Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kapuas bergaram lagi

Musim kemarau mulai menyerang, kadar garam sungai kapuas melonjak. sehingga air tawar/air minum sulit didapat. pembangunan instalasi sei penepat tersendat-sendat. pam pontianak hentikan produksinya. (kt)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK akhir Desember tahun lalu, hujan sudah tidak turun lagi di Kota Pontianak. Kadar garam Kapuas, satu dari empat sungai terbesar di Kalimantan, dalam waktu amat singkat melonjak jadi 2.699,0 mg per liter. Air tawar pun tiba-tiba menjadi komoditi yang bukan main sulit didapat. Ini pertanda musim kemarau mulai menyerang. "Ini luar biasa dan tidak pernah terjadi dalam 10 tahun terakhir," ungkap Walikota Pontianak, TB Hisny Halir, dengan cemas. Langkah pertama yang diambil walikota ialah meminta Majelis Ulama Kal-Bar dan pengurus masjid/surau untuk melakukan sembahyang istisqa. "Berdoa kepada Tuhan tidak ada salahnya," ucap Hisny yang menilai kemarau kali ini datang lebih cepat dari semestinya. Biasanya musim kering baru tiba akhir Juli atau awal Agustus. Memang kemarau panjang selalu berkunjung ke Pontianak tiap 10 tahun sekali. Tahun 1961 misalnya, menelan 100 jiwa korban muntaber. Tahun 1971 hanya 60 orang. Tahun ini belum ada korban jatuh, tapi sudah tercatat 40 anak dan 20 orang dewasa di RSU Sei Jawi yang harus dirawat karena gangguan pencernaan. Beban musim kering makin terasa, ketika instalasi PAM Pontianak menghentikan produksi air bersihnya. Tindakan ini terpaksa dilakukan, karena air yang dijernihkan PAM sudah disusupi garam berkadar 400,0 mg per liter. Sedangkan sumber persediaan air Sei Penepat, (sumber air PAM kedua -- 24 km di luar Pontianak) yang merupakan tumpuan harapan terakhir, ternyata kadar garamnya ikut melonjak setinggi 1.659,0 mg per liter. Karena itu segera saja aliran air dari Penepat ditutup untuk para langganan. "Apa boleh buat, konsumsi rumah kan hanya segelintir," ujar Hisny kepada Djunaini KS dari TEMPO. Penutupan Penepat hanya berlangsung 4 hari, tapi setelah kadar garamnya turun warga kota mengambil air dari instalasi ini. Ada yang menggunakan mobil, gerobak, becak, bahkan sepeda yang dilengkapi jeriken. Terlambat Tim penanggulangan air minum yang dibentuk Hisny juga telah melarang penduduk agar tidak mengambil air ke waduk di Jl. Gajah Mada, waduk PAM dan kolam di depan makam pahlawan Patria Jaya. Adapun air di ketiga tempat itu dicadangkan PAM untuk diolah menjadi air tawar. Tapi hasil penelitian laboratorium PAM menunjukkan bahwa air tersebut berbahaya bagi kesehatan umum. Zat besi dan kloridanya cukup tinggi. Karena itu pihak PAM segera menjernihkannya. Tapi sebelum PAM sempat menjernihkan air waduk, tiba-tiba kadar garam di Sei Penepat turun. Maka segera digunakan 2 dari 4 pompa yang ada untuk mengalirkan air dengan kapasitas 10 liter per detik. Lebih banyak tidah mungkin, karena untuk itu hanya instalasi air yang lamalah yang dapat diandalkan. Instalasi yang baru belum juga selesai, padahal pembangunannya sudah dimulai sejak 1977. Akibatnya tidak semua langganan PAM menerima kiriman air. Di kawasan perumahan pegawai negeri di Kota Baru misalnya, sampai akhir Februari orang terpaksa membeli air dengan tarif sampai Rp 7.000 untuk 1 tangki (10 drum). Harga resmi PAM hanya Rp 400/tangki. Selain Kalimantan Barat, musim kemarau juga sudah menyerang pantai timur Sumatera, terutama Kepulauan Riau. Akibat musim kemarau memang cepat terasa di Pontianak, mungkin karena debit air di sana terbatas. Lagipula di sekitar kota itu sulit didapatkan sumber air yang tidak terjangkau air asin. Sumber yang demikian ditemukan di Sei Penepat, setelah survei tahun 1972. Jika kemudian pembangunan instalasi Penepat tersendat-sendat, itu tak lain karena pembangunan fisiknya juga tertunda 5 tahun. Baru pada 1977 dipasang pipa transmisi sepanjang 24 km, intake berupa 4 pompa diesel, bangunan sumber baku air (intake), 2 pipa crossing dasar, juga pembangunan instalasi baru yang dilanjutkan dengan pemasangan pipa distribusi untuk 2.000 rumah, 60 kran umum dan 20 kran kebakaran. Tentu saja 2.000 saluran itu sangat tidak memadai bagi 265.000 warga Kota Pontianak, tapi dengan adanya kran umum kekurangan air agaknya bisa sedikit tertolong. Terutama karena kapasitasnya bisa mencapai 200 liter per detik. Instalasi baru seharusnya sudah selesai awal 1980. Tapi menurut Ir. Sinabutar, Kepala proyek air bersih Kal-Bar, baru akan rampung awal 1982. Padahal peralatan dari Prancis sudah sejak lama selamat tiba di Pontianak. Dan biaya juga tersedia. Ternyata Kenop 15 merupakan salah satu hambatan di samping banyak sebab lain, seperti menghilangnya semen di pasaran, sulitnya penggalian tanah, lumpur yang tiap kali timbul lagi dan kesukaran mendapat tenaga manusia. Sebagai pemborong, sesungguhnya PT Waskita Karyalah yang bertanggungjawab untuk segala keterlambatan itu. Ketika disinggung soal denda, Sinabutar malah berkata, "Saya pikir walau Waskita Karya perusahaan swasta, tentu ia sudah meninggalkan pekerjaan ini." Itu saja. Dan ini berarti air di Penepat masih akan terus keruh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus