Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Kecelakaan Kereta Seperti Adu Kambing di Cicalengka Mengingatkan Tragedi Bintaro

Kecelakaan kereta "adu kambing" di Cicalengka mengingatkan peristiwa serupa yang dikenal dengan tragedi Bintaro pada 1987.

9 Januari 2024 | 09.09 WIB

Kondisi kereta yang hancur saat tabrakan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 5 Januari 2024. Satu gerbong kereta anjlok hingga masuk ke sawah akibat tabrakan yang terjadi.  TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Kondisi kereta yang hancur saat tabrakan di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 5 Januari 2024. Satu gerbong kereta anjlok hingga masuk ke sawah akibat tabrakan yang terjadi. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan kereta api commuter line rute Padalarang-Cicalengka dengan KA Turangga rute Surabaya-Bandung yang terjadi pada Jumat pagi, 5 Januari 2024 lalu, menyebabkan 4 orang meninggal dan 37 penumpang mengalami luka-luka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kecelakaan kereta "adu kambing" tersebut diduga karena adanya kelalaian petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA). Namun, Humas PT KAI Daop 2 Bandung, Ayep Hanafi masih enggan membenarkan dugaan penyebab kecelakaan tersebut. Tragedi KA di Cicalengka mengingatkan kita dengan tragedi Bintaro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ingatkan Tragedi Bintaro

Insiden kecelakaan kereta "adu kambing" ini bukan yang pertama dalam sejarah kereta api di Indonesia. Pada 19 Oktober 1987, sebuah kecelakaan adu banteng kereta terjadi di Stasiun Sudimara, Bintaro, Tangerang, yang melibatkan dua kereta api, yaitu KA 255 jurusan Rangkasbitung–Jakarta dan KA 220 jurusan Tanah Abang–Merak.

Kejadian dimulai ketika KA 255 berangkat dari Rangkasbitung pada pukul 05.05, membawa sekitar 700 penumpang. Pada pukul 06.50, kereta tiba di Stasiun Sudimara untuk berhenti sejenak guna menurunkan dan menaikkan penumpang. Namun, kebingungan terjadi saat petugas Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) memberikan perintah langsir dengan semboyan 46, yang seharusnya menunjukkan bahwa KA 255 harus pindah jalur.

Sayangnya, masinis KA 255, Slamet Suradio, salah paham dan melanjutkan perjalanan tanpa melakukan langsir. Meskipun petugas PPKA berusaha keras untuk menghentikan kereta, Slamet Suradio tetap melanjutkan perjalanan. Delapan kilometer setelah meninggalkan Stasiun Sudimara, sekitar 10 menit kemudian, KA 255 menabrak KA 220 yang telah berangkat dari Stasiun Kebayoran Lama. Tragedi ini menyebabkan setidaknya 153 orang tewas dan 3000 lainnya terluka.

Kejadian serupa terulang kembali dalam Tragedi Bintaro II pada 9 Desember 2013, yang menyebabkan lima orang tewas dan banyak lainnya terluka. Berdasarkan laporan, kejadian tersebut terjadi ketika sebuah kereta Commuter Line menabrak truk tangki bahan bakar minyak, menyebabkan sebagian gerbong kereta terguling dan memicu kebakaran hebat.

Dugaan menyebutkan bahwa truk tersebut memaksa melewati palang pintu yang sedang diturunkan oleh petugas. Palang pintu kereta di Bintaro, mirip dengan banyak perlintasan kereta di Jabodetabek, dianggap rawan bahaya karena banyak titik perlintasan yang saling memotong tanpa pengawasan.

KAI Perlu Berbenah

Meskipun telah sepuluh tahun berlalu sejak Tragedi Bintaro, Tragedi KA Cicalengka, dan tragedi lainnya harus menjadi pendorong bagi pemerintah untuk segera memperbaiki titik-titik perlintasan kereta yang berisiko kecelakaan dan untuk mengawasi perlintasan ilegal yang memotong jalur kereta. Keselamatan masyarakat dalam penggunaan transportasi umum harus menjadi prioritas utama. 

Pengamat transportasi dan tata kota Universitas Trisakti, menyayangkan kejadian ini karena terjadi awal tahun. "Memang kejadian ini sangat disayangkan terjadi di awal tahun baru. Yang seharusnya menjadi catatan penting untuk mencapai zero accident dalam kecelakaan kereta api," kata Yayat.

Dari Tragedi KA di Cicalengka, Yayat juga mendorong PT KAI untuk melakukan perbaikan sistem informasi dan teknologi serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang terlibat dalam operasional kereta. "Ke depan perlu dilakukan evaluasi pada lintasan yang paling rawan dan berpotensi kecelakaan. Jangan sampai kejadian ini bisa terulang lagi karena ada keraguan terhadap keselamatan perjalanan dengan kereta api," ujar Yayat. 

MICHELLE GABRIELA  | YOHANES MAHARSO | MOH. KHORY ALFARIZI | PUTRI SAFIRA PITALOKA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus