Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lee Memerangi Kemacetan

Lee kuan yew, pm singapura, mengeluarkan berbagai peraturan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di kota singapura. akibatnya, banyak pemilik mobil pribadi menjual mobilnya dengan harga murah. (kt)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TADINYA kemacetan lalu-lintas di kota Singapura selalu menghantui para pengendara. Di negara dan sekaligus kota dengan penduduk sekitar 2 1/2 juta itu terdapat 180.000 buah mobil pribadi -- di luar bus, truk, sepeda motor dan kenderaan-kenderaan lainnya. Jumlah ini dengan cepat bertambah setiap tahun, sehingga jalan yang lebar-lebar dan bersih itupun selalu penuh sesak. Memang telah dicoba membuat jalan-jalan baru maupun melebarkan yang telah ada, namun ini tak mengatasi kemacetan-kemacetan. Tapi kekusutmasaian lalu-lintas serupa itu hampir tak terdapat lagi di Singapura lebih setahun belakangan ini. Pemerintahan Lee Kuan Yew menyatakan perang terhadap kemacetan. Pada mulanya diminta bantuan ahli-ahli dari Unctad dan Bank Dunia untuk melakukan penelitian setahun lamanya. Kurang dari setahun berikutnya dibuatlah tempat-tempat parkir luas di pinggiran kota berikut peralatannya, di samping pembuatan dan pelebaran jalan masih terus dilakukan. Akhirnya keluar pengumuman pemerintah yang tentu tak populer bagi para pemilik mobil pribadi. Yaitu antra lain, pajak jalan, bea balik nama, uang pendaftaran mobil baru dan uang parkir dinaikkan berlipat ganda. Selain itu pusat-pusat bisnis dinyatakan sebagai restricted zone yaitu daerah yang terbatas untuk mobil -- termasuk taksi umum -- pada jam 07 sampai 10.15. Bila hendak masuk wilayah ini pengendara-pengendara harus membayar S$ 4 untuk mobil pribadi dan S$ 8 untuk kendaraan perusahaan. Ketentuan ini dikecualikan bagi mobil preman yang berpenumpang tak kurang dari 4 orang (termasuk supir). Bagi para warga yang hendak memasuki daerah bisnis tapi keberatan membayar cukai masuk restricted zone dipersilakan menunggu sampai jam larangan lewat. Atau menaruh mobilnya di tempat parkir di pinggiran kota itu lalu melanjutkan perjalanannya dengan bus. Adapun kendaraan umum ini disamping bertarif murah (antara 20 hingga 50 sen dolar Singapura) jumlahnya terus ditambah. Sekarang tiap 2 atau 3 bulan jumlahnya ditambah rata-rata 50 buah bus baru sehingga dari kebutuhan yang direncanakan semua akan berjumlah 3.000 buah sekarang sudah mencapai 2.000 buah. Sementara itu pemerintah juga menganjurkan dilakukan sistim pooling penumpang. Artinya, orang yang biasa mengendarai mobilnya sendirian boleh mencari kawan seperjalanan 3 atau 4 orang hingga tak perlu bayar bea masuk restricted zone. Di antara mereka dapat bergiliran memakai mobil masing-masing. Dan sekarang setelah sistim ini cukup lama berjalan, kelompok-kelompok itu sudah mempunyai teman seiring secara tetap. Bagi yang tak punya mobil biasanya membantu ongkos bensin sekedarnya. Kepada instansi-instansi pemerintah maupun swasta pemerintah Singapura juga menganjurkan agar mengadakan pembedaan jam masuk dan pulang kerja. Pada mulanya protes datang dari para pemilik mobil. Tapi apa boleh buat peraturan jalan terus. Bagi pemilik mobil kini tak ada jalan lain kecuali menjual mobilnya karena tak tahan menanggung segala bea yang serba tinggi. Susahnya pula tak begitu saja sang mobil dapat dilego, karena toh penduduk Singapura sama-sama tahu risiko memiliki mobil. Harga mobil terbanting, terutama yang telah berumur 7 tahun ke atas. Sebab makin tua umurnya, pajaknya juga semakin mahal, bukan sebaliknya. Akibatnya tak sedikit kenderaan yang masih berjalan mulus dijual sebagai barang rongsokan seharga S$ 50 -- inipun harus diantarkan penjualnya ke pabrik baja di Jurong, pusat industri itu. Tak heran kalau banyak juga yang menawarkan mobilnya secara cuma-cuma. Semenjak itu memang lalu-lintas terasa lebih longgar, walaupun tak berarti kemacetan hilang samasekali. Yang pasti karena beban pajak begitu tinggi, jumlah mobil pribadi sangat jauh merosot. Pasaran mobil juga belakangan ini telah merosot hingga 70% dibanding sebelum ada perang anti kemacetan. Kalau dulu setiap bulan sekitar 600 mobil baru terjual, akhir-akhir ini hanya sekitar 200 buah saja. Tentu pukulan dirasakan langsung oleh para pemilik perakitan maupun dealer mobil, bahkan hampir seperduanya tutup usaha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus