itu tak hanya di kantor-kantor.
Beberapa rumah penduduk juga tak jarang dikunjungi orang yang
mengaku petugas DKI dengan maksud menawarkan jasa-jasa baik
dalam menguruskan PIMB tersebut. Di beberapa kelurahan ada pula
RT-RT yang mengambil kesempatan menjadi "biro jasa amatir":
Tarifnya macam-macam di Kecamatan Setiabudi ada RT yang memungut
uang jasa Rp 250.000 di luar biaya pembuatan gambar bangunan.
Itu dengan jaminan IMBnya akan keluar dalam 4 bulan mendatang.
Ada pula yang hanya sampai tingkat memasukkan PIMB saja dan ini
sekitar Rp 100.000 sampai Rp 150 ribu.
Rupanya, batas waktu yang tinggal sebulan itu cukup membuat
panik penduduk yang belum mengurus sama sekali PIMBnya. Di pihak
lain bagi petugas-petugas DKI -- terutama di-bagian pengukuran
Suku Dinas Tata Kota -batas waktu yang tinggal sebulan itu juga
cukup membuat mereka sibuk. Tapi seorang penduduk di Jakarta
Selatan menceritakan pengalamannya dalam mengurus IMB: "Baru
untuk mendapatkan peta lokasi saya sudah mengalami "kesulitan",
tuturnya. Di samping tak adanya kepastian tarif yang harus
dibayar untuk pengukuran letak tanah, waktu pengukuran juga tak
bisa dipastikan petugas loket yang ditemuinya. "Lihat saja
permohonan yang numpuk itu", ujar petugas loket sebagai alasan.
Belum lagi petugas ukur yang juga sedikit dan semuanya sedang
repot, tambah petugas itu sambil menjelaskan bahwa bila tak
dijemput dan dijanjikan imbalan, dia juga tak tahu kapan itu
bisa dikerjakan. Namun setelah mengingatkan bahwa batas waktunya
tinggal sedikit lagi, sang petugas pun mengajukan jalan keluar,
"serahkan saja pada kami, tanggung beres peta lokasinya".
Bagaimana? Untuk tanah seluas 500 m2 sang petugas minta imbalan
Rp 100 ribu. Tak sekedar itu sebelum pulang penduduk tersebut
masih sempat diingatkan sang petugas.. "kalau-datang lebih dari
dua hari lagi, harganya lain lho". Dan tawaran serup, ini
rupanya bukan hanya ditujukan padanya saja, "hampir semua yang
datang ke kantor itu mendapat tawaran jasa baik yang sama",
tuturnya.
Kalau Dibongkar
Nah, kisah-kisah serupa ini dan makin banyaknya calo-calo yang
menggunakan kesempatan rupanya terdengar juga sama Gubernur Ali
Sadikin. Akhir bulan lalu, Gubernur DKI mengeluarkan keputusan
yang memperpanjang waktu pengajuan PIMB "Pemutihan" sampai
tanggal 30 September yang akan datang. Walaupun untuk kedua
kalinya, perpanjangan waktu ini terpaksa juga diberikan, "untuk
menghindari para calo menggunakan kesempatan karena mendesaknya
batas waktu tersebut", kata ir. Irawan Sukapraja, Kepala
DPPK-DKI dalam acara jumpa pers 2 pekan yang lalu. Namun, ketika
menjawab pertanyaan pers tentang adanya petugas-petugas DKI yang
juga berfungsi sebagai calo, Irawan hanya bisa menjawab, "saya
tentu tak bisa mengontrol semua petugas saya". Begitupun dalam
waktu dekat ini menurutnya di setiap loket akan dipasang
ketentuan-ketentuan yang menyangkut pengursan IMB. Dan yang
pasti, "petugas boleh saja ikut mengurus asal tidak mengganggu
pekerjaannya", lukas Irawan pula. Tapi, apakah dengan
perpanjangan waktu itu para pemilik bangunan yang ada di Jakarta
akan memasukkan PIMBnya, "masih tergantung pada respon
masyarakat", ujar Irawan pula sambil tak lupa mengingatkan bahwa
bagi setiap bangunan yang dinyatakan "tanpa ijin", bila
dibongkar untuk kepentingan Pemerintah tak akan mendapat ganti
rugi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini