Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Umi Sardjono menolak aturan perempuan harus mendapat izin suami untuk pergi ke luar negeri.
Menolak poligami, Umi Sardjono kerap berhadapan dengan organisasi perempuan Islam.
Umi Sardjono juga mendukung petani perempuan mendapatkan tanah.
TIGA tahun menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Suharti Sumodiwirjo atau Umi Sardjono kian menunjukkan tajinya. Ia gencar mendorong perubahan aturan tentang keimigrasian. “Sebabnya, perempuan yang mau ke luar negeri harus mendapat izin suami,” tutur Umi seperti ditirukan Ruth Indiah Rahayu, Ketua Divisi Pendidikan IndoProgress Institute for Social Research and Education, Sabtu, 25 September lalu.
Menurut Ruth, Umi berpandangan kaum hawa tak boleh dibelenggu untuk bepergian ke luar negeri. Apalagi saat itu banyak perempuan telah bersekolah di luar negeri atau mengikuti kegiatan internasional. Misalnya, delegasi perempuan Indonesia hadir dalam konferensi pertanian di Moskow, Rusia, pada 1950-an.
Umi kerap mendiskusikan aturan imigrasi itu dengan koleganya di DPR. Usul itu pun disambut anggota Dewan lain. Ruth mengatakan peraturan itu didukung oleh Partai Nasionalis Indonesia, Partai Komunis Indonesia, golongan pemuda, dan mahasiswa. “Perjuangan untuk mengegolkan aturan ini tak berat, karena di DPR banyak perempuan,” ujar Ruth.
Cerita Umi itu disampaikan kepada Ruth secara periodik pada 2002-2008. Pembicaraan dengan Umi memerlukan waktu panjang karena ia tak terlalu terbuka ihwal masa lalunya. Penjara Orde Baru membuat Umi cemas ketika ditanya tentang aktivitas politik dan kegiatan organisasi yang dipimpinnya, Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani.
Di DPR, Umi menjadi bagian dari Fraksi Gotong Royong yang berisi utusan perwakilan masyarakat. Sejak 1959 hingga 1965, ia menjadi legislator yang mewakili kelompok perempuan. Di parlemen, Umi kerap memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Selain aturan imigrasi, ia mendorong pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perkawinan.
Rancangan tersebut sebenarnya sudah masuk DPR pada 1946. Tapi pembahasannya tak kunjung rampung. Sebab, terjadi perdebatan panjang di Dewan soal batas usia perkawinan, serta ketentuan monogami dan poligami. “Umi dan Gerwani ingin Undang-Undang Perkawinan melarang poligami,” ujar Ruth.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo