Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pabrik alkohol anak usaha PTPN XI bersiap memulai produksi untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Pengusaha mempertanyakan kebijakan larangan ekspor etil alkohol di tengah produksi melimpah.
Pemerintah menjamin permintaan dalam negeri meningkat.
KETEL di Pabrik Alkohol dan Spiritus Abadi (PASA) Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur, segera bekerja lagi dalam satu- dua pekan ke depan. Mesin giling akan kembali memproses sedikitnya 50 ton tetes tebu per hari. Bahan baku telah tersedia sebanyak 1.700 ton molase dari beberapa pabrik gula terdekat, seperti Pabrik Gula (PG) Panji, Situbondo; PG Semboro, Jember; dan PG Jatiroto. “Saat ini akan dilakukan tes ketel lebih dulu,” kata General Manager PASA Jatiroto Mochamad Khoiri kepada Tempo, Rabu, 1 April lalu.
Produksi alkohol kali ini mungkin hanya akan memenuhi satu dari tiga tangki penyimpanan yang masing-masing berkapasitas 450 ribu liter. Sebelumnya, produksi alkohol bisnis anak usaha PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI ini terhenti karena tangki penuh ketika penjualan tak lancar.
Belakangan, kondisinya berbalik. Sejak awal tahun, PASA Jatiroto kebanjiran permintaan etanol dari beberapa negara yang siap membeli berapa pun stok yang tersedia. Kebutuhan etanol untuk bahan antiseptik memang meningkat seiring dengan pandemi Covid-19. “Mereka mau mengambil semua,” ucap Khoiri.
Mesir, misalnya, sempat meminta sampel produk dan akan memesan Rp 30 ribu per liter. Namun kemudian rencana dagang ini batal. Pemerintah untuk sementara melarang ekspor etil alkohol atau etanol untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan dalam negeri lantaran meluasnya penyebaran wabah corona. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Masker, dan Alat Pelindung Diri yang berlaku efektif 18 Maret lalu.
Larangan itu belakangan menuai protes Asosiasi Spiritus dan Etanol Indonesia (Asendo). Wakil Sekretaris Jenderal Asendo Hendra Setiawan menyebutkan total produksi etanol domestik sangat melimpah, yakni mencapai 180-185 juta liter per tahun. Sedangkan kebutuhan di dalam negeri diperkirakan hanya 13-14 juta liter. Surplus itu, kata dia, semestinya tetap bisa diekspor. “Sesuai dengan imbauan Pak Presiden untuk mendorong ekspor produk Indonesia,” ujarnya.
Hendra memastikan para produsen akan memprioritaskan etanol untuk kepentingan dalam negeri di masa pandemi. Namun, pada saat yang sama, dia mendesak pemerintah memperjelas pasar domestik, termasuk memetakan kebutuhan di setiap daerah. Dengan begitu, produsen bisa mengalkulasi potensi penyerapan produk di dalam negeri.
Hendra pun mempertanyakan kebijakan pemerintah yang justru mengizinkan impor produk etil alkohol dalam bentuk sudah jadi. Dia menilai langkah ini justru mencederai industri dalam negeri.
Unek-unek dari kalangan industri tersebut sebenarnya telah disampaikan kepada Kementerian Perindustrian sebelum regulasi larangan ekspor terbit. Asosiasi juga melayangkan surat kepada Kementerian Perdagangan, Kantor Staf Presiden, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk memaparkan data produksi alkohol industri dalam negeri. Hanya Kementerian Perindustrian yang merespons keluhan produsen.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam membenarkan adanya keluhan dari asosiasi produsen etanol. Kementerian Perindustrian, dia menjelaskan, sebenarnya juga telah mengusulkan kebijakan tidak melarang ekspor dengan syarat industri menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Artinya, hanya produk yang tidak terserap pasar domestik yang diekspor.
Khayam mengatakan yang perlu diatur sebenarnya adalah tata niaga bahan baku pembuatan etanol, yakni molase atau tetes tebu. Produk tersebut selama ini masih bebas diekspor. Namun, menurut Khayam, rapat koordinasi lintas kementerian memutuskan lain. “Ya sudah, enggak apa-apa. Toh, pelarangan ini sifatnya sementara, sampai Juni saja,” tuturnya.
Adapun ihwal impor produk etanol, Khayam mengatakan itu merupakan bagian dari negosiasi dagang pemerintah dengan Pakistan. “Jumlahnya enggak banyak,” ucapnya. Khayam memastikan kebutuhan etanol dalam negeri meningkat tajam untuk pembuatan penyanitasi tangan (hand sanitizer), disinfektan, dan keperluan medis lain.
Di pabrik PASA Jatiroto, Khoiri punya keyakinan sama. Kelangkaan bahkan telah mendongkrak harga jual alkohol, yang kini di pasar telah mencapai Rp 100 ribu per liter. “Teman-teman di luar Jawa juga akan membutuhkannya.”
RETNO SULISTYOWATI, DAVID PRIYASIDHARTA (LUMAJANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo