Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kubu Koalisi Indonesia Kerja pengusung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin berniat membahas pembagian jabatan di Dewan Perwakilan Rakyat bersama kubu oposisi. Pembahasan itu dilakukan sebagai bagian dari rekonsiliasi selepas pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak Bulus, Sabtu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan progres rekonsiliasi antara koalisi dan oposisi mencakup banyak hal, termasuk soal kerja sama di antara kedua kubu di parlemen. Meski mengakui, ia menolak anggapan bahwa rekonsiliasi hanya diartikan sebagai bagi-bagi jabatan atau bergabungnya Gerindra ke kubu koalisi. "Di luar itu, banyak yang bisa dibicarakan, seperti fungsi penguatan lembaga legislatif," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra, Andre Rosiade, tak menampik bahwa Prabowo akan bertemu lagi dengan Jokowi sebagai lanjutan dari rekonsiliasi kedua tokoh. Ia bertutur, rekonsiliasi pascapemilu tak bisa dilakukan hanya dengan satu kali pertemuan seremonial. Apalagi, ucap Andre, "pertemuan MRT" itu tidak membicarakan ihwal komposisi kabinet.
Gerindra, dia menambahkan, masih melakukan rapat internal untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya. Prabowo juga disebut akan meminta pendapat dari Dewan Pembina Gerindra perihal apakah akan tetap menjadi partai oposisi atau bergabung ke dalam pemerintahan. Sebelumnya, berkaitan dengan proses rekonsiliasi bersama pemerintah, Prabowo sempat mensyaratkan beberapa hal, seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kedaulatan air, penguatan ketahanan bangsa, perbaikan kekuatan militer, dan pro-rakyat.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menyatakan proses bagi-bagi kursi alat kelengkapan Dewan di DPR diperkirakan baru akan dilakukan setelah kabinet terbentuk. "Tentu saja agak sulit saat ini, ketika belum bisa dipastikan apakah akan ada partai dari luar (koalisi) yang akan masuk," kata dia.
Menurut Yunarto, jika Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrat bergabung dalam kubu pemerintah, akan ada pembagian kekuasaan di kabinet ataupun pada alat kelengkapan. Partai pengusung Jokowi-Ma’ruf, ujar dia, akan merasa dirugikan karena jatah menteri dan pembagian alat kelengkapan Dewan kepada mereka bakal berkurang.
Selain itu, masuknya oposisi ke pemerintahan juga bakal merugikan Gerindra. Partai itu, Yunanto berpendapat, akan kehilangan pendukung. Para pendukung Prabowo akan beralih ke Partai Keadilan Sejahtera sebagai satu-satunya partai oposisi. Hal itu akan mendongkrak posisi elektoral PKS selama lima tahun ke depan, meskipun ia tak mendapatkan kursi kekuasaan di parlemen.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menyatakan salah satu bentuk rekonsiliasi Jokowi dengan Prabowo adalah upaya berbagi jatah kursi di DPR dan MPR. Jika bagi-bagi jatah terjadi, pendukung Prabowo diprediksi akan melakukan protes. "Karena Prabowo ini simbol oposisi. Kalau tiba-tiba melunak, maka publik akan tidak percaya pada politik," Adi mengungkapkan.
Meski demikian, Adi menimpali, jika Gerindra memutuskan bergabung dengan koalisi Jokowi, besar kemungkinan partai itu akan mendapatkan jatah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Saat ini, kursi Ketua MPR sedang diperebutkan oleh Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FIKRI ARIGI | AVIT HIDAYAT
Berbagi Kursi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo