Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kehabisan Akal, Mau Apa ?

Walikota Madya Sibolga menindak pukat harimau yang dianggapnya liar. Para pemilik kapal mengatakan prosedur permintaan izin tersebut bertele-tele. Akibatnya timbul tuduhan macam-macam.(kt)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA ini ada 173 pukat harimau yang beroperasi di perairan Sibolga. Tapi hanya 82 di antaranya yang memiliki surat-surat resmi. Artinya sisanya liar. Maka adalah perintah Walikotamadya Sibolga, Chairudin Siregar SH, awal Juli lalu. Isinya: semua pukat harimau yang bergerak tanpa izin harus ditangkap. SDT Manurung, sekretaris HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indoncsia) Cabang Sibolga menyambut baik tindakan Walikota Chairudin ini. Alasannya selama ini banyak keluhan yang disampaikan nelayan kecil. Misalnya sehubungan dengan tindakan pemerintah daerah menertibkan jalur lalu lintas kapal di Pelabuhan Sibolga. Di satu pihak jermal-jermal rakyat dibongkar. Di lain pihak pukat-pukat harimau liar dibiarkan bebas. Meskipun demikian, banyaknya pukat harimau liar yang beroperasi di perairan Sibolga selama ini terpaut pada cara kerja aparat pemerintah sendiri. Setidaknya begitu menurut kalangan pemilik kapal yang bersangkutan. Artinya, mereka bukan tak mengurus izin-izin tadi. Tapi aparat pemerintah menuntut hal yang tidak-tidak. Kepala Dinas Perikanan Kotamadya Sibolga, Thamrin Hasibuan, mengakui seakan-akan prosedur permintaan izin tersebut bertele-tele. Tapi "banyak pukat harimau yang memang tidak memenuhi syarat," katanya. Apapun latar belakangnya, sulit dibantah pukat harimau yang mempunyai izin operasi maupun tidak selama ini seakan-akan sama-sama mempunyai hak menguras ikan di perairan Sibolga. Lebih-lebih jika diingat bahwa lebih 1/5 bagian dari pendapatan daerah kotamadya ini dari tahun ke tahun berasal dari retribusi pukat harimau. 200% Maka taklah heran kalau ada yang menyebut tindakan Chairudin seakan-akan menunjukkan adanya aib pemerintahan walikota sebelumnya. Lebih-lebih peralihannya dari Walikota Pandapotan kepada Chairuddin baru terjadi Juni lalu. Betulkah? Chairudin tentu saja membantah. Sebab jauh sebelum ia memerintahkan penangkapan pukat harimau liar itu, hampir setahun lalu Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan telah menyerukan hal yang sama. Masuk akal jika seandainya Walikota Pandapotan masih bertugas, seperti dikatakan Humas Kotamadya Sibolga Tengku Anwar, bukan mustahil akan melakukan tindakan yang sama. Sebab batas waktu sejak dikeluarkannya seruan gubernur sampai sekarang katanya cukup lama. Namun tak kurang menarik cerita lain di kalangan pemilik pukat harimau. Menurut mereka, bantuan mereka terhadap usaha-usaha pemerintah selama ini cukup besar. Dari mulai dana PMI sampai kepada sumbangan untuk MTQ dan kegiatan Persatuan Sepakbola Sibolga (Persebsi) dihitung-hitung katanya, lebih 200% dari kewajiban retribusi resmi. Kesimpulannya, kalau mereka selama ini mengoperasikan pukat harimau tanpa dilengkapi surat-surat sah semata-mata lantaran terpaksa. "Kita kehabisan akal, mau apa?" kata mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus