BEGINILAH nasib Banjarbaru si kota administratif yang bertengger
di Gunung Apam, selatan Banjarmasin itu. Kota yang beringsut
tumbuh ini merupakan tonggak pemanfaatan, sekaligus juga
merupakan bekas puing-puing kegagalan. Kotanya sendiri dibangun
dengan memanfaatkan hutan karamunting dan padang alang-alang
yang nyaris mubazir. Di zaman "pembangunan semesta berencana"
orla kemarin, Banjarbaru dikerling juga sebagai wadah
proyek-proyek pusat. Lalu beruntun onggokan kegagalan yang
diwariskan. Sekedar diingat, baik juga disebut: Projakal si
proyek jalan yang direncanakan menghubungkan bagian-bagian
penting di Kalimantan (minus utara) ternyata mandek. Masih
mendingan, orang-orang di Banjarmasin toh bisa juga mencapai
Balikpapan (Kaltim) lewat jalan darat Panajam yang memang
menyusur bukit nan tajam dan berkelok-kelok di atas ngarai.
Beberapa wisma eks Projakal ini kemudian dimanfaatkan untuk
menampung petugas-petugas Aneka Tambang Unit Intan. Belakangan
PN harta karun yang bernafsu besar mengorek-ngorek intan secara
mekanis ini juga terancam wabah kegagalan. Sesungguhnya ia sudah
lama kudu terkubur, sekian lama sekarat, namun masih bersikeras
bertahan. Bisa saja, karena terus-terus diinfus dengan dana dari
unit tambang lainnya. Namanya saja: Aneka Tambang.
Si Mekatani yang pernah menggelindingkan traktor-traktor katanya
buat teladan mekanisasi dan modernisasi pertanian yang berproyek
di Pulau Beruang, setelah sekian banyak menguras uang: gagal
total. Sebuah modal asing. kabarnya dari Malaysia, kemudian
mengerling itu bekas bangunan yang nyaris jadi pabrik
penggergajian kayu Daya Sakti Timber Corp.
Tidak begitu kisah PN Percetakan Banjarbaru. Satu-satunya
percetakan negara di bilangan Kalsel ini, setelah kesibukan
cetak mencetak keperluan pemilu 1971 kemarin, tak lama ia macet.
Entah bagaimana benar kisah kebangkrutannya. Yang jelas seluruh
onderdilnya kemudian diboyong ke Samarinda. Ada semacam
kecemburuan atau juga penyesalan di kalangan orang pers di
Banjarmasin, mengapa itu pabrik sampai hanyut ke tepian sungai
Mahakam ketimbang tepi sungai Martapura yang katanya persnya
mengap-mengap. Tak tahulah, namun tampaknya tangan gubernur
Wahab Syahranie memang gesit. Lain lagi cerita PBBK alias Proyek
Besi Baja Kalimantan yang teknisinya orang-orang dari negeri
Beruang Merah alias Rusia. Setelah G 30 S/PKI gagal, ia melorot
begitu saja. Tinggallah mes-mes, gudang, kantor dan
perlengkapan. Sebuah tangan dari Jakarta terulur memanfaatkan
sebuah gudang di pojok utara untuk pabrik "Oxygen Plant" --
barusan saja. Yang menarik adalah helikopter-helikopternya yang
di masa jayanya dulu rajin naik turun mengadakan survey sampai
ke Tanah Laut, kini telah jadi besi (atau juga baja) tua. Sebiji
bak dara patah hati, terus melongok angkasa, bersepi-sepi dekat
lapangan tenis Banjarbaru. Jadilah semacam barang musium
terbuka penghias pemandangan kota Banjarbaru. Sebiji lagi si
heli yang getol berhujan berpanas di halaman eks gudang dekat
menara tinggi biasa getol dipanjati oleh anak-anak ST-STM. Nah
perkara berdirinya ST-STM ini pun ada kisah dan kasihnya.
Ir. Bule
Tahun 1968 seorang insinyur bule yang telah menjadi warga kota
Banjarbaru yang setia dapat inspirasi untuk memanfaatkan
gudang-gudang eks PBBK sebagai wadah sekolah teknik yang telah
lama mengeram di benaknya. Van der Pijl si insinyur bule,
pernah jadi tangan kanan almarhum gubernur Murjani merintis dan
membangun Banjarbaru yang direncanakan sebagai ibukota propinsi
Kalimantan (TEMPO, 24 Pebruari 1973). Banjarbarunya memang
berdiri, tapi tak dilirik lagi untuk calon ibukota propinsi.
Konon ketika pengalaman bangun-membangun gedung di Banjarbaru
itulah insinyur jurusan bangunan itu merasakan betapa langkanya
tenaga teknik biar yang menengah saja pun. Ia bagai digelitik
agar berkemas untuk mendirikan ST-STM di Banjarbaru yang
diwasiatkannya untuk merangkul jasadnya bila saja ia meninggal
dunia. Seperti bioskop "Sederhana" (kemudian bertukar nama
Dirgantara) yang pertama didirikanna sebagai sarana hiburan di
hari-hari pertama Banjarbaru dipagut kesepian, ST-STM itu memang
kemudian terwujud. Dengan tekun dan penuh pengabdian sekolah
swasta ini diasuhnya.
Kini ST-STM di Banjarbaru ini masih menyantuni 212 siswa ST dan
243 siswa STM (jurusan mesin, listrik dan bangunan).
Bersesak-sesak di ruangan yang serba langka perlengkapan. Toh
setiap tahun ia meluluskan siswa yang konon ada juga yang
beroleh kerja di beberapa instansi. Padahal untuk praktek
lapangan saja siswa-siswa ini dititipkan ke proyek-proyek
(pemborong) pembangunan, pabrik kertas (jurusan mesin), PLN
(listrik) sedang guru-gurunya karyawan proyek, pegawai negeri
yang nyambi gawi. Syukur juga kran bantuan gubernur sejak tahun
1975 kemarin menetes juga Rp 100.000/bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini