Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat koordinasi pembenahan tata kelola pertambangan dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis dan Jumat, 3-4 Oktober 2024. Rapat ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola tambang di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat koordinasi awal digelar di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemprov NTB pada hari ini, Kamis, 3 Oktober 2024. Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, menyatakan rapat ini untuk menyamakan persepsi seluruh pemangku kepentingan demi menyelamatkan lingkungan hidup di NTB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian menyatakan pertambangan jika tak dikelola dengan benar akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Dalam konteks NTB, menurut dia, kerusakan lingkungan hidup itu akan berdampak lebih luas lagi karena daerah itu merupakan salah satu destinasi wisata yang namanya tengah naik daun.
"Wisata berarti bicara alam. Nah alam yang indah, pendapatan banyak berasal dari wisata. Tapi kalau pengalaman yang kita lihat di lapangan, kok ada laut dirusak, dibiarkan (rusak). Tambak-tambak bertebaran. pencurian terumbu karang, bom ikan. Di daratan lagi, ada tambang hari ini ya. Ada tambang resmi, ada juga yang ilegal ya. Ilegal kan sudah sama-sama tahu (dampak kerusakannya)," kata Dian usai rapat.
Untuk memperbaiki tata kelola tambang, Dian menyatakan perlu adanya persamaan persepsi dari berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Provinsi NTB, pemerintah kabupaten/kota, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sampai dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional. "Nah, besok kita undang para pihak untuk menyamakan persepsi," kata Dian.
Dian menyatakan dalam rapat besok pihaknya tak hanya akan membahas soal tambang ilegal yang sudah jelas melanggar hukum. Dia menyatakan tambang yang memiliki izin pun, tetap harus mendapatkan perhatian. Dia menyatakan pemerintah daerah harus memastikan para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) patuh terhadap berbagai peraturan mulai dari soal lingkungan, tata ruang hingga pajak. "Itu kita dorong. Jadi kepatuhan keuangan, lingkungan, tata ruang," ujarnya.
Selain itu, Dian juga menyatakan KPK mendukung langkah Pemerintah Provinsi NTB yang tengah mengajukan izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke Kementerian ESDM. Menurut dia, saat ini ada 11 blok WPR yang izinnya tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian ESDM. "Kalau sudah ditetapkan oleh Menteri (sebagai WPR), baru nanti Pemerintah Provinsi bisa menggunakan IPR (Izin Pertambangan Rakyat)," kata Dian.
Soal keberadaan tambang rakyat tanpa izin yang sudah marak beroperasi di NTB saat ini, Dian menyatakan perlu dilakukan penertiban. Menurut dia, penertiban tak hanya kepada pihak yang menjadi operator di lapangan, tetapi pada aktor besar yang berada di baliknya. Dia meyakini ada aktor besar yang berada di balik operasional tambang rakyat tanpa izin tersebut.
"Kita harus fokus kepada the man behind the gun, yaitu siapa yang besar-besar ini. Masyarakat hanya kerja, kalau saya selalu melihatnya begitu. Kalau mereka melanggar, siapa sebenarnya yang mengatur ini? Bukan dengan masyarakatnya, masyarakat butuh makan kan," ujarnya.
Karena itu, dia menyatakan seluruh permasalahan ini akan menjadi bahan pembahasan dalam rapat pada Jumat besok. Dian menyatakan KPK telah menyiapkan semua rencana aksi yang harus dilakukan untuk menertibkan pertambangan di NTB. "Jadi itu ada rencana aksinya semua. Ada target-targetnya. Besok kita sampaikan di depan peserta," kata Dian.