KAPAL motor (Km) BRATASENA (100 ton) bersauh 600 meter di depan
Muara Sikabaluan, ibu kecamatan Siberut Utara. Dengan naik
motor-tempel secara berangsur turun rombongan Team Otorita
Proyek Khusus Kepulauan Mentawai ke darat. Kemudian menyusul
barang-barang perlengkapan seperti cangkul, tembakau, kapak,
linggis, foto-foto ukuran besar dan peti-peti yang berisi film
dokumenter. Di pantai telah menunggu Camat Siberut Utara Syofyan
Salim BA, penjabat pemerintah setempat serta beberapa puluh
murid SD. Semua kesibukan ini merupakan tanda dimulainya Operasi
Pendidikan Ketrampilan Masyarakat Mentawai di bawah pimpinan
Ketua Otorita Proyek Khusus Kepulauan Mentawai drs Zuber. Lama
operasi 16 hari meliputi Kecamatan Siberut Utara, Kecamatan
Siberut Selatan, Kecamatan Sipora dan Kecamatan Pagai
Utara/Selatan.
Rombongan merupakan guru/instruktur terdiri dari penjabat Dinas
dan Jawatan Tk II Padang Pariaman serta Tk I Sumatera Barat.
Sasaran adalah guru-guru SD negeri dan swasta, Kepala Kampung,
Kepala Banjar, kaum wanita serta masyarakat ibu kecamatan. Maka
secara serentak dilakukan penataran terhadap guru-guru SD
negeri dan swasta, latihan dasar pramuka, kursus PKK, pameran
pembangunan, pemutaran film dan penataran Kepala Kampung serta
Kepala Banjar. Para pengajar terdiri dari Dinas Pertanian, Dinas
Perkebunan, Dinas Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan,
PMD dan P & K, serta Jawatan Penerangan. Kegiatan ini merupakan
"kegiatan besar" bagi ibu kecamatan yang rata-rata berpenduduk
di bawah seribu orang.
SD & Tanaman Tua
Ketua Otorita Proyek Khusus Kepulauan Mentawai mensifatkan
kegiatan Otorita ini mempunyai kekhususan karena situasi dan
kondisi kepulauan Mentawai yang merupakan gugusan kepulauan
sepanjang 400 kilometer itu. "Otorita melakukan gerak cepat dan
mempunyai nilai strategis" ucap drs Zuber pada TEMPO.
Konsolidasi dan pembinaan daaksanakan oleh Pemda Tk II
Padang/Pariaman bersama Dinas dan Jawatan dengan cara
konvensional.
Rata-rata Kepala Kampung dan Kepala Banjar, terutama di Siberut
Utara dan Siberut Selatan tak mampu tulisbaca serta sukar
memahami bahasa Indonesia. Pemerintah Daerah Sumbar mengharapkan
guru-guru SD mampu "menutupi kekurangan" pimpinan efektif dalam
masyarakat Mentawai itu. Koresponden TEMPO Chairul Harun yang
mengikuti operasi Otorita Proyek Khusus Kepulauan Mentawai itu
melaporkan bahwa penataran terhadap Kepala Kampung dan Kepala
Banjar dititik-beratkan untuk memecahkan masalah-masalah nyata
yang dihadapi oleh kampung-kampung yang bertebaran dan saling
berjauhan itu. Penjabat Dinas dan Jawatan menunjukkan cara
pemecahan kesulitan yang disampaikan oleh masing-masing Kepala
Kampung. Kebanyakan masalah yang disampaikan adalah soal sekolah
SD -- baik gedung maupun guru -- dan tanaman tua seperti kelapa
dan cengkeh. Penjelasan kepada para Kepala Kampung dan Kepala
Banjar itu tampaknya lebah mudah difahami setelah dipraktekkan
di lapangan. Banyak di antara mereka yang tidak tahu bagaimana
harus memegang cangkul, bagaimana menggali lobang untuk menanam
bibit kelapa dan bibit cengkeh, bagaimana memaih bibit dan
menanamnya. Semuanya harus diajarkan dengan contoh.
Tiada Yang Gratis
Tentang persawahan dan perikanan darat bagi mereka dapat
dikatakan masih asing. Karena itu ir Bateori dari Dinas
Pertanian Sumatera Barat dan ir B. Panjaitan dari Dinas
Perikanan lebih banyak bicara tentang sawah dan kolam. Masalah
bibit unggul dan pupuk serta tetek bengek teknik pertanian
dirasakan "terlalu tinggi" bagi orang yang terbiasa menghabiskan
sumber bahan makanan yang disediakan alam sekitarnya. Asal
mereka mau bersawah dengan bibit lokal saja, ini sudah
"merupakan kemajuan hebat" kata Ketua Otorit. Bimas dan Inmas
masih merupakan masalah beberapa tahun lagi. Demakian pula
halnya dengan perkebunan. Kalau mereka mau membuat lobang
menurut jarak dan dalam yang dianjurkan, serta membeli bibit
menurut petunjuk Dinas Perkebunan, inipun dianggap sebagai
"kemajuan yang menakjukan".
Otorita Proyek Khusus Kepulauan Mentawai juga mulai
mencanangkan langkah meniadakan hadiah-hadiah dan pemberian
gratis dari Pemerintah. Selama ini baik missi agama maupun
Pemerintah cenderung membujuk masyarakat Mentawai dengan
hadiah-hadiah dan pemberian gratis. Akhirnya penduduk asli
Mentawai berpendirian menerima sesuatu dari Pemerintah secara
gratis adalah hak mereka. "Untuk masa depan tak ada lagi yang
prei" kata drs Zuber pada para Kepala Kampung di Mentawai. Maka
beribaratlah Ketua Otorita bahwa menanam kelapa dan cengkeh
adalah ibarat "mengambil menantu". Yang dipilih harus yang
terbaik dan mendapatkannya "dengan membayar", dengan membeli.
Memang menurut adat Mentawai, perempuan yang dikawini seorang
laki-laki diperlakukan seperti "perempuan yang dibeli" dan
mempunyai kewajiban berat yaitu mencari ikan, baik di laut
maupun di sungai. Tak peduli bagaimana keadaan cuaca dan
bagaimana keadaal fisik perempuan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini