Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Efek Rumah Kaca menjajal formula anyar di album Jalan Enam Tiga
Sal Priadi merekam kumpulan lagunya soal romansa dalam Berhati
Coldiac bermain-main dengan city pop Jepang dengan menggandeng musikus Malaysia
1. Efek Rumah Kaca – Jalan Enam Tiga (Efek Rumah Kaca, 2020)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Band indie beranggotakan Cholil Mahmud, Akbar Bagus Sudibyo, dan Poppie Airil ini “pecah telur” juga. Setelah Sinestesia (2015), tahun ini Efek Rumah Kaca (ERK) merilis album mini (EP) bertajuk Jalan Enam Tiga. Album berisi empat lagu itu diluncurkan akhir Januari lalu di ruang kreatif M Bloc Space, Jakarta. Karya teranyar mereka lumayan melenting dibanding tiga album pendahulu. Penerka—sebutan untuk penggemar ERK—pasti bisa merasakan denyut berbeda di Jalan Enam Tiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Album ini terdiri atas empat lagu: Tiba-tiba Batu, Normal yang Baru, Jalan Enam Tiga, dan Palung Mariana. Vokalis dan gitaris ERK, Cholil Mahmud, menyebutkan sebagian lagu itu diracik sejak 2016. Namun bahan mentah itu baru diolah lagi pada akhir 2018, saat Cholil dan keluarganya masih tinggal di New York, Amerika Serikat. Dari empat lagu baru ini, single Tiba-tiba Batu meluncur lebih dulu pada 5 September 2019. Lagu inilah yang membuat pendengar mencium gelagat kebaruan dari ERK.
Aransemen nomor Tiba-tiba Batu bertempo ceria dan mengentak, berbeda dengan kebanyakan lagu ERK yang melankolis dan ber-mood kelam. Liriknya khas ERK, reflektif dan tajam menyikapi kondisi sosial. Dalam lagu ini, Cholil dan kawan-kawan mengkritik mereka yang antikritik dan keras kepala. Relevan dengan kondisi di media sosial saat ini yang sesak dengan ujaran kebencian, debat kusir, dan hasutan. “Orang sibuk merundung dengan perdebatan tak substantif,” katanya.
Lirik Tiba-tiba Batu boleh dibilang lugas, berbeda dengan warna lagu ERK dulu yang seringnya puitis dan kadang sentimental. Begitu pun lirik Jalan Enam Tiga, yang blakblakan. Lagu ini terilhami 63rd Street, satu ruas jalan di Manhattan, New York. Jalan itu kini beralih nama menjadi Sesame Street untuk mengapresiasi program anak-anak di televisi berjudul serupa. Dalam lagu ini, ERK menyuarakan soal pluralisme dan kebebasan berekspresi, dua hal yang dirayakan di Sesame Street.
Instrumentasi lagu Jalan Enam Tiga amat riang, begitu pun liriknya. Cholil mengatakan kegembiraan itu mereka serap dari musim panas di New York saat rekaman berlangsung, Mei-Juni tahun lalu. Ini seperti mengabadikan sebuah waktu dan tempat dalam larik penuh semangat. “Jalan Enam Tiga, semua merdeka. Boleh berbeda, ekspresikan saja. Tak ada bigotnya, tak ada demagognya.”
Demi menggarap album Jalan Enam Tiga, Poppie dan Akbar menyusul Cholil ke New York. Mereka mengemas materi selama tiga pekan. “Prosesnya kayak seniman sedang residensi,” tutur Cholil. Sejumlah hal mereka ulik, termasuk pengalaman Cholil tinggal lima tahun di Negeri Abang Sam menemani istrinya kuliah dan kondisi aktual di Indonesia. “Kami melihat respons apakah anak-anak (Poppie dan Akbar) yang datang ke New York merasakan vibe yang sama dengan gue.”
Eksperimen ERK juga terasa dalam durasi lagu. Sebelumnya, mereka membiasakan pendengar dengan lagu panjang, misalnya Merdeka dan Seperti Rahim Ibu. Namun empat komposisi dalam album baru ini hanya 3-4 menit. Cholil menganggapnya sebagai penjelajahan baru. Termasuk soal tempo musik yang lebih cepat, seperti nomor Normal yang Baru. Lagu ini menyentil tatanan yang muncul dari dinamika di media sosial.
ERK juga melihat bagaimana sikap rasis Presiden Amerika Serikat Donald Trump menumbuhkan supremasi kulit putih yang mengoyak keberagaman. “Di Indonesia, ada juga pengkultusan terhadap pemimpin yang berujung konflik,” ujarnya. Lirik yang getir ini dibalut kemasan chord minor dan mayor, berbeda dibanding gubahan ERK yang sudah-sudah. Dalam album ini, pendengar juga boleh dibilang tak merasakan formula lama ERK yang menyuguhkan komposisi berbalut lapisan instrumentasi dan vokal. “Ini terpengaruh budget, karena kami bisa habis (duit) banyak kalau mengisi sound terlalu banyak,” ucap Cholil.
2. Coldiac – No Make Up (Juni Records, 2020)
Coldiac/Youtube
Musik city pop ala Jepang dan R&B Korea menyergap kuping saat kita mendengarkan No Make Up. Lagu itu ada dalam album berjudul serupa milik band asal Malang, Jawa Timur, Coldiac. Untuk lagu No Make Up, grup beranggotakan empat orang ini mendapat sentuhan dari musikus R&B asal Malaysia, NYK. Kerja sama mereka berawal dari unggahan NYK di Instagram saat mendengarkan lagu Wreck This Journal. “Akhirnya kami kenalan. Kebetulan ada satu lagu Coldiac yang butuh banget warna vokalnya,” kata vokalis Coldiac, Sambadha Wahyadyatmika, saat dihubungi, Selasa, 7 April lalu.
Sambadha menjelaskan, untuk album ini, Coldiac tak hanya menajamkan ciri khasnya, tapi juga membubuhkan unsur baru, seperti hip hop, R&B, city pop, juga funk. Nuansa reggae pun bisa kita temukan di nomor Heart’s Desire, yang menyempilkan suara trompet di dalamnya. Coldiac sempat khawatir hasilnya bakal “nano-nano”. Namun, nyatanya, eksplorasi mereka malah berbuah tujuh trek segar. Sedangkan untuk departemen lirik, mereka mencuil kisah-kisah di sekitar saja. “Agar lebih personal,” ujarnya. Untuk album No Make Up, Coldiac menggandeng musikus Petra Sihombing dan Heston Prasetyo sebagai produser serta Mohammad Kamga selaku pengarah vokal.
3. WORO & The Night Owls – Don’t Let This World Make Us Bitter (Demajors, 2020)
Woro & The Night Owls/Facebook
Solois WORO & The Night Owls merombak nuansa musiknya untuk albumnya yang baru dirilis, Don’t Let This World Make Us Bitter. Berisi 12 nomor, album ini lebih bertenaga dibanding Innervision, yang keluar pada 2017. Sementara aransemen dalam album lamanya cenderung sederhana dengan tone kelam, kini WORO keluar dari zona nyaman dengan memasukkan unsur perkusi dan alat musik tiup yang meletupkan nuansa groovy. Solois ini juga memasukkan elemen elektronik dengan pilihan synthesizer dan keyboard untuk menghasilkan bebunyian yang mengawang-awang. “Tapi tentunya genre downtempo, soul, dan chill dengan sentuhan trip-hop tak hilang dari WORO,” ucapnya, Rabu, 8 April lalu.
Kebanyakan lagu dalam album ini ditulis WORO sejak tiga tahun lalu. Lewat lirik, WORO berbicara tentang kondisi sosial, minoritas, ketidakadilan, juga pentingnya menjadi diri sendiri. Seperti dalam lagu For Once, yang menyoal mudahnya orang menghakimi berdasarkan rumor dan asumsi. Ia mengaku sering gemas melihat kesemrawutan di sekitarnya sehingga memilih menyuarakan soal itu ketimbang menulis lirik cinta yang menye-menye. “Inginnya lagu-lagu yang saya tulis menjadi mantra untuk diri sendiri ataupun orang lain,” ujarnya.
4. Sal Priadi – Berhati (Orang Pertunjukan, 2020)
Sal Priadi/Instagram
Diksi puitis dan romantis menjadikan album Berhati terdengar liris. Pemilik album yang dirilis pada Februari lalu itu adalah Sal Priadi, penyanyi yang dulu kerap mengunggah nyanyiannya via Soundcloud. Album Sal ini berisi 11 lagu. Salah satunya Amin Paling Serius, yang dia nyanyikan bareng Nadin Amizah. Lagu-lagu Sal yang manis banyak dipuja muda-mudi sebagai himne atas kegalauan mereka. Tengok saja Ikat Aku di Tulang Belikatmu, Nyala, Melebur Semesta, juga Kultusan—lagu yang membuatnya makin dikenal di ranah musik. Sal Priadi, lewat album ini, meneguhkan kesetiaannya pada tema cinta yang menyayat. Ia belum beranjak dari kepiluan.
CATATAN:
Selain rilisan fisik dalam format cakram padat (CD), keempat album rekomendasi di atas bisa dinikmati lewat Spotify dan Deezer untuk versi digitalnya.
ISMA SAVITRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo