HUBUNGAN telepon dari Solok (Sumatera Barat) ke beberapa kota
lain tidak lancar. Bupati Hasan Basri hampir putus asa.
"Setengah mati kami memutar engkol telepon sambungan sulit
diperoleh," katanya. Padahal Senin pekan lalu itu, api yang
mengamuk di Pasar Solok semakin merajalela, sementara 2 unit
pemadam kebakaran (PK) tidak berdaya.
Keadaan mungkin lain kalau saja perangkat alat PK lebih memadai.
Tapi ternyata ukuran pipa sambungan PK tidak cocok dengan kran
air di pusat bencana. Mobil unit yang satunya terpaksa
bolak-balik mengarnbil air ke Batang Lernbang, berjarak 500 m.
Semprotan air nunpak juga menghunjam ke tengah gejolak api, tapi
tanpa arti. Baru 3 jam kemudian -- berkat jasa telepon engkol
yang tersendat-sendat --berturut-turut datang bala-bantuan
berupa mobil unit PK dari Padangpanjang (54 km), Sawahlunto (25
krn), Bukittinggi (65 km), Padang (90 km), dan Payakumbuh (95
km).
Dengan 8 unit mobil PK api digempur dari 3 jurusan. Toh api yang
perkasa tidak segera bisa dikalahkan. "Kami telah bekerja keras,
tapi tidak seluruhnya berhasil" kata Ismet Loka, Kepala Badan
Pemadam Kebakaran Solok. Memang penduduk sendiri menyaksikan
alat PK yang serba kurang itu.- Coba saja, hanya sebagian kecil
petugas menge nakan helm. Slang tedalu pendek atau tidak cocok
dengan kran. Tangga tinggi tidak tersedia, hingga air
berkekuatan besar tidak mungkin disemprotkan untuk menghantam
lidah api.
Bagaikan Pahlawan
Maka tamatlah riwayat Pasar Solok, pusat kegiatan para pedagang
lemah di hwasan itu yang selama ini juga menarnpun hasil petani
transmigran Sidung. Di atas areal 4 ha itu 825 kedai dan toko
musnah. Kerugian seluruhnya ditaksir Rp 8 milyar. Tidak kurang
dari 1300 pedagang kehilangan tempat mencari nafkah.
Sesudah tiga kebakaran sebelumnya (1943, 1961 1978) kebarakan
terakhir dan terbesar yang menimpa Solok pekan lalu manbuktikan
bahwa kotamadya merangkap ibukota kabupaten itu tidak cukup aman
ditunggui hanya oleh 2 unit mobil PK. Lagi pula alat-alatnya
masih terlalu sederhana. Di seluruh Sum-Bar, tiap kota
memperoleh 1 unit mobil PK yang kondisinya tergolong lumayan.
Tapi regu PK di provinsi ini tidak sehebat regu PK Sibolga yang
prestasinya menonjol dalam hal memadamkan kebakaran sehingga
mendapat hadiah 1 unit PK dari Mendagri September silam
-melengkapi 2 unit mobil PK yang sudah ada.
"Di Sumatera, cuma Sibolga dan Bengkulu yang mendapat hadiah
dari Mendagri," ucap Kepala Dinas PU Sibolga, Hery Mulia.
Imbalan ini agaknya pantas untuk jasa regu PK yang di mata
penduduk bagaikan pahlawan. Pernah mereka mernburu kebakaran di
Tarutung, 66 km dari Sibolga. Mobil dipacu 100 km/jam lewat
jalan berjurang dan berbukit dengan 1200 tikungan. Setelah
berpacu bagai kesetanan tiba di tempat kebakaran mereka langsung
menyerbu kancah api.
"Dengan memakai helm kami terus menyemprot api yang berkobar,"
kata Yusman seorang petugas PK, "tanpa busana tahan api, cuma
memakai sepatu tentara." Setelah api dapat dijinakkan, ribuan
penduduk kota itu mengelu-elukan regu PK Sibolga. Berkat
keberhasilan mereka, 4 petugas PK Sibolga dilatihdi Pusdiklat
Kebakaran DKI Jakarta.
Lain halnya petugas PK Garut, Ja-Bar, yang awal bulan ini
memperoleh 1 mobil unit PK seharga Rp 22 juta dari Presiden.
Hari-hari pertama mobil unit diperagakan keliling kota. "Sekedar
memberitahu masyarakat Garut punya mobil PK agar mereka bisa
sedikir tenang," ujar Rudi Kusnadi alias Mang Engkus, 32 uhun,
Kepala Urusan PK Kabupaten Garut. Ini perlu karena frekuensi
kebakaran di kawasan itu cukup tinggi, rata-rata 4 kali sebulan.
Untuk menanggulangi semua itu, "paling sedikit harus ada 2 unit
mobil PK," kata Engkus. Ia selama ini lebih banyak menanggung
malu, karena regu PK-nya kurang dapat diandalkan sebab
alat-alat mereka serba sederhana. Bahkan sampai bulan lalu, di
Garut hanya ada kereta dorong dengan 3 pompa merk Shibaura
keluaran 1972. Akibatnya petugas PK sering dicaci-maki. "Tak
jarang sandal dan botol beterbangan ke arah petugas yang
kesiangan itu. Apalagi kalau ada korban," tutur Mang Engkus
mengeluh.
Regu PK Jember, Ja-Tim, ternyata masih lebih baik. Pada mereka
dipercayakan 3 unit mobil PK berkapasitas 3000 dan 4000 liter
per detik. Kota dan daerah kabupaten Jember dalam 3 tahun
belakangan ini dilanda kebakaran sampai 30 kali. Dengan 85
petugas, 48 di antaranya tenaga inti, regu PK Jember sudah
sering membantu mengatasi kebakaran di kabupaten lain di Ja-Tim.
Kota Singaraja di Bali hanya dikawal 1 unit mobil PK
berkapasitas 3000 liter per detik. Mobil Toyota keluaran 1968
ini bukan saja sudah ketinggalan, tapi onderdilnya sering rewel.
Penyedot airnya yang otomatis acapkali rusak, penyemprot airnya
baru-baru ini macet. Onderdilnya terpaksa dipesan dulu ke
Jakarta. Sejak lama memang Kabupaten Buleleng mendambakan 1 unit
mobil PK baru, tapi belum juga kunjung datang.
Kebakaran agaknya sudah menjadi ancaman tetap, terutama bagi
kota-kota yang maju pesat. Tahun ini saja kebakaran besar yang
menimpa Palembang, Jakarta, Banjarmasin dan Payakumbuh, jelas
mengisyaratkan bahwa sarana PK tidak lagi sekedar pelengkap.
Tapi pejabat di berbagai kota umumnya masih lebih
memprioritaskan pembangunan gedung-gedung--yang sewaktu-waktu
dapat dilalap api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini