Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Konflik Lama Bisul Pecah

Hubungan Hary Tanoesoedibjo dengan keluarga Cendana tak lagi serasi. Isu perebutan aset Bimantara pun meruap.

20 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARA kasus sertifikat depos-ito Unibank mulai ”membakar” lan-tai perdagangan saham Bursa Efek Jakarta. Otoritas bursa itu, Jumat pekan lalu, menghentikan perdagangan saham PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dan PT Bimantara Citra Tbk. Gara-garanya, beredar kabar bahwa ada upaya sebuah konsorsium investor untuk mencaplok kedua perusahaan itu.

Menurut Investor Daily, harian bisnis yang pernah dikomandani Tito Sulistio, konsorsium itu bernama Crown Capital Group. Di dalamnya terdapat Grup Salim, Peter F. Gontha, dan Indra Rukmana (menantu mantan presiden Soeharto). Akuisisi akan dilakukan lewat UBS Bank Singapura. Dalam dokumen skema akuisisi yang diperoleh Tempo, disebutkan bahwa proses pengambilalihan aset akan dilakukan tiga tahap, dengan total nilai transaksi US$ 216,4 juta.

Ketika berkunjung ke kantor Tempo pada Senin pekan lalu, Presiden Direktur Bimantara, Bambang Hary Iswa-nto Tanoesoedibjo, memang mengatakan bah-wa mencuatnya kasus negotiable certificate of deposit (NCD) Unibank merupakan bagian dari skenario besar pembusukan dirinya. ”Ada orang-orang yang berkolaborasi untuk mengambil aset-aset yang saya pimpin,” kata Hary.

Upaya itu akan dimulai dari aset-aset media, CMNP, dan lainnya, menurut Hary. Namun, salah satu orang kepercayaan Grup Salim menampik kabar itu. ”Ini kan isu yang ditiupkan Hary Tanoe saja,” ujarnya. ”Bisa jadi sekadar untuk mendongkrak harga saham.”

Benar-tidaknya kabar burung itu, isu ini mencuatkan spekulasi kian panasnya konflik lama di tubuh Bimantara. ”Ibarat bisul mulai pecah,” kata sumber Tempo. Bahkan, buntut perseteruan itu, pada akhir bulan lalu, membuahkan penahanan Shadik Wahono oleh Polda Metro Jaya, setelah mantan Komisaris Bimantara ini diadukan menggunakan ijazah palsu (Tempo, 5 Februari 2005).

Sebagai mantan komisaris CMNP, Shadik juga dituding sebagai otak di balik pengaduan kasus NCD Unibank ke sejumlah instansi—termasuk oleh Eggi Sudjana—yang ikut menyeret Hary Tanoesoedibjo. Ia pun dikenal sebagai orang dekat Siti Hardijanti Rukmana, yang kini juga berseteru dengan Hary dalam kasus perebutan saham Televisi Pendidikan Indonesia.

Di CMNP, Mbak Tutut ini pernah menjabat presiden direktur. Sedangkan suaminya, Indra Rukmana, merupakan salah satu pemegang saham Bimantara lewat PT Internusa Rizki Abadi, yang kini porsinya tinggal 0,32 persen.

Tak pelak, silang-sengkarut ini me-ruapkan isu keretakan Hary dengan keluarga Cendana. Namun Hary memban-tah. ”Tidak benar,” katanya. ”Jangan bi-lang Cendana, tapi ada oknum yang mengatasnamakan Mbak Tutut.”

Ia juga menegaskan, hubungannya dengan Bambang Trihatmodjo anteng-anteng saja. Anak ketiga Soeharto itu hingga kini memang masih menjadi pemilik 13 persen saham Bimantara lewat PT Asriland. ”Pak Indra pun masih punya saham di Bimantara,” katanya.

Kedekatan Hary dengan keluarga Cendana boleh dibilang sudah cukup la-ma. Dimulai ketika ia berkecimpung di dunia pasar modal lewat bendera PT Bhakti Investama. Siti Hediati Harijadi (Titiek), putri kedua Soeharto, pada 1997 pernah tercatat sebagai pemegang saham Bhakti.

Perusahaan ini semula bernama PT Bhakti Investment, didirikan di Surabaya pada November 1989, sepulang Hary dari Kanada setelah menggondol gelar master of business administration dari Universitas Carleton, Ottawa. Di Kota Pahlawan itu umurnya tak panjang. Selang tiga bulan perusahaan ini dipindahkan ke Jakarta, dan berganti nama menjadi Bhakti Investama.

Pertumbuhannya yang terbilang pesat kerap dikaitkan dengan kedekatan Hary dengan lingkar kekuasaan. Selain dengan Titiek, dalam artikel majalah Swa pernah disebutkan, Hary juga dekat dengan Marzuki Usman, mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Menteri Investasi.

Nama besar lain yang juga digandeng Hary adalah Widodo Budidarmo. Mantan Kapolri yang dikenalnya saat menjadi Duta Besar RI di Kanada ini diangkatnya sebagai penasihat Bhakti. Di perusahaan jasa keuangan ini, mantan Menteri Muda Keuangan Nasrudin Sumintapura pun hingga kini dipercaya sebagai komisaris utama.

Setelah Soeharto terjungkal, Hary tetap tak jauh-jauh dari pusat kekuasa-an. Pria kelahiran Surabaya 26 Septe-m-ber 1965 ini pun dikenal dekat dengan mantan presiden Abdurrahman Wahid. Ayah Hary, Haji Achmad Tanoesoedibjo, ber-sama Gus Dur memang pernah bersama-sama mendirikan PT Adhikarya Sejati Abadi dan bahu-membahu me-nye-lamatkan Bank Ficorinvest.

Bendera usahanya kian berkibar se-telah, pada April 2001, Bhakti berhasil mengoleksi saham Bimantara, yang kini mencapai hampir 40 persen. Saham ini diperolehnya setelah ia membantu menyelesaikan setumpuk utang Bambang Trihatmodjo di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Kabarnya, dana itu berasal dari kocek Salim. Tapi Hary mem-bantah.

Kini pundi-pundi asetnya kian g-emuk, setelah Bimantara dan Bhakti juga me-ngantongi saham CMNP. Kedua per-usahaan ini, bersama sembilan investor lain, telah membeli saham perusahaan tol itu dari Peregrine dan Indocement sebanyak 20 persen.

Salah satu kolega utamanya di CMNP adalah Robby Sumampouw. Bos kelompok Batara Indra ini dikenal sebagai pengelola kasino di Christmas Island, dan pernah beken saat berbisnis lotere Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Namanya juga pernah ramai diperbincangkan saat terlibat di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), yang memonopoli pemasaran cengkeh di dalam negeri.

Untuk menjalankan bisnisnya yang terus menggurita, kini Hary terus ber-konsolidasi. Tito Sulistyo, bekas orang kepercayaan Tutut di TPI dan CMNP, diangkatnya sebagai Wakil Pemimpin Umum Harian Seputar Indonesia, yang baru diterbitkan PT Media Nusant-ara Citra, salah satu perusahaan induk Grup Bimantara.

Untuk membantu tugas-tugas hariannya, jabatan Wakil Direktur Utama Bimantara dipercayakan kepada Hidajat Tjandradjaja, mantan Direktur Pengelola Jasa Keuangan Raja Garuda Mas—yang ditinggalkannya pada 1999. Lewat PT Kasnic Konsultama yang didirikannya, Hidajat sukses menangani penjual-an saham PT Bentoel International In-vestama Tbk ke publik, setelah per-usahaan rokok itu dikuasai Bhakti In-ves-tama.

Metta Dharmasaputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus