Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepekan setelah kematian aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib pada 7 September 2004 waktu Belanda, Rachland Nashidik, Direktur Program Imparsial saat itu, mendengar kabar: Munir dibunuh dengan racun arsenik. "Sudah ada info dari Belanda," katanya dua pekan lalu. Kabar ini kemudian memang benar.
Informasi Munir diracun telah disampaikan Rachland ketika Tim Pencari Fakta Kasus Munir, yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004. Setelah bekerja sekitar enam bulan, Tim mengeluarkan hasilnya pada akhir Juni 2004. Salah satunya, berdasarkan pemeriksaan Netherlands Forensic Institute (NFI), kematian Munir disebabkan oleh keracunan arsenik akut melalui mulut. Menurut NFI, racun arsenik masuk ke tubuh Munir paling lama 90 menit sebelum gejala awal muncul.
"Mengingat gejala sakit perut untuk pertama kali dirasakan Munir beberapa saat setelah pesawat takeoff dari Singapura, maka racun arsenik tersebut hampir dapat dipastikan masuk ke dalam tubuh Munir pada waktu penerbangan Jakarta-Singapura," demikian dituliskan dalam laporan akhir Tim. Tersangka juga sudah disebut: Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang sedang ditugaskan untuk flight operation support assistance.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pollycarpus didakwa turut melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir. Lokasinya di pesawat Garuda rute Jakarta-Singapura.
Pollycarpus disebutkan memasukkan arsenik ke dalam jus jeruk yang disajikan pramugari Yeti Susmiarti ke penumpang bisnis, tempat duduk Munir. Alasannya, Munir pasti tidak akan memilih minuman beralkohol. Saat Yeti menawarkan minuman kepada Munir, Pollycarpus mengawasinya. Namun dalam vonis pengadilan pada 20 Desember 2005—hakim memutuskan hukuman 14 tahun penjara untuk Polly—disebutkan media masuknya racun bukan dari jus jeruk, melainkan mi goreng.
Saat Pollycarpus mengajukan permohonan kasasi, suara Mahkamah Agung berbeda. Majelis hakim kasasi dalam putusannya menyatakan racun arsenik tidak masuk melalui makanan. MA pun pada 3 Oktober 2006 memutuskan bahwa Pollycarpus tidak terbukti turut melakukan pembunuhan berencana. Dia hanya dinyatakan bersalah turut memalsukan surat dan dihukum dua tahun penjara.
Hakim peninjauan kembali di Mahkamah Agung menyatakan fakta baru dari hasil laboratorium di Tukwila, Seattle, Amerika Serikat. Ahli di sana menyimpulkan waktu intake arsenik adalah delapan-sembilan jam sampai Munir meninggal. "Sehingga dipastikan Munir diracun dengan arsen saat berada di The Coffee Bean & Tea Leaf Bandara Changi, Singapura," demikian ditulis dalam putusan PK.
Dalam putusan tersebut juga dinyatakan orang yang meracun adalah Pollycarpus melalui minuman—mengingat ia orang yang paling dekat dengan Munir pada saat itu dan yang memberikan minuman kepada Munir.
Saat itu, ada tambahan beberapa informasi baru, di antaranya kesaksian Raymond J.J. Latuihamallo (Ongen). Dia mengaku melihat Pollycarpus meninggalkan meja pengambil minuman dan membawa dua gelas minuman ke arah meja Munir. Kemudian keduanya minum dan berbincang.
Dalam PK dinyatakan terjadi kekhilafan atau kekeliruan pada pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar amar putusan. Majelis hakim tidak mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut penggunaan surat palsu.
Maka majelis hakim PK mengabulkan permohonan peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum. Pollycarpus Budihari Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan surat. Hukumannya: penjara 20 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo