KEMENANGAN Oscar Arias Sanchez, Presiden Kosta Rika, di luar dugaan. Sampai saat-saat terakhir, nama Arias sama sekali tak pernah disebut-sebut dalam bursa calon penerima Hadiah Nobel. Bahkan ia sebenarnya terlambat didaftarkan pada komite pemberi Hadiah Nobel Perdamaian di Oslo, Norwegia. Batas waktu pencalonan jatuh pada 15 Februari lalu. Baru beberapa saat menjelang pemilihan, Arias diusulkan. Ia masuk nominasi pemenang Hadiah Nobel Perdamaian karena usahanya yang gigih untuk membuat Amerika Tengah menjadi kawasan yang damai dan tenteram. Dengan meyakinkan ia berhasil mengajak empat kepala negara tetangganya -- Jose Napoleon Duarte (El Salvador), Jose Azcona Hoyo (Honduras), Mario Vinicio Cerezo (Guatemala), dan Daniel Ortega (Nikaragua), untuk berkumpul di Guatemala City pada 7 Agustus 1987. Di situ ia menawarkan gagasannya yang brilyan, berupa rencana Pakta Perlamaian di kawasan Amerika Tengah. Yakni menghentikan perang saudara yang berlarut-larut, khususnya di kawasan El Salvador, Nikaragua, dan Guatemala, dengan cara menyerukan gencatan senjata. Juga mengimbau dihentikannya bantuan serta campur tangan negara asing kepada pemberontak di Amerika Tengah. Pakta Perdamaian juga mengimbaukan amnesti bagi pemberontak bersenjata di negara masing-masing. Ditambah seruan agar keleluasan dalam kehidupan berpolitik dan pers kembali diberlakukan. "Proses damai di kawasan Amerika Tengah ini hanya bisa tercapai lewat jalan dialog, demokrasi, dan tanpa campur tangan negara asing," kata Arias. Sekalipun batas deadline baru Sabtu pekan ini, dampak pertemuan di Guatemala sudah mulai terasa. Pemerintah Guatemala dengan segera memprakarsai perundingan dengan para pemberontak bersenjata sayap kiri. Untuk pertama kalinya selama 25 tahun ini pemberontak bersedia berunding dengan pemerintahan militer. Lalu pemerintah Honduras, pertengahan Oktober, membentuk komisi khusus guna menjalankan program rekonsiliasi nasional dengan pihak oposisi. Begitu juga pemerintahan Sandinista di Nikaragua. Presiden Daniel Ortega membolehkan penerbitan kembali sejumlah media oposisi, sementara sensor diperlunak. Harian oposisi La Prensa kini boleh terbit kembali. Radio Catolica juga diizinkan mengudara kembali. Yang barangkali membuat orang menjadi terheran-heran, pemerintah Nikaragua yang kiri itu bahkan membolehkan Jeane Kirkpatrick -- bekas dubes AS di PBB -- terbang ke Managua, untuk memberikan ceramah kepada Contra. Upaya-upaya Arias itu menjadi, "sumbangan terbesar untuk mengembalikan stabilitas dan kedamaian di Amerika Tengah yang sudah puluhan tahun menderita kelaparan dan perang saudara," tutur Egil Aarvik, ketua komite pemilihan Hadiah Nobel tahun ini. "Kami mengharapkan bahwa penghargaan Nobel ini akan membantu mempercepat proses perdamaian di kawasan itu." Sekalipun begitu, tak semuanya merasa gembira. Pemerintah AS justru merasa terancam oleh pengaruh Arias di kawasan Amerika Tengah itu. Pemerintahan Reagan, yang mendukung pemberontak Contra dan semakin sempit ruang geraknya, merasa terpojok. Karena Pakta Perdamaian itu, tampaknya AS harus menunda dana US$ 270 juta yang rencananya dalam waktu dekat akan diberikan kepada Contra. Anggota Kongres, Jack Kemp, dari New York -- yang disebut-sebut sebagai salah satu calon kuat kandidat presiden dari Partai Republik malah menyayangkan pihak panitia yang dengan mudahnya memberikan kemenangan kepada suatu hal yang masih penuh dengan ketidakpastian. "Seharusnya, perkembangan di kawasan itu masih harus ditunggu, apa yang sebenarnya akan terjadi di wilayah itu di masa datang," katanya. Memang, Pakta Perdamaian yang diprakarsai oleh Arias itu punya beberapa kelemahan. Di situ tak disinggung mengenai masalah sanksi. Di samping itu, sayangnya, pembicaraan dan penandatanganan Pakta Perdamaian ini tak melibat kelompok-kelompok pemberontak. Amerika Tengah dalam 30 tahun terakhir ini memang reot dirongrong perang. Entah perang saudara atau perang antarnegara. Diperkirakan, beberapa tahun belakangan ini, lebih dari 200.000 korban jiwa jatuh. Sementara itu, kehidupan ekonomi yang runyam membuat rakyat di sana terbatas kemampuannya untuk menghidupi diri sendiri atau keluarganya. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di kawasan itu rapuh dan compang-camping akibat salah urus dan korupsi. Melihat itu semua, tampaknya memang pantas Oscar Arias mengalahkan sejumlah nama besar yang juga populer, yang masuk nominasi Nobel Perdamaian, antara lain Cory Aquino, aktivis hak asasi di Afrika Selatan Nelson Mandela, dan Presiden Argentina Raul Alfonsin. Ahmed Kurnia Soeriawidjaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini