HARI Jum'at pagi itu Letkol Aben Benyamin baru saja dilantik
jadi Bupati Tasikmalaya. Sudah direncanakan, malam harinya akan
dilangsungkan acara perpisahan. Tapi menjelang senja, terdengar
ledakan cukup keras. Seorang anak yang sedang naik sepeda di
jalan arah ke Manonjaya, terpental ke udara untuk kemudian
terbanting kembali dengan keras. Ternyata ledakan itu disusul
oleh rentetan lainnya berkepanjangan. Penghuni Tasikmalaya yang
sedang istirahat pada terperanjat. Asap mengepul di sebelah
selatan. Pabrik bahan peledak Dahana, terletak di kompleks
pangkalan AURI Cibeureum, lebih 2 kilometer dari kota
Tasikmalaya ke arah Manonjaya, meledak.
Penduduk di sekitarnya serentak menyelamatkan diri. "Jalan penuh
oleh manusia, persis seperti pengungsi di zaman kacau beberapa
tahun yang lalu", kata seorang sersan AURI. Pengungsi itu memang
terus bertambah, karena ledakan tak kunjung berhenti sampai
parak pagi. Halaman pendopo kabupaten yang semula direncanakan
untuk perpisahan, akhirnya menjadi penampungan pengungsi. Bahkan
sampai esok harinya api masih menyala. Tak ada usaha untuk
memadamkan api karena medan sangat berbahaya. Dan ledakan
pertama justru datang dari gudang penyimpanan. "Di tempat
tersebut tersimpan ratusan ton bahan peledak" kata Letda Sutarno
dua hari setelah kejadian.
Dahana sekarang, yang meliputi areal 7 hektar, semula bernama
Proyek Menang, yakni sebuah proyek yang didirikan pada tahun
1963, khusus membuat bahan peledak dan roket untuk keperluan
AURI. Waktu itu kita sedang asyik-asyiknya berkonfrontasi dengan
Malaysia. Tahun 1973, dengan PP 36, proyek ini dipecah. Bagian
pembuat bahan peledak menjadi Perum Dahana berada di bawah
Hankam. Sementara proyek Menang khusus menangani pembuatan roket
menjadi bagian dari AURI.
Karena Apa?
"Ledakan yang terjadi kali ini, telah menghancurkan segalanya"
kata Letda Sutarno lesu. Kecuali pabrik dan gudang, juga
perumahan perwira yang berada tak jauh dari gudang. Tak ada
pekerja yang korban, mungkin karena terjadinya ledakan sore
hari. Tapi 205 orang karyawan Dahana, militer, sipil dan juga
tenaga ahli, benar-benar tidak tahu apa yang harus mereka
kerjakan. Untuk sementara mereka hanya korpe saja. Selain itu,
Perum Dahana selama ini mengisi keperluan bahan peledak dalam
negeri, terutama untuk proyek-proyek pembangunan dengan
produksinya 1800 ton tiap tahun . Kabarnya, dengan kejadian ini
kita harus mengimpor lagi.
Selain Tasikmalaya, kota Bandung pun pernah mengalami kejadian
serupa. Di Bojongkoneng, pinggiran timur kota Bandung terdapat
pula gudang mesiu. Di tahun 1964, gudang ini pernah meledak
pula. Kejadiannya lebih hebat, sebab gudang mesiu Bojongkoneng
tertanam di perut bukit. Waktu itu pun penghuni pada mengungsi
sampai ke Ujungberung dan Cileunyi. Walaupun kejadian serupa itu
sampai kini tidak tercatat menelan korban banyak, tapi
ledakannya sungguh bisa membuat orang panik. Bisa saja kejadian
itu timbul akibat sabotase, atau barangkali oleh sebab lebih
sederhana. Salah satu syarat menyimpan bahan peledak adalah
"harus disimpan di tempat yang bersih, kering, ventilasi yang
baik dan sejuk....". Barangkali syarat yang sederhana itu tak
terpenuhi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini