MESKIPUN kegiatan jual beli tanah dan rumah sudah lama
berlangsung dan dikenal di Indonesia, tak begitu dengan kegiatan
yang disebut real estate. Usaha ini sebenarnya lebih luas dari
sekedar usaha jual beli rumah maupun tanah. Namun di saat mulai
merosotnya perdagangan rumah mewah dan setengah mewah -- yang di
sini biasa dikenal sebagai salah satu kegiatan real estate --
kaum pengusaha real estate (REI) bekerjasama dengan Departemen
PDK PUTL dan UI serta ITB masih sempat memikirkan perlunya
pendidikan real estate di Indonesia. Untuk itu, dengan mengambil
tempat di ruang Pulau Seribu, Hotel Horizon pertengahan Oktober
yang lalu berseminarlah para kalangan yang dianggap bisa
menyumbangkan fikirannya -- untuk pendidikan itu. FTUI
bertindak sebagai penyelenggara.
Memang, membandingkan Indonesia dengan Singapura misalnya, dalam
kegiatan real estate terasa kurang senonoh. Tapi memulai sesuatu
dengan perbandingan tak kurang artinya bagi pengenalan "apa itu
real estate dan berapa luas jaringan kegiatannya". Maka itu
dalam seminar ini tak urung dari 5 orang pemasaran, 3 di
antaranya didatangkan dari luar negeri. Yaitu Prof. Eric Lim
dari University of Singapore, Daniel Teo Tong How, dari
Singapore Land & Housing Developers Association dan Alexis
Nolde, sekretaris jenderal International Real Estate Federation
(FIABCI). Dua pembicara dari Indonesia masing-masing Eric Samola
SH, Ketua REI dan Padmo Wahyono SH dari FH-UI. Sebagai pembahas
bertindak antara lain ir. Ciputra, Dr. Djunaidi Hadisumarto
(FE-UI), Sarjono dari PUTL. Dan seminar yang dimaksudkan untuk
menjajagi kemungkinan diselenggarakannya suatu pendidikan
tentang "kereal-estatetan" itupun pada akhirnya tak banyak
bicara tentang rencana pendidikan itu sendiri. Tapi lebih banyak
mengutarakan masalah-masalah yang dihadapi usaha real estate di
Indonesia.
Perundang-undangan
Sebagai usaha yang masih baru dan lebih banyak mencontoh
negara-negara maju, kegiatan ini tentu saja masih banyak
terbentur dengan perundang-undangan mengenai tanah dan bangunan
di Indonesia. Katakanlah seperti yang disimpulkan seminar,
"sistim perundangundangan di Indonesia tidak seluruhnya membantu
perkembangan kegiatan real estate antara lain hak guna tanah
yang jangka waktunya amat terbatas". Tak sekedar itu, masih
seperti yang disimpulkan seminar, "prosedure pembelian tanah
yang terlalu panjang dan perbedaan antara pengusaha Pemerintah
dan swasta, dan mengenai penjualan tanah matang yang tak
dibolehkan tanpa dibangun lebih dahulu", merupakan hal-hal yang
oleh seminar dianggap kurang membantu lancarnya usaha di bidang
ini. Sebab itu pula, seminar menyarankan agar terlaksana
pendidikan real estate antara lain dengan mengusahakan
kemungkinan penyusunan bahan-bahan bidang hukum.
Tapi sebenarnya bukan cuma masalah perundang-undangan yang
memungkinkan kurang lancarnya usaha ini. Bagi Indonesia yang
menganut faham bahwa tanah memiliki fungsi sosial, kegiatan real
estate seperti yang ada di negara-negara maju atau setengah
maju, seperti Singapura, taklah mudah untuk ditrapkan begitu
saja. Sebab itu pula seperti dikemukakan Sarjono dari PUTL,
"kita harus membedakan antara housing need dan housing demand".
Di Indonesia yang terbesar adalah kebutuhan rumah (housing
need) tapi tak berarti permintaan akan rumah (housing demand)
juga besar, tambahnya' Dan secara tegas dia menunjukkan bahwa
permintaan akan rumah itu banyak kaitannya dengan tingkat
kemampuan rakyat. Dengan kata lain -- kalau mau berbicara
tentang penyediaan perumahan rakyat -- peranan Pemerintah sangat
menentukan dalam hal ini. Sebagai perbandingan di Singapura bagi
pembangunan rumah-rumah rakyat Pemerintah menyediakan kredit
dengan bunga yang rendah dan jangka pembayaran kembali sekitar
30 sampai 60 tahun. Maka itu pula semacam rumus umum pun
ditawarkan oleh Sarjono, "bahwa untuk mengusahakan penyediaan
rumah rakyat perlu ada bank yang memberi kredit pada pembangun
developer), kontraktor dan rakyat yang akan memiliki rumah
tersebut". Namun harga tanah yang cukup mahal -- terutama di
Jakarta -- menurutnya cukup menyulitkan dalam mengusahakan
pembangunan rumah rakyat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini