DEMOKRASI sudah lama bercokol di Kosta Rika. Pemilihan umum, sarana utama demokrasi, sudah berlangsung secara jujur di negara ini sejak 1889, hampir seabad yang lalu. Selama itu, negara yang mendapatkan kemerdekaannya pada 1821 ini cuma mengalami dua periode yang tak demokratis. Yang pertama adalah 30 bulan masa berkuasanya Diktator Frederico Tinoco, yang dimulai 1917. Kemudian adalah ketika terjadi revolusi 1948. Ketika itu parlemen membatalkan hasil pemilihan presiden yang ricuh, hingga Joses Figueres Ferer memimpin sebuah revo]usi yang melahirkan sebuah pemerintahan junta. Namun 18 bulan kemudian, konstitusi baru dilahirkan dan demokrasi pun tumbuh kembali. Bagi rakyat negara berpenduduk sekitar 2,5 juta ini, bentuk demokrasi yang diinginkan sangat jelas. "Demokrasi kami adalah demokrasi Barat. Tak ada demokrasi tanpa kehadiran pluralisme, kebebasan individu dan pers," kata Presiden Oscar Arias. "Tak ada demokrasi tanpa kehadiran partai politik yang bebas dan pemilihan umum yang jujur." Di negeri ini tiga partai aktif menghidupkan percaturan politik. Untuk menjaga demokrasi, kekuasaan di Kosta Rika terpecah dalam tiga kubu: legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Anggota legislatif dan presiden serta wakilnya dipilih setiap empat tahun, sedangkan anggota yudikatif dipilih oleh parlemen untuk masa jabatan 8 tahun. Adapun anggota Parlemen dan presiden, menurut undang-undang sejak 1969, tak dapat memperpanjang masa jabatannya. Lancarnya sistem politik di negara yang luasnya sedikit lebih sempit daripada Aceh ini mungkin karena didukung oleh tingginya tingkat pendidikan. Angka melek huruf di negara ini tercatat mencapai 90%, tertinggi di Amerika Tengah. Selain itu, penduduk negara ini tak terbagi atas puak-puak yang berbeda seperti di negara tetangganya. Hampir seluruh penduduk Kosta Rika bernenek moyang bangsa Spanyol. Penduduk asli Indian tinggal sedikit. Memang cikal bakal penduduk Kosta Rika adalah para pengikut Colombus, yang menemukan dan memberi nama Kosta Rika pada 18 September 1502. Arti kata itu "pantai yang kaya". Entah waktu itu apa saja kekayaan negeri ini. Yang jelas, karena tak banyak kekayaan mineral yang menarik kolonialis Spanyol, pengaruh sistem hacienda (tuan tanah) seperti di negeri tetangganya, Nikaragua misalnya, tak sempat berkembang. Walhasil, terjadilah komunitas pertanian yang lebih egaliter, yang membuat pemerataan ekonomi tak banyak menjadi problem. Kendati sumber kekayaan alamnya tak banyak, keadaan politiknya yang stabil dan tenaga kerja yang lumayan terampil menyebabkan ekonomi Kosta Rika dapat berkembang. Dan sistem ekonomi yang mulanya sangat bergantung pada komoditi pertanian seperti kopi, pisang, dan gula atau peternakan, seperti daging sapi, mulai bergeser ke industri. Catatan terakhir menunjukkan, sektor agrikultur pada ekonomi tinggal 19,3% dari pendapatan nasional bruto (GDP), sementara dari sektor industri angka itu menjadi 22,1%. Karena itu, dibandingkan kebanyakan tetangganya yang lain, tingkat kesejahteraan negara yang terjepit oleh Panama dan Nikaragua ini cukup lumayan. Pendapatan per kapita penduduknya hampir tiga kali lipat dibanding Indonesia, dan rata-rata usia orang Kosta Rika mencapai 73 tahun. Gabungan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggi dan cukup merata ini agaknya menyebabkan demokrasi bisa berjalan baik, hingga dalam konstitusi 1949 -- yang kesepuluh dalam sejarah Kosta Rika dan berlaku hingga sekarang -- kehadiran angkatan perang dianggap tak lagi diperlukan. Maka, pelaksanaan keamanan dalam negeri cukup dipikul oleh sekitar 4.000 anggota pertahanan sipil (meski hansip ini dilatih oleh Green Beret, tentara elite AS). Dan rakyat Kosta Rika pun sering menyombong, "Di negara kami, lebih banyak guru daripada anggota militer." Lemahnya kekuatan militer Kosta Rika sempat membuat AS waswas, begitu pemerintahan kiri Nikaragua berdiri. Pasalnya, dikhawatirkan konflik bersenjata di negara tetangga itu akan melimpah ke Kosta Rika. Dan ini memang sempat terjadi. Presiden Luis Alberto Monge yang digantikan Arias Mei tahun lalu, terpaksa diam-diam mengizinkan badan intelijen AS (CIA) mendirikan lapangan terbang rahasia di negaranya, untuk membantu gerilyawan Contra. Soalnya, AS mengancam akan menghentikan bantuan ekonominya jika izin tak diberikan. Padahal, ketika itu, jatuhnya harga komoditi -- pendapatan utama Kosta Rika -- sempat menyulitkan perekonomian negara ini. Tapi tak selalu Kosta Rika bisa digertak. Lima bulan setelah Oscar Arias dilantik sebagai presiden, ia konsekuen dengan janji perdamaiannya. Ia menutup lapangan terbang rahasia itu. Tak hanya itu. Arias juga menolak memberikan visa bagi pemimpin Contra, Adolfo Calero. Lalu, para pemimpin Contra lain yang bermukim di Kosta Rika diperintahkan untuk low profile, atau menanggung risiko diusir. Kredibilitas Arias sebagai penengah konflik di Amerika Latin pun semakin membaik. Kosta Rika memiliki catatan perlakuan hak asasi manusia yang baik. Bahkan negara ini aktif melobi PBB untuk membentuk komisi khusus perlindungan hak asasi manusia. Selain itu, Kosta Rika merupakan satu-satunya negara Amerika Latin yang mengakui jurisdiksi Pengadilan Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Karena sistem demokrasi yang serupa dengan AS, Kosta Rika populer di Amerika Serikat. Demikian pula sebaliknya. Tak berarti hubungan kedua negara tanpa masalah. Pertengkaran dalam soal wilayah penangkapan ikan dan perdagangan internasional kadang terjadi juga. Yang jelas, Kosta Rika memiliki hubungan diplomatik dengan Uni Soviet dan Kuba. Celakanya, negeri yang aman dan damai, dan mungkin juga makmur, itu berada di antara negara-negara yang menyimpan konflik bersenjata. Di Nikaragua, Guatemala, El Salvador sekelompok gerilyawan antipemerintah tiap saat mencoba merebut kekuasaan. Dan bila ada pengungsi, entah dari rakyat yang tak tahu apa-apa, sampai gerilyawan yang bosan hidup di hutan, pilihan pertamanya menuju ke negeri damai ini. Kini sekitar 250.000 pengungsi bermukim di Kosta Rika. Bagaimanapun juga, boleh dikata kerusuhan dan sejenisnya tetap menyingkir dari Kosta Rika. Semangat menyingkirkan konflik itulah yang dicoba ditularkan oleh Oscar Arias ke negara-negara Amerika Tengah. Memang, Pakta Perdamaian yang diprakarsainya masih harus diuji. Tapi setidaknya ia berhasil meyakinkan dunia bahwa perdamaian bukan hal yang mustahil. Bambang Harymurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini