Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang kerjanya di Balai Kota-yang secara kelakar kerap disebut sejumlah wartawan sebagai "istana Gubernur Jakarta"-Joko Widodo melontarkan sebuah kalimat penuh kenangan, "Saya ini petarung." Diam sejurus, kepada Tempo dalam satu pertemuan sepanjang 90 menit lebih pada Kamis dua pekan lalu, dia menambahkan, "Saya sudah biasa ditolak orang. Jadi kita kerja saja, tak perlu khawatir."
Dengan berat tubuh tak sampai 60 kilogram, postur semampai, dan air muka tenang, sosok Jokowi-yang hari ini dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia-praktis meleset dari segala imajinasi pertarungan. Di kuping sebagian orang, kata-kata bekas pengusaha mebel ini malah bisa terdengar terlalu percaya diri. Bisa jadi. Tapi lompatan kariernya dalam, setidaknya, satu dekade terakhir mencerminkan sejumlah pertarungan klasemen berat.
Datang dari Solo, Jawa Tengah, Jokowi naik ke kursi Gubernur Jakarta setelah mengalahkan kandidat inkumben Fauzi Bowo: anak Betawi, doktor tata kota lulusan Jerman. Belum genap tahunnya memimpin DKI Jakarta, Jokowi menceburkan diri ke latar yang mendidih, yakni perebutan kursi Presiden Indonesia.
Jokowi mengaku kemenangannya dalam pemilihan presiden, yang kemudian dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi, bukan jalan mudah. "Setiap menteri, setiap orang yang bergabung dalam tim kerja ke depan, tak bisa tidak, harus hadir dengan mental mau bertempur," ujarnya dengan serius. Dia menyiapkan sejumlah strategi untuk memimpin pemerintahannya.
Termasuk yang paling krusial seperti membentuk kabinet kerja yang bersih. "Saya hanya takut kepada orang-orang yang bersih," ucap Jokowi memberi alasan. Dia memanfaatkan kombinasi pengalamannya sebagai pengusaha dan kepala daerah untuk menjaring pembantu-pembantu paling tepat. Jokowi berterus terang bahwa dia tetap menimbang cermat realitas ekonomi, politik, dan sosial sebelum membuat suatu keputusan strategis. "Saya tidak mau orang datang dengan program di awang-awang. Harus bisa langsung diterapkan dan ada target mencapai sasaran," katanya tentang para calon pembantunya.
Tiga bulan pertama, pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan berfokus pada program berorientasi rakyat, semacam Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan kompensasi alih subsidi. Program tol laut juga masuk agenda unggulan. Ruang fiskal yang sempit di awal masa kerjanya, menurut Jokowi, akan diterabas melalui sektor penerimaan negara, termasuk pajak.
Perombakan arsitektur kementerian akan dilakukan dengan alasan membuat kerja kabinet lebih efektif. Umpamanya, Kementerian Kedaulatan Pangan merupakan gabungan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lalu akan muncul pula kementerian baru di bidang maritim. "Kami upayakan, segera sesudah pelantikan, kabinet bisa langsung bekerja," ujarnya.
Pertemuan dengan wartawan Tempo Ananda Teresia, Agustina Widiarsi. Elik Susanto, Hermien Y. Kleden, dan fotografer Ijar Karim pada dua pekan lalu adalah wawancara terakhir dengan Jokowi di "istana Gubernur"-sebelum dia boyongan ke Istana Negara selepas inaugurasi.
Anda akan mengumumkan kabinet pada hari ini, setelah pelantikan?
Kabinet akan saya umumkan secepatnya. Bisa setelah pelantikan atau satu hari setelah itu.
Bentuknya seperti apa?
Ini sudah bolak-balik saya katakan: kami akan membangun kabinet kerja. Perencanaannya harus sudah operasional, bukan di tataran konsep, wacana, atau program makro.
Misalnya?
Kalau bicara kedaulatan pangan, operasionalnya apa, beras atau jagung; targetnya berapa. Lalu bagaimana cara meraih swasembada.
Sejauh apa persiapannya? Kan, setelah dilantik, Anda mau langsung bekerja?
Sudah amat detail, termasuk tahapan menuju ke situ. Kalau bicara irigasi, berapa kilometer yang dibangun dalam setahun. Sudah sedetail itu. Target-target kementerian harus jelas. Saya beri target dan dia (menteri) harus menghitung dengan cara apa dia mencapai target-dan menyampaikan kepada saya.
Menteri diharapkan langsung siap dengan program pada hari pertama?
Iya. Kan, di saat tes sudah diukur.
Bagaimana Anda mengukur dan mengetes para menteri?
Ya, dites saja. Ini ada problem ini, beras kita impor, kekurangannya sekian ton, kekurangan sawah hanya sekian juta hektare. Setahun harus mendapat beras sekian ton. Gimana caranya? Kalau menjawabnya akademis, ya, tidak bisa masuk.
Dalam berapa pertemuan Anda bisa mengukur orang ini cocok menjadi anggota kabinet?
Ketemu sekali, saya sudah bisa mengukur. Kan, rekam jejak dia sudah ada.
Sulitkah mencari menteri yang sesuai dengan keinginan?
Sangat susah. Yang pintar banyak sekali, tapi yang punya karakter dan orisinal itu sulit. Sulit sekali.
Apakah menteri dalam kabinet Jokowi-Kalla harus jadi petarung juga?
Iya, dong. Dengan kondisi seperti ini, harus berubah. Nanti akan berhubungan dengan DPR, akan dipanggil. Pintar tapi tidak bisa berhubungan dengan Dewan, ya, bagaimana....
Ada batasan umur bagi menteri yang dipilih?
Tidak ada. Saya tidak mau urusan tua, muda, laki, perempuan.
Pengaruh realitas politik bagaimana?
Realitas politik termasuk yang harus kita pertimbangkan.
Seperti apa realitas politik yang harus dipertimbangkan?
Sampai saat ini kan belum ada. Tapi, kalau nanti ada, realitas politik yang harus dipertimbangkan, ya, harus begitu.
Adakah permintaan khusus dari partai politik penyokong?
Tidak ada dan tidak ada ngeyel-nya. Itu yang saya senang.
Di mana Anda akan menempatkan Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Wiranto dalam pemerintahan?
Saya pikir mereka memang tidak mau ada di kabinet. Kalau fungsinya menasihati saya, semestinya di Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden).
Ada kemungkinan ketua partai menjadi menteri?
Saya bilang begini, pegang partai saja pusing, ditambah jadi menteri. Bisa atau tidak? Apa bisa bekerja? Pokoknya tidak jadi ketua atau nonaktif atau dengan jurus apa, saya tidak tahu.
Maksudnya Anda menarik garis tegas bahwa menteri harus bebas dari kepentingan partai?
Jelas, dong. Tapi, masak, konsultasi ke ketua partai dianggap berbeda lagi. Saya tanya ke Surya Paloh, ke Ibu Mega, beliau biar gimana pun kan senior. Tapi komunikasi seperti itu malah dianggap didikte. Ya, tidak bisa, dong.
Takutkah Anda kepada Dewan Perwakilan Rakyat, terutama melihat konstelasi terakhir di Dewan?
Tidak. Pikiran saya, setelah pilpres, kembali bekerja normal dan tarungnya lima tahun lagi dan tidak seperti ini. Ini kan kayak episode kedua pilpres.
Perlu ada usaha lebih menghadapi parlemen?
Dalam pandangan manajemen, situasi sekarang ini sebenarnya baik-kalau (hubungannya) sehat. Ada checks and balances dalam manajemen negara. Itu bagus.
Kalau semangatnya bukan checks and balances?
Tapi kalau semangatnya menjegal, menghambat, ini tidak akan memberikan pendidikan baik kepada masyarakat.
Seberapa kesiapan Anda menghadapi situasi ini?
Saya ini petarung. Tapi saya juga santai. Kalau kita memandang segala sesuatu dalam posisi yang fresh, mikirnya bisa jernih. Tidak kagetan. Politik bisa berubah, setiap hari, setiap jam dan menit. Tapi saya santai saja. Kita kerja saja, tidak perlu khawatir.
Apa saja yang Anda hitung dalam lima tahun mendatang?
Berhitung, berkalkulasi, itu mesti. Harus ada plan A, B, C, D; plan 1, 2, 3, 4. Kalau rencana ini luput, masuk ke mana; kalau yang itu luput, masuk ke mana. Ini mengelola negara, mengelola 240 juta lebih penduduk. Kepentingannya harus ke sana semua.
Apa kebijakan utama ekonomi Anda pada tiga bulan pertama?
Kebijakan-kebijakan krusial. Misalnya masalah perizinan. Kita beri sinyal bahwa kita serius menangani masalah perizinan. Yang selalu dikeluhkan kan itu. Membuat power plant kok sampai tiga-empat tahun izinnya. Ada one stop service yang online secara nasional.
Servis satu pintu ini akan sampai tingkat kabupaten/kota?
Sudah banyak yang punya. Jadi ini mendorong yang belum punya saja. Sistem di daerah harus terintegrasi dengan pusat sehingga ada kontrol dan terpusat. Cash management system juga menjadi perhatian.
Bujet akan dikontrol dari pusat?
Cash management system akan menjadi perhatian dan bujet dikontrol dari pusat.
Tentang bahan bakar minyak, apa rencana Anda?
Saya tidak berbicara mengenai kenaikan harga BBM, tapi mengalihkan subsidi dari konsumtif ke produktif dan memperkuat sisi produksi negara. Kenikmatan yang naik mobil dipindahkan ke sektor-sektor produktif untuk irigasi petani, benih petani, pupuk.
Anda akan melanjutkan Bantuan Langsung Tunai sebagai kompensasi?
Ada bermacam-macam bentuk, tapi kami belum menghitung. Ada Kartu Indonesia Pintar, transfer kontan. Yang paling penting, masuk ke usaha-usaha produktif tadi. Mesin dan pendingin untuk nelayan. Cash transfer untuk usaha-usaha di desa. Sistemnya berbentuk kartu.
Ini di luar bantuan desa?
Di luar. Yang ini individu dan ditransfer ke individu.
Postur anggaran Anda akan amat terbatas di awal. Bagaimana mengatasinya?
Dengan menggenjot penerimaan. Pajak saya kira masih bisa-dengan membangun sistem. Kita bicara jangka panjang, ke depan. Kalau tahun ini, cash flow-nya sudah amat berat.
Pengalihan subsidi bisa menolong postur anggaran?
Iya, dong. Kalau tahun depan bisa. Tapi belum kami putuskan mau naikkan berapa.
Idealnya berapa menurut Anda?
Kan, tumpuannya tidak dari situ, tapi dari penerimaan dan pajak. Peluangnya masih banyak.
Ya, tapi strateginya apa?
Membangun sistem online. Kedua, melalui pajak-pajak pribadi. Yang di luar kandang masih banyak yang bisa dikejar dan mereka punya NPWP. Kecil-kecil kalau sistemnya dibangun bisa besar sekali.
Cukup untuk membiayai Indonesia Pintar?
Sangat cukup. Yang paling penting, Direktorat Pajak harus diberi payung yang kuat-dari presiden langsung-sehingga mereka bekerja lebih percaya diri.
Bentuk payungnya?
Bisa bentuk dalam badan sendiri. Yang paling penting bukan badannya atau dirjennya, melainkan payungnya. Tidak harus dalam bentuk kantor. Berikan semangat kepada mereka.
Apakah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) akan dilanjutkan?
Mungkin ada satu-dua yang bisa, tapi banyak yang tidak.
Mengapa tidak semua dilanjutkan?
Semangat kita membangun infrastruktur adalah untuk kepentingan rakyat. Investor bisa nebeng di situ saja, tidak apa-apa. Tapi yang utamanya rakyat. Jadi jangan kebalik: dibangun untuk investor, lalu rakyat nebeng.
Sulitkah membalikkan situasi ini yang sudah mainstream?
Tidak. Kan, itu hanya membelokkan saja supaya yang dapat rakyat. Misalnya membangun kereta api. Jangan berpikir ini harus lewat Kalimantan dan harus lewat jalur ini dan ini karena melewati pengangkutan batu bara.
Kalau pikiran Anda bagaimana?
Kalau saya berpikirnya begini: ini dari kota ini ke kota ini karena ada distribusi logistik yang harus sampai sehingga murah dan rakyat harus yang diutamakan. Ini yang membangun juga investor, hanya prioritasnya kepada rakyat. Orientasi dalam memandang MP3EI berbeda.
Anda akan memimpin 240 juta penduduk-dan hampir separuhnya tidak memilih Anda dalam pemilihan umum yang lalu. Ada komentar?
Tidak ada masalah. Rakyat itu sekarang sudah tidak ada masalah. Justru sekarang ini yang dewasa itu rakyat. Jadi kebalik. Elitenya malah yang bermasalah dan tidak memberikan pendidikan politik yang baik.
Bagaimana nasib para relawan?
Terus, tidak akan bubar. Saya ingin membangun sebuah pemerintahan dengan ruang partisipasi publik. Di situ ada relawan. Komunikasi dengan mereka harus dijaga.
Kami dengar Pasukan Pengamanan Presiden mengalami kesulitan saat Anda blusukan?
Tidak, tanya saja Paspampresnya. Mereka dilatih di Amerika atau Korea dan tak menemui kasus seperti ini. Dalam jarak 20-200 meter harus sudah clean. Di lapangan, saya diberi tahu oleh mereka, "Bapak tidak bisa seperti ini, tiba-tiba berhenti di tengah jalan." Saya memang suka berhenti tiba-tiba, menyalami masyarakat, berhenti di pasar. Saya tidak mau ini berubah.
Tapi, untuk keamanan, kan perlu ikut aturan Paspampres?
Kalau suatu kunjungan sudah direncanakan, ya. Harus ikut aturan. Tapi berkunjung mendadak kan tak mungkin ada apa-apanya. Misalnya ada yang mau bunuh saya, masak nyegatnya di pasar? Kan, mereka tidak tahu saya mau ke situ. Tapi, kalau di tempat yang saya rencanakan, mungkin saja terjadi.
Hidup Anda dan keluarga berubah total?
Total. Berubah total.
Boleh tahu apa saja yang diprotes istri dan anak-anak Anda?
Istri saya kan masih suka bebersih dan mengurus rumah. Dia bilang, "Mas, masak, saya mau mencuci baju saja ditungguin Paspampres?" Repot sekali, ha-ha-ha....
Joko Widodo
Tempat dan tanggal lahir:
21 Juni 1961
Pendidikan:
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Sekolah Menengah Atas 6, Surakarta
Karier:
Presiden Republik Indonesia (2014-2019)
Gubernur DKI Jakarta (2012-2014)
Wali Kota Solo (2005-2012)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo