Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nama vaksin Zifivax mencuat setelah keluar putusan Mahkamah Agung tentang vaksin halal.
Keluarga elite PDIP memiliki saham di PT JBio, yang memproduksi vaksin halal merek Zifivax.
Putusan Mahkamah Agung mengenai vaksin halal dianggap bisa mempengaruhi program vaksinasi.
BERSAMA-SAMA meninjau pengemasan vaksin Zifivax di pabrik PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia di Bogor, Jawa Barat, pada 8 April lalu, Mahendra Suhardono mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito. Direktur Utama PT Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBio) itu meminta bantuan agar BPOM mengawal proses registrasi Zifivax, vaksin halal versi Majelis Ulama Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penny sempat bertanya kepada Mahendra soal proses transfer teknologi saat memproduksi vaksin buatan perusahaan asal Cina, Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical, itu. “BPOM berkomitmen membantu karena vaksin ini akan dibuat di dalam negeri secara bertahap,” ujar Mahendra di kantor JBio, Jalan Musi, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JBio berkongsi dengan Anhui untuk memproduksi vaksin Zifivax di Indonesia. Mereka berkontrak dengan PT Biotis untuk pengemasan bahan baku atau vaksin bulk sampai pembangunan pabrik JBio di Cikande, Serang, Banten, rampung. JBio menggelontorkan sedikitnya Rp 500 miliar untuk membangun pabrik vaksin berkapasitas 30 juta dosis per tahun itu.
Kepala Badan POM Penny Lukito (kiri) meninjau produksi fill & finish Vaksin COVID-19 Zifivax di PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia, Bogor, Jawa Barat, 8 April 2022. Dok BPOM
BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat untuk Zifivax pada 7 Oktober 2021. Tapi izin itu dikeluarkan untuk vaksin yang diproduksi di pabrik Anhui. Perusahaan perlu mendaftar ulang karena vaksin diproses di fasilitas produksi yang berbeda. Di pabrik Biotis sudah dikemas 1 juta dosis Zifivax. “Belum terpakai sama sekali karena pemerintah tak mau beli,” kata Mahendra.
Penny Lukito tak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo. Dalam siaran pers tertanggal 8 April lalu, Penny berharap mutu vaksin Zifivax bisa terjamin secara konsisten dengan penerapan cara pembuatan obat yang baik (CPOB). “Sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasional dan memiliki daya saing di dalam ataupun luar negeri,” tuturnya.
Merek vaksin Zifivax mencuat setelah Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) pada 14 April lalu. Mahkamah memutuskan bahwa pemerintah wajib menyediakan vaksin Covid-19 yang halal. Dalam gugatannya, YKMI menyebutkan, selain Sinovac yang dipakai dalam program vaksin pemerintah, ada merek Zifivax yang sudah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia pada 28 September 2021.
Fatwa halal itu diperoleh setelah direksi JBio mengajak seorang anggota staf MUI pergi ke Anhui, Cina, dan melihat fasilitas produksi vaksin Zifivax pada Ramadan tahun lalu. Empat hari di Cina, pegawai MUI itu menyaksikan alat pembuatan vaksin dan menanyakan kandungan bahan baku kepada laboran. “Mereka sampai bingung karena pertanyaannya detail dan njelimet,” kata Direktur Pemasaran PT JBio Chairuddin Yunus, yang mengantar ke Cina.
Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan membenarkan kabar kunjungan perwakilan MUI ke pabrik Zifivax di Cina. Saat sidang Komisi Fatwa, peserta rapat relatif tak mempersoalkan kandungan vaksin Zifivax karena produsen memberikan penjelasan detail ketika dilaksanakan audit dari MUI.
Gugatan YKMI ke Mahkamah Agung disebut-sebut menguntungkan JBio sebagai produsen Zifivax di Indonesia. Mahendra membantah tudingan itu karena perusahaan tak mengenal YKMI. Adapun Direktur Eksekutif YKMI Ahmad Himawan mengklaim organisasinya tak ada hubungan dengan perusahaan vaksin. “Tak ada aliran dana ke kami,” tuturnya.
Kemunculan vaksin Zifivax membuka fakta lain. Dalam akta JBio tercatat, para pendiri menyetor modal sebesar Rp 120 miliar, ekuivalen dengan 120 ribu lembar saham. Sebanyak 30 ribu lembar dikuasai oleh PT Bio Lab Mitratama, perusahaan farmasi dan kesehatan yang berdiri pada Februari 2021.
Lima pemegang saham terdaftar dalam akta Bio Lab. Tiga orang di antaranya anak elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Mereka adalah Lillahi M.A.S. Bergas Darmacil, putra Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP, Said Abdullah; dan Rio Dondokambey, anak Bendahara Umum PDIP dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, yang memegang 3.000 lembar saham senilai Rp 3 miliar.
