Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tak hanya inang-inang

Pihak bina graha menertibkan penggelapan barang & penumpang melalui km tampomas & km barau di pelabuhan tanjungpinang. usaha ini kurang berhasil sebab a.l petugas pelabuhan itu kurang tertib. (dh)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM bulan lalu, Bea Cukai Tanjung Pinang, kena jewer Bina Graha dengan mengirimkan Dirjen BC Tahir dan Direktur P-2-nya mendiang GO Kandow (TEMPO, 15 Mei 1976). Meski begitu ketidak-tertiban arus penumpang dan barang masuk ke Tanjung Priok dari sana lewat kapal Pelni, KM Tampomas, toh tetap berlangsung. Kecuali, tentu saja, pada saat-saat seperangkat pejabat Pusat tadi masih sibuk di sana. Atau beberapa hari sesudahnya. Padahal kabarnya, tindakan tersebut tak ubah bak "menembak lalat dengan meriam". Hingga, tak aneh, bila fihak BC Tanjung Priok, masih kerap memergoki barang-barang ex luar negeri nongol via Tampomas dengan gaya lamanya: diselundupkan. Tentu saja membikin gemas fihak BC Tanjung Pinang. Ini memaksa Sumedi, Kepala Seksi P-2 Kantor Inspeksi BC setempat terjun ke lapangan. "Kalau tidak begini, sulit", gerutunya. Berarti para bawahannya sukar dipercayakah? Atau memang situasi sudah begitu kacau, hingga mereka kewalahan? Kurang pasti. Yang jelas, sejak Sumedi baru-baru ini terjun memandori kerja para petugas BC di sana, berhasil disita cukup banyak barang ex-luar negeri. Misalnya celana Levi's yang dicoba dibawa ke luar pagar pabean lewat kapal-kapal pengangkut ke Tampomas. Diakui Sumedi, "dalam 2-3 minggu saja mencapai puluhan juta rupiah". Rp 5000-an Inang-inangkah yang punya ulah? Belum pasti. Sebab menurut sumber TEMPO di sana, kalau melihat sarana yang dipergunakan buat 'menembakkan' barang-barang itu ke luar batas pabean, tampaknya ada fihak lain yang ikut main. Misalnya, kapal motor R 8 No.3013 yang minggu III September lalu dijejali iehih dari 20 karung (100 colli lebih) barang-barang gelap, jelas merupakan salah satu kapal yang dipakai Pelni dan team penertiban selama ini buat alat pengangkutan barang-barang penumpang. Dan yang lebih membelalakkan mata ialah KM Barau. Kapal perambuan milik Kesyahhandaran Tanjung Pinang dan salah satu ridership itu, di semua lemari awak kapalnya dipergoki Sumedi penuh barang-barang gelap. "Ini kan namanya keterlaluan", begitu Sumedi bersungut-sungut . Buat tugas ridership KM Barau itu misalnya, per trip Pelni mesti mengorek dompetnya Rp 15 hingga 30 ribu perminggu. Berarti selama 6 bulan terakhir ini, Rp 700 ribu lebih dilahap awak Barau sebagai premi extra. Jadi tak kurang Rp 8000 uang extra bisa masuk kocek seorang awak Barau (seluruhnya berjumlah 25 orang). Namun tampaknya bayaran Rp 5000, -- untuk setiap lusin barang yang bisa naik ke Tampomas bergelap-gelap, memang cukup menggoda. Kejengkelan Sumedi menjadi-jadi bila ia ingat biaya extra lainnya yang harus dikeluarkan selama operasi penertiban 6 bulan itu. Sumber TEMPO di sana menyebut tak kurang Rp 10 juta yang ludes selama itu. Yaitu untuk menempatkan 2 kapal patroli BC di dekat Tampomas setiap Rabu dan Sabtu. Lalu, tak kurang dari Rp 400 ribu dikeluarkan buat setripnya. Namun tampaknya, kapal patroli tersebut cuma dipandang sebagai singa ompong. Belum lagi biaya untuk speed boat dan lain kapal angkutan yang semuanya serba carter itu. Bagaimana usaha penertiban yang digerakkan Bina Graha itu bisa kandas, tampaknya tak sulit diusut. Sebab menurut pengamatan Rida K Liamsi, pembantu TEMPO di sana, peluang memang banyak terbuka. Misalnya, di saat-saat Tampomas akan mudik ke Jakarta suasana di bandar Tanjung Pinang selalu semrawut. Bukan karena kekurangan petugas, tapi sebaliknya. Hingga tak jelas apa saja kerja mereka. Sedang yang mestinya dikerjakan, tak ada yang menggubrisnya. Petugas-petugas yang tak punya urusan, sukar dibedakan. Sebab pita pengenal yang tatkala Dirjen Tahir bertandang ke sana tersemat di tiap petugas kini tak ada lagi. "Sudah masuk ke keranjang sampah", bisik orang sana. Sementara penindakan terhadap mereka yang kepergok terlibat kerepotan main barang-barang gelap itu, terasa kurang. Meskipun begitu menurut Sumedi,"kami sudah memberi tahukan fihak kesyahbandaran". Dan A. Madjid P, sang Syahbandar, mengaku sudah menindak karyawannya di KM Barau. Tapi jumlahnya tak lebih dari 3 orang. Barangkali palu Bina Graha perlu menggedornya lagi. Atau Sumedi, harus betah terus memandori bawahannya secara langsung?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus