PERHELATAN pengantin Salahuddin-Nurhayati, pertengahan Oktober lalu, nyaris kisruh. Pengantin pria, yang seharusnya duduk tenang sambil pasang muka resmi, tiba-tiba ngeluyur tanpa aba-aba. Diikuti ribuan mata undangan, Salahuddin enak saja melenggang keluar rumah. Ini 'kan tidak terjadwal dalam acara? Apa mau camping, kok bawa bungkusan besar? Bukan apa-apa. Lihatlah, ia membagi-bagikan nasi bungkus -- mengetuk pintu rumah, dari satu rumah ke rumah lain, sementara mulutnya mengatup diam. Adegan itu baru berakhir setelah si Udin mendatangi sekitar 300 rumah. Tadinya, beralasan bila orangtuanya khawatir anak itu berniat kabur. Soalnya, beberapa bulan sebelumnya, Salahuddin, 27, membawa lari Nurhayati, 18, gara-gara percintaannya tidak direstui calon mertua. Kedua sejoli itu nekat membelot, meninggalkan Desa Tanjungkarang, Kecamatan Kampung Baru, Aceh Timur, untuk mencoba kawin di daerah lain. Mula-mula mereka kabur ke Idi, sekitar 66 kilometer dari kampung asal. Gagal. Mencoba lagi ke Binjei, Gagal lagi. Adnan, orangtua Nur, yang tahu anaknya dilarikan si Udin, waktu itu, kelabakan. Berbagai tempat sudah dilacak, dan tidak sedikit biaya yang sudah keluar. E, tahu-tahu Salahuddin nongol -- tanpa Nurhayati! Keruan saja, amarah Pak Adnan tidak terbendung. Serta-merta ia adukan pemuda itu ke kantor polisi, dengan tuduhan melarikan anak gadisnya. Dan Salahuddin diperiksa. Syukur, berkat campur tangan para pemuka desa dicapai kesepakatan. Singkat kata, Salahuddin dibolehkan menikahi gadisnya. Dan pesta pun berlangsung meriah, hingga kejadian menggegerkan itu. Yang tak diketahui orangtua Salahuddin: ada perjanjian rahasia, rupanya, antara anak mereka dan Pak Adnan. Pemuda itu harus menjalani hukuman yang tadi itu: membagikan nasi dan lauk-pauk ke rumah-rumah para warga desa, dan itu harus dilakukannya di tengah-tengah acara bersanding. "Itu sebagai hukuman dan pelajaran. Supaya menantu saya itu mengerti, saya malu dan susah dibuatnya," kata Pak Adnan. Tapi, setelah penjelasan itu, giliran keluarga Salahuddin menjadi gusar. Perlakuan Adnan itu dianggap oleh Mat Yunan, ayah pengantin pria, sebagai tindakan memperolok-olokkan putra mereka di depan orang ramai, dalam acara resmi pula. Itulah sebabnya si besan menuntut keluarga Adnan menebus perlakuan itu. Caranya: membuat kenduri, dengan menyembelih seekor kambing, untuk orang sekampung. Jika tidak, Mat Yunan bisa memperkarakannya dengan tuduhan penghinaan. Tuntutan itu, singkat kata, diterima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini