Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERBAGAI opsi arah politik Partai Demokrat dibahas dalam rapat di kantor partai itu di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 6 September lalu. Mengundang pengurus pusat dan daerah, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memimpin langsung rapat yang digelar selama lima jam itu. “Ada tiga opsi yang dibahas dalam rapat,” kata juru bicara Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 8 September lalu.
Alternatif pertama adalah Demokrat bergabung dengan koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengusung mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Pilihan kedua berkongsi dengan koalisi Prabowo Subianto dan opsi ketiga membentuk poros baru dengan partai lain.
“Ketua Umum menyampaikan, pilihan yang rasional adalah bergabung dengan koalisi yang sudah ada,” ujar Herzaky. Dua politikus Demokrat bercerita, pilihan untuk membentuk poros baru dianggap mustahil karena memerlukan waktu lama. Komunikasi antarpartai pun rumit lantaran saat ini semua partai parlemen sudah memiliki koalisi.
Demokrat sebelumnya didekati Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Persatuan Pembangunan Sandiaga Uno. Berkomunikasi dengan sejumlah petinggi Demokrat, Sandiaga membuka peluang koalisi baru yang terdiri atas PPP, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Poros baru itu bakal menyandingkan Sandiaga dengan Agus sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Lobi Sandiaga terhadap PKS berjalan sekitar setahun belakangan. Kepada petinggi PKS, utusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu sudah menawarkan logistik untuk Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. “Hubungan Sandiaga dengan PKS memang dekat,” kata Ketua Bidang Humas PKS Ahmad Mabruri, Rabu, 6 September lalu.
Pada Rabu, 23 Agustus lalu, di Makassar, Sandiaga menyampaikan opsi poros baru masih terbuka. Sandiaga pun beberapa kali berkomunikasi dengan petinggi Demokrat. Salah satunya dengan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Andi Arief. “Opsi dengan Sandiaga baru diskusi, belum di tingkat elite,” ujar Andi Arief di markas Demokrat, akhir Agustus lalu.
Baca: Lobi Rahasia Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar
Setelah Demokrat hengkang dari koalisi Anies Baswedan, petinggi partai itu sempat mengontak Sandiaga. Seorang kolega Sandiaga dan dua politikus Demokrat mengatakan komunikasi itu dijalin untuk menjajaki pembentukan koalisi baru setelah Agus Harimurti Yudhoyono gagal berpasangan dengan Anies.
Lobi Sandiaga itu pun dibocorkan oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat memutuskan keluar dari koalisi Anies Baswedan pada Jumat, 1 September lalu. “Seorang menteri aktif dari kabinet Presiden Jokowi secara intensif melakukan lobi untuk membentuk koalisi yang baru antara Demokrat, PKS, dan PPP,” tutur Yudhoyono.
Dalam pidatonya, presiden keenam itu juga menyebutkan bahwa lobi tersebut atas setahu Lurah—julukan Jokowi. Seusai pidato itu, menurut sejumlah kolega Sandiaga, Istana memerintahkan mantan Direktur Adaro Energy tersebut menyetop lobi.
Sandiaga menyatakan tak menutup kemungkinan PPP membuka kerja sama dengan partai lain. “Komunikasi terbuka lebar. Politik itu last minutes, apa pun bisa terjadi,” ucapnya dalam pesan tertulis kepada Tempo, Sabtu, 9 September lalu.
Ucapan Sandiaga soal kemungkinan terbentuknya poros baru membuat pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, memanggil dia. Tiga koleganya bercerita, dalam pertemuan di rumah Mardiono di Permata Hijau, Jakarta Selatan, Sandiaga menjelaskan bahwa ide koalisi PPP, PKS, dan Demokrat merupakan arahan Presiden Jokowi.
Baca: Ke Mana Arah Koalisi Demokrat?
Hingga Sabtu, 9 September lalu, Mardiono tak merespons pertanyaan yang diajukan ke nomor telepon selulernya. Sedangkan Sandiaga menyatakan PPP kini berfokus mendukung Ganjar Pranowo. “Kami istiqomah dengan kerja sama politik yang telah disepakati,” katanya. Mengusung Ganjar, PPP menargetkan mendapatkan efek ekor jas dengan meraup 11 juta suara pada Pemilu 2024.
Kepada orang-orang dekatnya, Sandiaga menyatakan lobi poros baru membuat Mardiono dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri gerah. Efeknya, kans Sandiaga mendampingi Ganjar Pranowo menciut. Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Ganjar, Deddy Sitorus, membenarkan bila manuver Sandiaga disebut justru mengecilkan peluangnya jadi calon wakil presiden Ganjar.
“Manuver itu justru menghilangkan peluangnya,” ujar politikus PDIP tersebut saat ditemui di rumah pemenangan Ganjar, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis, 7 September lalu.
Manuver Sandiaga mendorong koalisi baru sempat dibahas dalam pertemuan empat mata antara Mardiono dan Megawati, Senin, 4 September lalu, di markas PDIP. Kepada Mardiono, Megawati menanyakan desas-desus pembentukan poros baru yang melibatkan partai Ka'bah. Pertemuan itu berlangsung sebelum rapat partai politik pendukung Ganjar Pranowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhamad Mardiono (kiri), Megawati Soekarnoputri, Oesman Sapta Odang, dan Hary Tanoesoedibjo seusai rapat konsolidasi koalisi di kantor DPP PDIP, Jakarta, 4 September 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Megawati meminta PPP tetap berkoalisi dengan partai banteng. “Permintaannya, kami harus solid, jangan terpengaruh situasi politik yang dinamis,” kata juru bicara PPP, Usman M. Tokan atau Donnie Tokan, menceritakan kembali isi pertemuan itu kepada Tempo, Jumat, 8 September lalu. Donnie mendampingi Mardiono dalam pertemuan di markas partai banteng.
Dalam rapat itu, Megawati bertemu dengan sekitar 20 pengurus partai pengusung Ganjar yang beranggotakan PDIP, PPP, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Persatuan Indonesia. Sambil menyantap makan siang berlauk empal gentong, soto, dan gado-gado, Megawati menyinggung kerja sama politik. “Semua partai bersepakat solid mendukung Ganjar,” ujar Donnie.
Baca: Rapuhnya Koalisi Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo
Seorang politikus senior PPP bercerita, partainya tak mudah berpisah jalan dengan PDIP. Kedua partai ini memiliki sejarah kerja sama politik yang panjang sejak Orde Baru. PDIP dan PPP saling membutuhkan untuk meraup suara di kalangan nasionalis dan religius. Duet partai itu kerap diibaratkan seperti semangka yang berwarna hijau-merah.
Meskipun pembentukan poros baru meredup, diam-diam Demokrat menyiapkan opsi lain. Alih-alih menyodorkan nama Agus Harimurti Yudhoyono, Demokrat membahas skenario mengusung Sandiaga Uno serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Rencana ini mulai dibahas pada awal Agustus lalu atau sebelum Demokrat hengkang dari koalisi Anies Baswedan.
Skenario ini dibenarkan oleh orang dekat Mahfud dan seorang petinggi Demokrat. Menurut orang dekat Mahfud Md., petinggi Demokrat telah menawarkan opsi itu. Namun Mahfud tak memberi respons positif lantaran ia menjaga posisinya sebagai menteri di kabinet Jokowi.
Pada Sabtu, 9 September lalu, Mahfud mengaku tak mengingat tawaran itu. Ia menyatakan ada sejumlah pengurus partai menemuinya dan mengusulkan agar dia berpasangan dengan tokoh tertentu. "Semua baru lempar bola, tak ada yang definitif," ujarnya.
Baca Opini Tempo: Ketika Politik Tak Mementingkan Kepentingan Publik
Adapun juru bicara Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menampik jika partainya disebut berencana mengusung Sandiaga Uno dan Mahfud Md. Kalau toh nama bekas Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut menguar dari partainya, ia meyakini ide itu baru sebatas usul kader. Sedangkan Sandiaga mengatakan urusan usung-mengusung nama calon presiden dan wakil presiden adalah otoritas partai. “Domainnya para pemimpin partai politik,” kata Sandiaga.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Raymundus Rikang dan Hussein Abri Dongoran berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Calon Anyar Poros Baru"