Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dari Rokok Kretek

Hasil pungutan cukai dari perusahaan-perusahaan rokok di kudus, banyak dipakai untuk pembangunan kota setempat & masuk kas pemerintah pusat. bupati kudus diharuskan menyetor netto hasil daerah ke pusat. (dh)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK percuma 78 perusahaan rokok kretek mendekam di Kudus. Selain mengukuhkan sebutan kota tua itu sebagai kota kretek, sudah tentu juga menyipratkan manfaat buat pembangunan di sana dalam bentuk proyek-proyek. Yang dalam bentuk uang hasil pungutan cukai, masuk kas Pemerintah Pusat. "Partisipasi mereka amat bermanfaat", tutur Bupati Marwotosuko. Apa saja? Lumayan repot sang Bupati berpangkat Kolonel itu menyebutkannya. Beberapa bangunan, antara lain gedung perpustakaan yang terletak tak jauh dari komplex Menara Kudus. Lalu Klinik Penyuluhan Gizi di Kecamatan Jekulo, kesemuanya menelan Rp 16 juta. Empat perusahaan rokok, yakni Jarum, Noroyono, Sukun dan Jambu bol, perlu disebut berjasa. Dan sebuah gelanggang Remaja di bekas kuburan Cina seluas 5 Ha di dukuh Conge, Kecamatan Bae dan menean ongkos Rp 12,5 juta berdiri berkat uang rogohan dari kocek perusahaan-perusahaan tadi. Sementara Sukun dan Jarum yang terbilang besar, menyisihkan keuntungannya buat memperbaiki jalan besar yang setiap hari dilewati kendaraan-kendaraannya. Tak berarti Bupati Marwotosuko keenakkan menggerogoti terus pundi-pundi perusahaan-perusahaan itu. Sebab wilayah kekuasaannya yang 412 Km2 dan berpenduduk 463 ribu, mustahil dibangun cuma dengan menunggu uluran tangan mereka. Apalagi untuk tahun anggaran 76/77, Bupati merancangkan hampir Rp 4'5 juta. Hampir separoh dari jumlah ini buat belanja pembangunan. Harus Setor Yang agak menyesakkan dada sang Bupati ialah keharusan menyetor 10% netto hasil Ipeda ke Pemda Propinsi dan 10% ke BPD Jawa Tengah. Meski yang terakhir ini dihitung sebagai saham. Juga keharusan setor buat kas Pemda Jateng, 20% hasil netto pajak radio. Kesemuanya di tahun-tahun lalu tak dilakukan. Tapi Bupati Kudus masih menyisihkan Rp 10 juta untuk peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan yang erat hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan merehabilitasi pengairan dasar berupa dam-dam dan pintu pernbuangan air di kecamatan dan desa. Juga menata kota. Dengan membangun selokan-selokan di Jalan KHR Asnawi dan HOS Cokroaminoto, masing-masing menelan biaya Rp 4 juta dan Rp 2 juta. Namun buat pembangunan pasar yang memang mendesak, Bupati belum mampu bicara, sebab kemampuan anggaran daerah belum memungkinkan. Tapi untuk para pegawai, ia memaksakan diri membangun perumahan, dengan mencari kredit dari fihak ke-3 yang bisa diangsur 5 tahun. Hingga untuk tahun 76/77 ini ia harus menyisihkan Rp 2 juta untuk angsuran pertama pembuatan 20 unit perumahan itu di desa Tumpangkrasak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus