Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Manajemen pelaksana belum optimal memanfaatkan NIK untuk menguji kebenaran data peserta.
Kerja sama dengan perusahaan penyedia jasa pemindai wajah tidak transparan.
Komite Cipta Kerja menyebutkan keputusan pemindaian wajah merupakan urusan teknis manajemen pelaksana.
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan proses pengecekan peserta Kartu Prakerja tidak efisien. Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja dinilai belum optimal memanfaatkan nomor induk kependudukan (NIK) untuk menguji kebenaran data peserta.
Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, Wawan Wardiana, mencatat validasi peserta Kartu Prakerja tak hanya mengacu pada NIK. Peserta juga diminta mengirimkan foto diri untuk diverifikasi menggunakan fitur pemindai wajah. "Fitur ini membutuhkan biaya tambahan," ujarnya kepada Tempo.
Menurut Wawan, Manajemen Pelaksana telah melakukan kerja sama dengan perusahaan penyedia jasa pemindai wajah. Pemindaian satu wajah dikenai tarif Rp 5.500. Dengan estimasi total peserta 5,6 juta orang, pemerintah perlu mengeluarkan dana Rp 30,8 miliar untuk validasi data. Ia menuturkan dana tersebut di luar total anggaran program Kartu Prakerja yang mencapai Rp 20 triliun.
KPK menilai penggunaan fitur tersebut tidak efisien lantaran menelan biaya tambahan. Manajer pelaksana, menurut Wawan, dapat mengoptimalkan data lain yang belum tertera di NIK untuk memastikan kebenaran data peserta, salah satunya dengan memanfaatkan kartu keluarga. Dalam praktik di dunia perbankan, misalnya, nasabah diminta menyebutkan nama ibu kandung saat proses validasi data.
Komisi antirasuah juga mempertanyakan proses pengadaan jasa tersebut. Wawan mengaku tak mendapat informasi mengenai perusahaan pemberi jasa serta proses pengadaan jasa itu. "Mereka jawab, pokoknya ini sudah yang paling murah," ucapnya.
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Panji Winanteya Ruky, menyatakan penggunaan fitur pemindai wajah bertujuan untuk pengamanan ganda. Setelah di tahap pertama peserta divalidasi melalui NIK, mereka kembali diperiksa melalui pemindai wajah. "Kami justru mengambil langkah ekstra untuk lebih hati-hati dengan membandingkan swafoto peserta dengan foto yang ada di dukcapil," ujar dia.
Panji menuturkan langkah ekstra ini merupakan arahan dari Komite Cipta Kerja yang ingin memastikan program tepat sasaran. Meski harus mengeluarkan biaya, pemerintah dapat menghemat risiko kecurangan dari pendaftaran yang dibuka secara online ini. Ihwal rekomendasi KPK yang meminta optimalisasi NIK, Panji melanjutkan, pihaknya tengah menunggu keputusan Komite Cipta Kerja.
Sementara itu, Sekretaris Komite Cipta Kerja Susiwijono Moegiarso menuturkan pemindaian wajah merupakan kebijakan operasional Manajemen Pelaksana. "Komite terdiri atas Pak Menteri (Perekonomian) dan para menteri (lainnya), masak harus memutuskan urusan teknis," katanya.
Saat dikonfirmasi mengenai detail perusahaan pemindai, Panji enggan membeberkannya. Dia hanya mengatakan vendor tersebut digunakan juga di dunia perbankan. Dia juga tidak mau menyebutkan biaya pemindaian wajah. "Jauh lebih murah dibanding jika sampai Kartu Prakerja diberikan kepada orang-orang yang bukan sebenarnya," ujar Panji.
Ia membenarkan bahwa biaya pemindaian wajah telah diajukan ke Kementerian Keuangan. Namun dia menyatakan biaya tersebut dikeluarkan dari pos anggaran program yang disediakan pemerintah senilai Rp 20 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, menyatakan tak mengetahui ihwal alokasi anggaran untuk pemindaian wajah peserta Kartu Prakerja. "Saya belum tahu mengenai itu," ujarnya. Dia menambahkan, Kementerian saat ini hanya menganggarkan Rp 20 triliun untuk program Prakerja dan tak ada dana tambahan.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak Rp 19,9 triliun dialokasikan untuk peserta pelatihan. Pemerintah memberikan biaya pelatihan Rp 1 juta untuk 5,6 juta orang. Setiap peserta menerima insentif senilai Rp 2,4 juta yang diberikan secara bertahap selama empat bulan.
Peserta juga mendapatkan tambahan dana Rp 150 ribu setelah mengisi tiga survei atas pelatihan yang digelar. Sisa Rp 100 juta dari anggaran tersebut dialokasikan untuk operasional Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja.
VINDRY FLORENTIN
KPK Soroti Proses Validasi Peserta Prakerja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo