Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini lelaki 72 tahun itu menjadi sekondan presiden yang jauh berbeda generasi: Joko Widodo. Kemampuannya menjalin hubungan politik dengan politikus Senayan, yang sering dilakukan dengan pragmatis, diperkirakan banyak membantu memuluskan program-program pemerintahan Jokowi.
Menghindari Kepungan Pengawal
Pengamanan khusus menjadi masalah tersendiri ketika Jusuf Kalla awal-awal menjabat wakil presiden. Mengakali dengan berupa-rupa cara.
Dibanding tinggal di Istana Negara, Jusuf Kalla memilih tinggal di rumah dinas wakil presiden di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Di mata Kalla, Istana bukan gedung yang menawan. Dalam bangunan minimalis yang semestinya menjadi kediaman wakil presiden itu hanya tersedia ruang tamu, dua kamar tidur, dan ruang makan. "Tak ada istimewanya. Kalau soal terproteksi, iya."
Rumah di Jalan Diponegoro jelas tak asing bagi Kalla. Tempat tinggal berlantai dua yang terletak di samping gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu pernah ditempati Kalla ketika menjabat wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009. Alasan utama ia suka tinggal di sana, menurut Kalla, penjagaan di Jalan Diponegoro lebih longgar. "Bisa menerima tamu kapan saja."
Boediono, wakil presiden 2009-2014, sependapat dengan Kalla. Menurut dia, penjagaan di rumah dinas wakil presiden hanya ada di pintu masuk untuk tamu dan beberapa petugas di lantai satu. "Paling di halaman ada panser lewat-lewat," katanya sembari tertawa ketika ditemui di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu. Menurut Boediono, lantai dua yang menjadi ruang pribadi diri dan istrinya, Herawati, steril dari pasukan pengamanan.
Boediono tak menunggu sampai berakhir masa tugas pada Senin pagi pekan ini untuk meninggalkan rumah dinas tersebut. Jumat sore, 3 Oktober lalu, dia bersama keluarga sudah pindah ke rumah pribadi di bilangan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Adapun Kalla menyatakan tak akan memboyong banyak barang ke rumah itu. Dia hanya akan membawa pakaian. "Kalau perabotan, kan sudah ada semua di sana," kata Alwi Hamu, sahabat Kalla yang juga Ketua Umum Lembang Sembilan Center, lembaga penelitian tempat Kalla juga menjadi dewan pengurusnya.
Rekan Kalla sejak 1963 itu menerangkan, ketika pindah ke rumah dinas wakil presiden pada 2004, Kalla pun tak neko-neko. "Mengalir saja. Paling baca doa sebelum pindah," ujarnya. "Malah Kalla sering bolak-balik ke rumah pribadinya pada awal menjabat."
Ada yang membuat Kalla tak nyaman ketika baru pertama menjadi wakil presiden sepuluh tahun silam. Ketika itu ajudan belum mengenal semua anggota keluarga dan teman dekatnya. Akibatnya, sering mereka kerepotan jika akan menemui Kalla. "Saudara atau tante saya tersinggung karena tidak boleh masuk," kata Kalla. Akhirnya disiasati, mereka yang akan datang memberi kabar dulu.
Kerepotan lain yang berkaitan dengan pengamanan adalah jika ada atau akan menghadiri kondangan. Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) akan lebih dulu mendatangi tempat acara untuk memastikan keamanan dan kenyamanan. Makanan dan dapur pun tak luput dari pemeriksaan. Paspampres juga menyiapkan alat deteksi logam untuk memeriksa tetamu. Untuk hal demikian, Kalla memiliki siasat. Biasanya, setengah jam sebelum berangkat resepsi, dia baru memberi tahu ajudan. Pemberitahuan dadakan itu membuat pasukan tak sempat menggelar "ritual" pemeriksaan.
Menurut Kalla, ia kerap melakukan hal demikian agar kejadian yang pernah ia alami pada 2005 tak terulang. Ketika itu ia bermaksud mendatangi salah seorang tantenya. Sebelum ia datang, sepasukan Paspamres mendatangi rumah sang tante. Memeriksa seisi rumah. Kolong ranjang dan dapur tak luput dari pemeriksaan. Makanan yang bakal dihidangkan diperiksa dan dites dulu. Sang tante berang. "Eh, kenapa kalian periksa-periksa? Sejak dulu dia makan ini," kata Kalla menirukan lengkingan bibinya saat itu.
Nah, karena itulah, suatu ketika, saat di Makassar dan Paspamres bertanya kepada dirinya apakah akan mampir ke rumah tantenya, Kalla menggeleng. Namun, di tengah perjalanan, dia serta-merta meminta dibelokkan ke rumah tantenya. "Kalau dikasih tahu bisa repot. Nanti ada petugas kodim, polres, dan segala macam."
Untuk urusan rute perjalanan, dia juga kerap "adu pintar" dengan tim pengantar. Ketika mengunjungi proyek atau tempat tertentu, tim biasanya sudah menyiapkan segala sesuatunya: rute dan jalan yang sudah diperbaiki lebih dulu. Kalla biasanya menolak melewati rute yang telah ditentukan protokoler. "Kalau mobil mau ke kanan, saya bilang ke kiri," katanya. Cara itu bermanfaat karena petugas kemudian tak lagi akal-akalan. Semua jalan di wilayah itu diperbaiki agar Kalla tak menemukan jalan rusak berlubang.
Sebagai wakil presiden, Kalla secara resmi, jika bepergian, akan "dikepung" petugas. Sekali jalan dia dikawal sekitar 60 petugas dengan minimal 12 mobil. Ada pengawal, ajudan, bagian medis, keamanan, serta petugas radio. Kalau mengunjungi daerah, keamanan bertambah-tambah. Bahkan, ujar Kalla, semua jalan harus ditutup demi keamanan dan kenyamanan wakil presiden. Walhasil, menurut dia, ongkos perjalanan begitu tinggi. Untuk kunjungan ke sebuah kota, penjagaan bisa melibatkan sampai 1.000 personel dengan lapisan penjagaan ring satu dan dua. Dari sisi ekonomi tentu ini tidak efisien.
Itu sebabnya Kalla tak mau dipilih lagi sebagai Ketua Umum PMI, yang masa jabatannya berakhir Desember nanti. Menurut dia, posisinya sebagai wakil presiden akan mengganggu tugas di PMI. "Misalnya PMI mau menyumbang Rp 500 juta untuk korban bencana, ongkos saya ke sana melebihi itu," ujarnya. Kalla sendiri akan mengakhiri secara resmi jabatannya sebagai Ketua PMI pada Desember ini. Ia menolak diperpanjang.
Belajar dari pengalaman itu, Kalla mengusulkan kepada Joko Widodo agar mengubah bentuk blusukan-nya jika sudah duduk di kursi presiden. Model blusukan "konvensional" itu jelas akan memakan biaya tinggi. Sebab, petugas yang akan berjaga bisa mencapai 2.000 orang. Jokowi tampaknya menyadari hal ini. Itu pula yang kemudian membuat ia melahirkan konsep e-blusukan, yang tentu jauh lebih murah dari sisi biaya. Menggunakan perangkat multimedia di ruangan khusus Istana, Jokowi akan bisa memantau kondisi lapangan sekaligus berkomunikasi dengan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo