TAK percuma 78 perusahaan rokok kretek mendekam di Kudus. Selain
mengukuhkan sebutan kota tua itu sebagai kota kretek, sudah
tentu juga menyipratkan manfaat buat pembangunan di sana dalam
bentuk proyek-proyek. Yang dalam bentuk uang hasil pungutan
cukai, masuk kas Pemerintah Pusat. "Partisipasi mereka amat
bermanfaat", tutur Bupati Marwotosuko. Apa saja? Lumayan repot
sang Bupati berpangkat Kolonel itu menyebutkannya. Beberapa
bangunan, antara lain gedung perpustakaan yang terletak tak jauh
dari komplex Menara Kudus. Lalu Klinik Penyuluhan Gizi di
Kecamatan Jekulo, kesemuanya menelan Rp 16 juta. Empat
perusahaan rokok, yakni Jarum, Noroyono, Sukun dan Jambu bol,
perlu disebut berjasa. Dan sebuah gelanggang Remaja di bekas
kuburan Cina seluas 5 Ha di dukuh Conge, Kecamatan Bae dan
menean ongkos Rp 12,5 juta berdiri berkat uang rogohan dari
kocek perusahaan-perusahaan tadi. Sementara Sukun dan Jarum yang
terbilang besar, menyisihkan keuntungannya buat memperbaiki
jalan besar yang setiap hari dilewati kendaraan-kendaraannya.
Tak berarti Bupati Marwotosuko keenakkan menggerogoti terus
pundi-pundi perusahaan-perusahaan itu. Sebab wilayah
kekuasaannya yang 412 Km2 dan berpenduduk 463 ribu, mustahil
dibangun cuma dengan menunggu uluran tangan mereka. Apalagi
untuk tahun anggaran 76/77, Bupati merancangkan hampir Rp 4'5
juta. Hampir separoh dari jumlah ini buat belanja pembangunan.
Harus Setor
Yang agak menyesakkan dada sang Bupati ialah keharusan menyetor
10% netto hasil Ipeda ke Pemda Propinsi dan 10% ke BPD Jawa
Tengah. Meski yang terakhir ini dihitung sebagai saham. Juga
keharusan setor buat kas Pemda Jateng, 20% hasil netto pajak
radio. Kesemuanya di tahun-tahun lalu tak dilakukan. Tapi Bupati
Kudus masih menyisihkan Rp 10 juta untuk peningkatan produksi
pertanian, khususnya pangan yang erat hubungannya dengan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan merehabilitasi
pengairan dasar berupa dam-dam dan pintu pernbuangan air di
kecamatan dan desa.
Juga menata kota. Dengan membangun selokan-selokan di Jalan KHR
Asnawi dan HOS Cokroaminoto, masing-masing menelan biaya Rp 4
juta dan Rp 2 juta. Namun buat pembangunan pasar yang memang
mendesak, Bupati belum mampu bicara, sebab kemampuan anggaran
daerah belum memungkinkan. Tapi untuk para pegawai, ia
memaksakan diri membangun perumahan, dengan mencari kredit dari
fihak ke-3 yang bisa diangsur 5 tahun. Hingga untuk tahun 76/77
ini ia harus menyisihkan Rp 2 juta untuk angsuran pertama
pembuatan 20 unit perumahan itu di desa Tumpangkrasak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini