Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V menggelar rapat koordinasi untuk menindaklanjuti penataan izin usaha pertambangan di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPDSM), Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Jumat, 4 Oktober 2024. Tujuan rapat ini adalah memperbaiki tata kelola pertambangan di NTB dengan melibatkan pemerintah daerah, kementerian terkait, dan swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan dalam sektor pertambangan," kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK Dian Patria dalam keterangan tertulis, Sabtu, 5 Oktober 2024. Diharapkan nantinya seluruh tata kelola dapat diawasi secara efektif, termasuk kepatuhan terhadap kewajiban keuangan, ketentuan tata ruang dan lingkungan, serta izin usaha. “Jangan sampai ada pembiaran."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian mengatakan, pemerintah harus hadir untuk memastikan para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) patuh terhadap berbagai peraturan, mulai dari masalah lingkungan, tata ruang, hingga pajak. Termasuk, permasalahan Pertambangan Tanpa Izin (PETI).
KPK berupaya mencegah berbagai pelanggaran seperti tindak pidana korupsi, manipulasi data, dan pelanggaran hukum lainnya yang kerap terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebab, berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023, NTB menjadi salah satu daerah penghasil emas terbesar di Indonesia. Misalnya saja di Tambang Batu Hijau Sumbawa yang memiliki cadangan emas sebanyak 2,7 juta ton.
Di sisi lain, Dinas ESDM NTB 2023 mencatat, NTB memiliki lebih dari 222 IUP Batuan dan Bukan Logam Provinsi dengan IUP yang melaksanakan good mining practice. Untuk itu, Dian berujar, kerja sama lintas sektor yang melibatkan KPK, Pemerintah Provinsi NTB, pemerintah kabupaten/kota, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjadi penting untuk memastikan tata kelola pertambangan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Dalam rapat tersebut, Dian juga memetakan sejumlah tantangan yang dihadapi di sektor pertambangan, seperti resentralisasi kewenangan, ketidakpatuhan pemegang izin, dampak lingkungan, isu tenaga kerja asing, dan maraknya pertambangan ilegal. KPK juga menyoroti pentingnya penyelesaian masalah ini untuk menyelamatkan keuangan negara dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.