Ada juga nama Stephanie Octavia yang tercatat mengempit 1.400 lembar saham, ekuivalen dengan Rp 1,4 miliar. Ayah Stephanie adalah Rudianto Tjen, Wakil Bendahara Umum PDIP sekaligus anggota Komisi Pertahanan DPR. Stephanie, 31 tahun, sekarang duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dari Fraksi PDIP.
Keterlibatan keluarga politikus PDIP bermula dari kongsi bisnis yang retak. Pada 2018, sejumlah perusahaan asing dan anak perusahaan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang distribusi alat kesehatan berencana membuat perusahaan bioteknologi. “BUMN ini mundur di tengah jalan karena perintah manajemen,” kata Direktur Pemasaran PT JBio Chairuddin Yunus.
Setelah itu, Chairuddin memerintahkan timnya mencari mitra baru. Menolak menyebutkan nama, ia menjelaskan bahwa anggota tim bertemu dengan seorang mantan anggota DPR yang juga pengusaha. Bekas legislator ini menawarkan proposal pendirian perusahaan kepada anaknya, yang kemudian menghimpun tiga anak pengurus elite PDIP.
Chairuddin mengaku awalnya tak mengetahui latar belakang para pemegang saham JBio, termasuk PT Bio Lab, yang dikuasai keluarga politikus partai banteng. “Kami profesional kerjanya,” ujar purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut ini. Stephanie, salah satu pemilik saham Bio Lab, kebetulan juga berkecimpung di bisnis kesehatan dengan mengelola klinik kebugaran.
Klinik itu menempati gedung yang sama dengan kantor pusat JBio di Jalan Musi, Jakarta Pusat. Pusat kebugaran dan fisioterapi milik Stephanie ada di lantai 4 dan 5. Di ruangan seluas separuh lapangan badminton itu terdapat puluhan alat kebugaran dan besi berundak-undak yang biasa dipakai pasien stroke untuk terapi berjalan. Adapun kantor JBio berada di lantai 3.
Stephanie Octavia tak menjawab panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirim ke nomor telepon pribadinya hingga Sabtu, 14 Mei lalu. Rio Dondokambey juga tak merespons pertanyaan yang dilayangkan ke nomor WhatsApp dan pesan Instagram-nya. Tempo mendatangi rumah dinas Gubernur Sulawesi Utara pada Jumat, 13 Mei lalu. Seorang polisi pamong praja mengatakan griya itu kosong karena Olly dan istrinya melawat ke Korea Selatan.
Pada Kamis, 12 Mei lalu, ayah Bergas, Said Abdullah, menjelaskan bahwa anaknya meminta advis sebelum terjun ke bisnis vaksin. Kepada Said, Bergas menjelaskan hasil uji klinis vaksin Zifivax cukup baik dalam membentuk antibodi Covid-19. Said menyilakan putranya merintis usaha tersebut, tapi mewanti-wanti agar tak mencatut namanya saat mengurus perizinan. (Baca: Lobi Pemerintah Mengegolkan Fatwa Halal Vaksin AstraZeneca)
Said, kini menjabat Ketua Bidang Ekonomi PDIP, mengklaim tak ikut membenamkan modal ke perusahaan Bergas. Menurut dia, bisnis vaksin Zifivax mandek karena belum mendapatkan order dari Kementerian Kesehatan serta menunggu keputusan pemerintah untuk dipasarkan jika regulasinya terbit. “Niatnya sejak awal memang untuk dijual ke publik,” tuturnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh (tengah) bersama Direktur Pemasaran Jbio Chairuddin Yunus (kanan), menunjukkan keterangan terkait kehalalan Vaksin Zifivax di Kantor MUI, Jakarta, 9 Oktober 2021. TEMPO/Daniel Christian D.E
Berupaya mengegolkan Zifivax agar dipakai dalam program vaksinasi pemerintah, direksi JBio beberapa kali melobi Kementerian Kesehatan. Direktur Pemasaran JBio Chairuddin Yunus mengaku sedikitnya enam kali bersurat ke Kementerian untuk meminta kesempatan audiensi. Dia menilai respons pemerintah mengecewakan.
Direktur Utama JBio Mahendra Suhardono membenarkan cerita Chairuddin. Menurut bekas Direktur Pemasaran PT Bio Farma ini, manajemen JBio setidaknya dua kali menghadiri rapat telekonferensi dengan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia serta Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rondonuwu awal tahun ini.
Mahendra bercerita, dalam pertemuan itu dia menjelaskan profil vaksin Zifivax yang sudah mengantongi izin penggunaan darurat dan fatwa halal dari MUI. “Pemerintah bilang sedang berproses, tapi sampai sekarang tak ada kelanjutan,” ujarnya. Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, belum mengetahui soal lobi tersebut.
Keinginan JBio agar vaksinnya diserap pemerintah agaknya buntu. Siti mengungkapkan bahwa pemerintah tak akan menambah merek vaksin Covid-19 selain yang digunakan dalam program pemerintah, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, dan Johnson & Johnson. Ada juga merek Sinopharm yang digunakan korporasi dalam program vaksin gotong-royong.
Menurut Siti, pemerintah harus membuat regulasi dan menggelar sosialisasi ulang ke masyarakat jika menambah vaksin baru. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sekitar 61 persen dari 270 juta rakyat Indonesia sudah menerima dua dosis vaksin. “Kami tak ingin membingungkan masyarakat,” kata Siti.
Keengganan pemerintah memakai Zifivax tampak dari penolakan hibah sejuta dosis vaksin yang dikirim dari Anhui, Cina. Duta Besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun, bersurat kepada Direktur Utama Anhui Zhifei, Li Wanju, pada 19 Januari 2022. Dalam dokumen yang dilihat Tempo, Djauhari menulis bahwa pemerintah Indonesia bersedia menerima hibah Zifivax.
Dalam suratnya, Djauhari menyatakan pengiriman donasi akan dikoordinasikan oleh JBio, Kementerian Kesehatan, dan BPOM. Tapi paket hibah itu tak pernah dikirim ke Indonesia. Djauhari hanya membaca pesan konfirmasi ke nomor WhatsApp-nya.
Juru bicara vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, dan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengaku belum pernah mendengar hibah Zifivax dari Cina. “Semua hibah vaksin dari jalur bilateral dan multilateral selalu tercatat,” ujar Teuku.
Siti Nadia mengatakan Kementerian tak kesulitan mematuhi amar putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan untuk menyediakan vaksin berlabel halal. Menurut dia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin langsung mengubah kebijakan dengan menyediakan vaksin Sinovac untuk penguat alias booster.
Keputusan itu diambil setelah Kementerian menghitung stok vaksin Covid-19. Data Kementerian menunjukkan masih ada 73 juta dosis dari berbagai merek hingga awal April lalu. Sebanyak 272 ribu di antaranya Sinovac. Siti optimistis jumlah itu cukup untuk melayani masyarakat yang meminta vaksin booster berlabel halal.
Menurut Siti, sejak putusan Mahkamah Agung tentang penyediaan vaksin halal diketuk pada 14 April lalu, permintaan Sinovac baru meningkat 3.000-4.000 dosis. “Tak ada kenaikan signifikan,” ucapnya.
Pemerintah juga menerima masukan dari para pakar soal penggunaan Sinovac untuk penguat. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyampaikan hasil riset terbaru soal perbandingan efektivitas antara Sinovac dan Pfizer. Penelitian yang dimuat di The Economist edisi 19 April lalu itu menyebutkan khasiat Sinovac setara dengan Pfizer jika dipakai sebagai booster.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, juga sempat mempertanyakan putusan Mahkamah Agung kepada Menteri Kesehatan. Sidarto menyebutkan putusan vaksin halal berpotensi mengganggu kecepatan pemerintah menangani pandemi. “Sebagai awam, saya berpikir bukankah persoalan vaksin itu ranahnya ahli kesehatan, bukan ahli hukum,” tuturnya.
Toh, desakan memakai vaksin berlabel halal terus bergulir. Salah satunya dari Panitia Kerja Vaksinasi yang dibentuk Komisi Kesehatan DPR. Wakil Ketua Komisi Kesehatan Melkiades Laka Lena mengatakan komisinya sudah berkali-kali mengingatkan Menteri Kesehatan untuk mendengarkan aspirasi umat Islam.
Menurut Melkiades, desakan menyediakan vaksin halal sudah muncul sebelum putusan MA. Dia menyebutkan Presiden Joko Widodo sempat mengingatkan kebutuhan vaksin halal saat berpidato dalam Muktamar Nahdlatul Ulama di Lampung pada Desember tahun lalu. “Putusan MA ini harus direspons serius oleh Kementerian,” kata politikus Partai Golkar ini.
Dalam rapat yang digelar pada Ramadan lalu, anggota Panitia Kerja Vaksinasi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Kurniasih Mufidayati, mendesak pemerintah segera mengirim Sinovac ke sentra vaksinasi. “Pilihan vaksin halal mempengaruhi minat masyarakat,” ujar Kurniasih, yang mengklaim kerap menerima keluhan dari konstituennya yang ingin mendapat vaksin halal.
BUDIARTI UTAMI PUTRI, BUDHY NURGIANTO (MANADO)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo