Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kisah-Kisah Serba Puing

Kisah kotif banjarbaru yang sedang beringsut tumbuh. fasilitas gedung & peralatan milik proyek dan peru sahaan yang gagal, dimanfaatkan kembali. perusahaan dari malaysia & jakarta berminat ke daerah ini. (kt)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGINILAH nasib Banjarbaru si kota administratif yang bertengger di Gunung Apam, selatan Banjarmasin itu. Kota yang beringsut tumbuh ini merupakan tonggak pemanfaatan, sekaligus juga merupakan bekas puing-puing kegagalan. Kotanya sendiri dibangun dengan memanfaatkan hutan karamunting dan padang alang-alang yang nyaris mubazir. Di zaman "pembangunan semesta berencana" orla kemarin, Banjarbaru dikerling juga sebagai wadah proyek-proyek pusat. Lalu beruntun onggokan kegagalan yang diwariskan. Sekedar diingat, baik juga disebut: Projakal si proyek jalan yang direncanakan menghubungkan bagian-bagian penting di Kalimantan (minus utara) ternyata mandek. Masih mendingan, orang-orang di Banjarmasin toh bisa juga mencapai Balikpapan (Kaltim) lewat jalan darat Panajam yang memang menyusur bukit nan tajam dan berkelok-kelok di atas ngarai. Beberapa wisma eks Projakal ini kemudian dimanfaatkan untuk menampung petugas-petugas Aneka Tambang Unit Intan. Belakangan PN harta karun yang bernafsu besar mengorek-ngorek intan secara mekanis ini juga terancam wabah kegagalan. Sesungguhnya ia sudah lama kudu terkubur, sekian lama sekarat, namun masih bersikeras bertahan. Bisa saja, karena terus-terus diinfus dengan dana dari unit tambang lainnya. Namanya saja: Aneka Tambang. Si Mekatani yang pernah menggelindingkan traktor-traktor katanya buat teladan mekanisasi dan modernisasi pertanian yang berproyek di Pulau Beruang, setelah sekian banyak menguras uang: gagal total. Sebuah modal asing. kabarnya dari Malaysia, kemudian mengerling itu bekas bangunan yang nyaris jadi pabrik penggergajian kayu Daya Sakti Timber Corp. Tidak begitu kisah PN Percetakan Banjarbaru. Satu-satunya percetakan negara di bilangan Kalsel ini, setelah kesibukan cetak mencetak keperluan pemilu 1971 kemarin, tak lama ia macet. Entah bagaimana benar kisah kebangkrutannya. Yang jelas seluruh onderdilnya kemudian diboyong ke Samarinda. Ada semacam kecemburuan atau juga penyesalan di kalangan orang pers di Banjarmasin, mengapa itu pabrik sampai hanyut ke tepian sungai Mahakam ketimbang tepi sungai Martapura yang katanya persnya mengap-mengap. Tak tahulah, namun tampaknya tangan gubernur Wahab Syahranie memang gesit. Lain lagi cerita PBBK alias Proyek Besi Baja Kalimantan yang teknisinya orang-orang dari negeri Beruang Merah alias Rusia. Setelah G 30 S/PKI gagal, ia melorot begitu saja. Tinggallah mes-mes, gudang, kantor dan perlengkapan. Sebuah tangan dari Jakarta terulur memanfaatkan sebuah gudang di pojok utara untuk pabrik "Oxygen Plant" -- barusan saja. Yang menarik adalah helikopter-helikopternya yang di masa jayanya dulu rajin naik turun mengadakan survey sampai ke Tanah Laut, kini telah jadi besi (atau juga baja) tua. Sebiji bak dara patah hati, terus melongok angkasa, bersepi-sepi dekat lapangan tenis Banjarbaru. Jadilah semacam barang musium terbuka penghias pemandangan kota Banjarbaru. Sebiji lagi si heli yang getol berhujan berpanas di halaman eks gudang dekat menara tinggi biasa getol dipanjati oleh anak-anak ST-STM. Nah perkara berdirinya ST-STM ini pun ada kisah dan kasihnya. Ir. Bule Tahun 1968 seorang insinyur bule yang telah menjadi warga kota Banjarbaru yang setia dapat inspirasi untuk memanfaatkan gudang-gudang eks PBBK sebagai wadah sekolah teknik yang telah lama mengeram di benaknya. Van der Pijl si insinyur bule, pernah jadi tangan kanan almarhum gubernur Murjani merintis dan membangun Banjarbaru yang direncanakan sebagai ibukota propinsi Kalimantan (TEMPO, 24 Pebruari 1973). Banjarbarunya memang berdiri, tapi tak dilirik lagi untuk calon ibukota propinsi. Konon ketika pengalaman bangun-membangun gedung di Banjarbaru itulah insinyur jurusan bangunan itu merasakan betapa langkanya tenaga teknik biar yang menengah saja pun. Ia bagai digelitik agar berkemas untuk mendirikan ST-STM di Banjarbaru yang diwasiatkannya untuk merangkul jasadnya bila saja ia meninggal dunia. Seperti bioskop "Sederhana" (kemudian bertukar nama Dirgantara) yang pertama didirikanna sebagai sarana hiburan di hari-hari pertama Banjarbaru dipagut kesepian, ST-STM itu memang kemudian terwujud. Dengan tekun dan penuh pengabdian sekolah swasta ini diasuhnya. Kini ST-STM di Banjarbaru ini masih menyantuni 212 siswa ST dan 243 siswa STM (jurusan mesin, listrik dan bangunan). Bersesak-sesak di ruangan yang serba langka perlengkapan. Toh setiap tahun ia meluluskan siswa yang konon ada juga yang beroleh kerja di beberapa instansi. Padahal untuk praktek lapangan saja siswa-siswa ini dititipkan ke proyek-proyek (pemborong) pembangunan, pabrik kertas (jurusan mesin), PLN (listrik) sedang guru-gurunya karyawan proyek, pegawai negeri yang nyambi gawi. Syukur juga kran bantuan gubernur sejak tahun 1975 kemarin menetes juga Rp 100.000/bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus