Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kebun Kakao yang Telantar

19 Juni 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semak belukar tumbuh di mana-mana hingga setinggi dua meter. Kantor dan tempat pengolahan biji kakao di perkebunan itu pun dikepung perdu. Begitu pula gudang dan bengkelnya. Sebagian bangunan mes di sana sudah rusak. Hanya belasan bekas pekerja yang bertahan tinggal, termasuk seorang manajer yang bertugas menjaga kebun.

Itulah aset PT Perkebunan Ladongi yang berada di Kecamatan Ladongi, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Perkebunan ini sekarang jadi jarahan orang. Bukan hanya warga setempat, pendatang asal Sulawesi Selatan juga kerap memetik biji kakao yang biasa dipakai sebagai bahan dasar cokelat di kebun itu.

Perkebunan Ladongi merupakan salah harta PT Brocolin Internasional yang dipimpin oleh Dicky Iskandar Di Nata. Perusahaan ini masuk dalam Grup Gramarindo, kelompok usaha yang dituduh terlibat dalam pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,2 triliun. Kebun Ladongi sebenarnya telah menjadi jaminan utang Gramarindo kepada BNI dan belakangan termasuk dalam daftar aset yang disita.

Dibuka pada 1987, perkebunan itu memiliki lahan seluas 6.070 hektare. Baru separuhnya yang ditanami kakao, tanah selebihnya masih kosong. Walau begitu, hasilnya lumayan. Setiap bulan Perkebunan Ladongi bisa menghasilkan Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Selain kakao, sereh wangi dan konyaku, sejenis umbi yang menjadi makanan orang Jepang ditanam di sini. Pekerja penggarapnya mencapai 2.000 orang.

Belakangan, Ladongi menghadapi persoalan pelik. Tanah perkebunan kerap diserobot warga Desa Gunung Jaya. Alasannya, tanah itu milik mereka berdasarkan hak adat. Bahkan, pada 2001, ratusan warga yang dipimpin Iskandar Amin menyerbu dan mematok lahan perkebunan. Mereka juga menebangi ratusan pohon kakao siap panen. Aksi warga baru berhenti setelah dihalau oleh petugas Kepolisian Resor Kolaka. Pengusiran itu diwarnai bentrokan yang menyebabkan belasan warga luka-luka terkena peluru karet.

Pemerintah Kabupaten Kolaka kemudian turun tangan untuk menyelesaikan sengketa itu. Dibentuklah Tim Penyelesaian Permasalahan yang dipimpin Sekretaris Daerah Kabupaten Kolaka, Hidayatullah. ”Tim bertugas menyelesaikan konflik antara penyerobot lahan dan perkebunan yang ingin menjaga asetnya,” kata Ashari, wakil sekretaris dalam tim ini.

Kesepakatan pun dicapai pada Maret 2004 yang diteken oleh Ketua Tim Penyelesaian, Hidayatullah, dan Direktur Utama PT Perkebunan Ladongi, Tri Budi Satriawan. ”Isinya, masyarakat siap membayar ganti rugi atas lahan yang diserobot dengan cara mencicil,” ujar Ashari, yang juga rektor sebuah universitas swasta di Kolaka. Setelah itu, lahan yang telanjur diserobot akan menjadi milik warga.

Menurut perhitungan tim tersebut, nilai aset Perkebunan Ladongi yang diserobot masyarakat mencapai Rp 32 miliar. Ini separuh luas lahan perkebunan. Kesepakatan itu tidak bisa dijalankan karena sampai sekarang ganti rugi yang dibayar masyarakat baru mencapai 10 persen. Sengketa yang berkepanjangan itu membuat Perkebunan Ladongi tidak mampu meneruskan kegiatannya. Tiga tahun lalu, perkebunan ini telah memberhentikan puluhan karyawannya. Karena tak sanggup membayar pesangon, perusahaan memberikan hak mengelola lahan kakao seluas satu hektare untuk masing-masing bekas karyawan.

Barulah pada Desember 2005, Pemerintah Kabupaten Kolaka mendapat pemberitahuan bahwa PT Perkebunan Ladongi dan seluruh asetnya masuk dalam harta sitaan dalam kasus BNI. Saat itu sejumlah pejabat Mabes Polri datang ke Kolaka dan menemui Bupati Buhari Matta. Akhirnya, proses penyelesaian sengketa perkebunan itu pun dihentikan. ”Penyelesaiannya menunggu putusan dari Kejaksaan Agung atau pengadilan,” kata Ashari.

Arif A. Kuswardono, Dedy Kurniawan (Kolaka)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus