Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Monumen Nasional atau Tugu Monas adalah landmark dari kota Jakarta di Indonesia. Mulai dari proses pembangunan hingga berdirinya Monas saat ini memiliki banyak kisah di baliknya dan semangat Nasionalisme masyarakat Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses pembangunan Monas yang biayanya terdapat dari dana swadaya masyarakat Indonesia ini memiliki banyak arti bagi bangsa Indonesia. Monumen setinggi 132 meter atau 433 kaki dari atas tanah ini diprakarsai oleh Presiden Ir. Soekarno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tugu Monas dibangun bertujuan untuk mengenang dan mengabadikan besarnya perjuangan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Revolusi 17 Agustus 1945. Lalu Monas juga dibangun untuk tujuan sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotism generasi saat ini dan mendatang.
Dilansir dari laman badansertifikasikadindkijakarta.or.id, Tugu Monas memiliki ciri khas yaitu arsitektur dan dimensinya yang melambangkan khas Indonesia. Bentuk Monas yang berupa tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala yang ikut menggambarkan semangat Bangsa Indonesia yang tidak pernah padam. Tugu Monas dibangun sejak Agustus 1959 dan diresmikan dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto.
Desain dari Tugu Monas memiliki keunikan yang dapat menarik perhatian wisatawan ketika berkunjung. Dari atas puncaknya, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah kota Jakarta. Lalu, terdapat pula taman dengan adanya pohon dari berbagai provinsi di Indonesia. Selain itu, terdapat air mancur tepat di lorong pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk yang ditambah dengan pesona air mancur yang bergoyang.
Dekat pintu masuk menuju pelataran Monas juga berdiri patung Pangeran Diponegoro yang tengah menunggangi kuda. Patung tersebut terbuat dari perunggu seberat 8 ton dan dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr. Mario di Indonesia.
Proses pembangunan Monas melalui tiga tahapan. Tahap pertama pelaksanaan yang terjadi dari 1961 hingga 1965. Pekerjaan di tahap pertama ini langsung dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan berasal dari sumbangan swadaya masyarakat.
Pembangunan tahap kedua mulai 1966 hingga 1968 dan pekerjaannya dilakukan di bawah pengawasan panitia Monas. Namun, pada proses pembangunan tahap kedua ini biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekretariat Negara RI. Di tahap kedua pembangunan ini, proses pembangunan mengalami kelesuan karena keterbatasan biaya.
Pembangunan tahap ketiga mulai 1969 hingga 1976 dan pekerjaannya di bawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jendral Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP)
Tugu ikonik kota Jakarta ini yang memiliki ornament lidah api yang dilapisi emas di puncaknya. Pada bagian ini berdiameter 6 meter dan tersebut dari perunggu seberat 14,5 ton yang dilapisi emas 35 kilogram. Emas tersebut merupakan sumbangan pengusaha Aceh, Teuku Markam.
Dikutip dari wordpress.com, bangunan Monas ini berbentuk batu obeliks dan terbuat dari marmer Italia yang berbentuk Lingga dan Yoni yang berfilosofi sebagai simbol kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi. Tidak hanya itu, bentuk tugu dari Monas ini juga bisa ditafsirkan sebagai alat alu dan lesung, yaitu alat penumbuk padi yang dimiliki oleh setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia.
Pada bagian puncak Tugu Monas terdapat lidah api atau obor yang tingginya mencapai 17 meter berdiameter 6 meter dan terdiri dari 77 bagian lembaran yang disatukan. Pada bagian puncak ini melambangkan semangat perjuangan Bangsa Indonesia saat meraih kemerdekaan pada masa itu.
HAURA HAMIDAH I ANNISA FIRDAUSI
Pilihan editor: Hari Ini 49 Tahun Lalu Tugu Monas Dibuka untuk Umum