Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kunjungan Lee Kuan Yew

27 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kediaman mantan Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, pada Rabu pekan lalu kedatangan tamu istimewa. Ia seorang sahabat lama yang pernah berkuasa di negeri tetangga, Singapura. Lee Kuan Yew, sang tamu, hadir bersama istrinya, Ny. Kwa Geok Choo.

Mengenakan baju bahan satin dengan motif batik, Menteri Senior Singapura dan istri tiba di Cendana sekitar pukul 12.00 WIB. Mereka disambut oleh Siti Hardijanti Rukmana dan Siti Hedijati yang mengenakan kebaya. Kedua putri Soeharto ini mempersilakan Lee masuk ke dalam rumah.

Puluhan wartawan yang berada di pintu gerbang tak diperkenankan masuk. Tak ada informasi yang bisa didapat mengenai isi pembicaraan dua tokoh dalam pertemuan mereka selama 30 menit. "Saya ha-nya mengunjungi teman lama. Ingin tahu keadaannya," kata Lee. Setengah jam kemudian, pertemuan itu berakhir. Lee bergandengan tangan dengan Soeharto keluar dari rumah itu.

Selain itu, Lee juga bertemu dengan Pre-siden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. Ini adalah kunjungan pertama Lee di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Terakhir Lee datang pada 2001. n

Tim RUU Aceh Temui Megawati

Tim Advokasi untuk Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh menemu-i Ketua Umum Partai Demo-krasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekar-no-putri. K-amis pekan lalu, bertempat di kantor Dewan Pim-pinan Pusat PDIP, tim yang dipimpin penjabat Gubernur Aceh, Mus-tafa Abubakar, berdialog dengan bekas Presiden RI itu. Inti pembicaraannya, tak lain, mem-bahas masalah RUU Peme-rintah Aceh.

Pertemuan ini memang pen-ting, sebab PDIP melalui wakilnya di parlemen dianggap paling tajam mengkritik RUU yang digodok setelah pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka meneken nota kesepahaman di Helsinki, 8 Oktober 2005. "Mestinya, rancangan undang-undang itu jangan disusun sebelum pe-merintah menjelaskan no-ta kesepahaman itu kepada seluruh rakyat, bukan cuma untuk rakyat Aceh semata," kata Megawati.

Poin lain yang dipersoal-kan adalah calon gubernur independen dan partai l-okal. Dua masalah ini terkait langsung dengan Ge-rakan Aceh Merdeka, yang akan meng-ajukan kadernya sebagai ca-lon gubernur, dan GAM yang akan berganti wujud dari gerakan separatis menjadi par-tai politik.

Menurut Mustafa, rancang-an itu mencoba menampung berbagai aspirasi di Aceh. Apalagi, dia menilai perjanjian Helsinki yang telah menghasilkan RUU ters-ebut sudah bisa menghentikan pe-rgolakan bersenjata yang terjadi di Aceh sejak 1974 itu. Itulah sebabnya, Mustafa berkata, "Kami berharap Ibu mendukung pembahasan RUU Pe-me-rintahan Aceh agar lancar dalam pembahasan dan selesai tepat waktu."

Megawati tak menyata-kan mendukung- atau menolak permin-taan Mustafa. Ha-nya saja dengan tegas- dia me-ngatakan, "Jika RUU itu menyimpang dari kon-stitusi, maka fraksi-nya akan menolak. Kendati demikian, me-n-urut Me-ga, RUU itu tetap bisa dibahas dalam Pansus di DPR. Dia juga mengatakan, PDIP tak antipati terhadap masalah Aceh. "Tapi PDIP menjunjung konstitusi."

Memburu Anggota FPI yang Anarkis

AKSI protes yang diwarnai kekerasan terhadap kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Minggu dua pekan lalu, masih berkelanjutan. Polisi mulai memburu tiga anggota Front Pembela Islam yang terlibat perusakan kantor tersebut. "Bagaimana keterlibatan mereka baru akan diketahui setelah ditangkap," kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana.

Perburuan tiga tersangka ini dilakukan setelah polisi memperoleh kesaksian dari Matsuni, seorang pelaku de-monstrasi yang sudah di-tahan, serta dua orang lainnya dengan inisial AH dan M. Keduanya kini berstatus tersangka, meski tidak ditahan. Sebanyak 17 pelaku demonstrasi dan 11 polisi ditetapkan sebagai saksi dalam kasus ini. Rencananya, polisi akan segera memeriksa Ke-tua Front Pembela Islam, Habieb Rizieq.

Perburuan dan penangkap-an anggota Front Pem-bela I-slam yang bertindak anar-kis dilakukan aparat keamanan setelah terjadi pe-rusakan dan kekerasan ketika mere-ka melakukan un-juk rasa di d-epan kantor Ke-dut-aan Amerika Serikat, Ja-lan Merdeka Barat, Ja-karta P-usat, Minggu 19 Februa-ri lalu.

Mereka memprotes visua-lisasi Nabi Muhammad, Mu-sa, dan Konfusius-beserta seratus tokoh dunia yang dianggap memberi pengaruh besar bagi sejarah peradaban manusia-yang tercitrakan da-lam sebuah relief di din-ding ruang dalam gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat sejak tahun 1930. Pelaku demonstrasi melakukan perusakan kaca pos penjagaan, pagar, serta melempari kantor kedutaan dari luar pagar.

Aksi protes FPI yang diwarnai perusakan ini, menurut Departemen Luar Nege-ri, tak banyak mengganggu hubungan diplomatik ke-dua negara. Pihak Kedutaan Ame-rika juga tidak berencana menutup kantornya.

Penguasa Pulau Bidadari

Entah mengapa, ba-nyak urusan teritori tampak am-bu-radul. Karena itu, ada pu-lau yang kemudian menjadi bagian negara lain, ada pula daerah yang pasirnya di-keruk untuk menimbun nega-ra yang kesulitan lahan. Dan kini, ada pula warga negara Inggris, Lewan Dosky, menjadi penguasa Pulau Bidadari yang terletak di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.Sebagai penguasa pulau, Dosky sempat mengusir nelayan lokal yang dianggap mengganggu. Dia dikabarkan hanya mau menerima orang asing. Bahkan Dosky pernah melarang aparat Tentara Nasional Indonesia yang hendak menancapkan bendera Merah-Putih di pulau seluas tiga kali lapangan bola kaki itu. "Dia mengaku telah membeli pulau itu Rp 495 juta," kata Kolonel Infanteri Noch Bola, Komandan Danrem 161 Wirasakti Kupang, kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Padahal, Undang-Undang- Agraria Indonesia belum mengizinkan warga asing menguasai sebuah pulau dan menjadikannya hak milik. Anehnya, menurut Noch Bola, orang Inggris itu sudah berdiam lama dan menguasai- pulau itu. Namun, dia tak tahu sejak kapan. Dosky bukan pula pendatang haram di Kupang. "Dia memiliki izin usaha dan tidak melanggar imigrasi," katanya.

Kini, tentara mengawasi pulau itu dengan ketat. Perihal bendera Merah-Putih itu, Noch Bola memastikan anak buahnya sudah menancapnya di pulau yang terkenal de-ngan wisata bahari itu. "Sebagai pertanda bahwa pulau itu bagian teritorial Republik Indonesia," katanya.

Insiden Turiskain

Tersangka penembak tiga warga Indonesia di perbatas-an Timor Leste telah ditentukan. Menurut data Tim In-vestigasi Bersama yang di-bentuk pemerintah Indonesia dan Timor Leste pada 20 Februari lalu, si penembak itu berinisial M. "Seorang petugas patroli perbatasan Timor Leste," kata juru bicara Departemen Luar Ne-geri, Yuri Oktavian Thamrin, Jumat pekan lalu.

Insiden penembakan ini sen-diri terjadi pada 6 Jan-ua-ri lalu. Waktu itu, menurut- warga setempat, korban Candido Mariano, Estanislau Maubere, dan Jose Mausorte pergi memancing ikan di perbatasan Turiskain, Sungai- Malibaca, yang memang tak jauh dari kampung mereka di Desa Tohe, Raihat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Bersama tiga korban ini ada dua pemuda lain, -yaitu Edi Gios dan Lias Tavares.

Saat mereka memancing- i-tulah muncul sejumlah petugas penjaga perbatasan Timor Leste. Menurut kete-rangan Egi dan Lias, yang mendatangi mereka semula dua polisi, kemudian datang tiga lagi, yang langsung menem-bak tiga korban. Dua saksi ini melarikan diri. Setelah penembakan ini, protes bermunculan di Belu, di antara-nya masyarakat membakar bendera Timor Leste.

Itulah sebabnya, pemerintah kedua negeri berupaya meredam ketegangan dengan membentuk tim investigasi. Akhirnya, satu tersangka ditetapkan. Tim investigasi bersama itu juga sepakat menyelesaikan insiden penembakan lewat jalur hukum.

Abunawas dari Konawe

Meski sejak Selasa pekan lalu jabatannya sebagai bupati telah dicopot sementara, Lukman Abunawas masih me-nempati rumah dinasnya di kota Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Abunawas tetap merasa masih bupati. "Semua wewenang dan fasilitas kepala daerah masih melekat pada saya," kata Abunawas.

Abunawas dicopot sementara lantaran statusnya sebagai terdakwa perkara korupsi. Menurut dakwaan jak-sa, Abunawas telah mengkorupsi uang pesangon anggota DPRD Konowe periode 1999-2004 senilai Rp 2 mi-liar-. Jaksa juga menuduh dia menggelapkan uang Ujian Akhir Sekolah 2001 sebesar Rp 200 juta saat menjabat Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Konawe.

Kasus ini bergulir di Peng-adilan Negeri Kendari sejak 2005. Jaksa menuntutnya tiga tahun penjara. Hakim memvonisnya bebas pada Juni 2005. Jaksa kasasi ke Mahkamah Agung. Nah, saat proses- kasasi inilah muncul perta-nyaan dari wakil rakyat di Senayan soal status Abunawas yang masih memimpin kendati dalam status ter-dakwa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyo dua kali menyurati Menteri Dalam Negeri Moh. Ma'ruf agar mencopot Abunawas. Masing-masing pada 19 Oktober dan 30 Desember 2005. Mendagri mengeluarkan surat pencopotan sementara Abunawas pada Desember 2005.

Gubernur Ali Mazi baru menjalankannya Selasa pe-kan lalu. Wakil Bupati Ko-nawe, Tony Herbiansyah, d-itunjuk sebagai penggan-ti sementara. Hari itu juga, To-ny memerintahkan Ben-dahara Umum Daerah Ko-nawe, B-aksar Lau, menutup buku pe-ngeluaran keuangan dae-rah-, meski tahun anggar-an 2006 belum berakhir.

Tony juga meminta Badan Pe-meriksa Keuangan dan Pem-bangunan Sulaw-esi Tenggara mengaudit pro-ses penggunaan uang. "Ini anti-sipasi agar saya tak terjebak de-ngan tuduhan menyelewengkan kas daerah," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus