Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lentera Galak Pram

30 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BINTANG Timur boleh dibilang media yang paling gencar mendukung Nasakom. Kata-kata yang digunakan jauh lebih berani dan agitatif, kalau tidak bisa disebut kurang ajar, dibandingkan dengan Harian Rakjat—media resmi Partai Komunis Indonesia.

Pada 1962, Lembaran Kebudayaan Bintang Timur, Lentera, lahir. Pramoedya Ananta Toer didapuk menjadi pengasuhnya. Isi Lentera sebagian besar tulisan budaya, ditambah sajak atau cerpen, dan kolom. Pram sendiri lebih banyak menulis tentang budaya dan sastra. Tapi kadang ia juga menulis kritik pedas terhadap sastrawan yang dipandangnya tidak memihak revolusi.

Lima tahun pertama, Lentera menjadi corong bagi tiga kegemparan dalam dunia sastra. Pertama dalam soal Hamka. Novel Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dituding merupakan jiplakan dari novel bahasa Arab, Magdalena, karya Mustafa Lutfi al-Manfaluthi, yang ternyata terjemahan dari Sous les Tilleuls karangan Jean-Baptiste Alphonse Karr. Tuduhan ini pertama kali dilancarkan Abdullah S.P. melalui tulisannya, "Aku Mendakwa Hamka Plagiat".

Yang kedua adalah peristiwa penolakan hadiah majalah Sastra tahun 1962 oleh Virga Bellan, Motinggo Boesje, dan Poppy Hutagalung. Berita penolakan ditulis besar-besaran di Lentera. Dikatakan, "Hadiah Sastra-Jassin 1962 telah nodai dunia Sastra Indonesia."

Virga menyatakan menolak penghargaan karena sikap redaksi Sastra yang "kontrarevolusioner" lantaran menerbitkan naskah drama Domba-domba Revolusi karangan B. Soelarto.

Lalu, untuk lebih "memojokkan" H.B. Jassin, Lekra menurunkan tulisan bersambung "Bagaimana Kisah Dikibarkannya Humanisme Universal, Menyingkap Satu Babak Gelap dalam Sejarah Sastra Indonesia" pada Mei 1963. Dalam tulisan tersebut, pembelaan Jassin terhadap humanisme universal dituding sebagai sebuah sikap pongah.

Benturan makin keras setelah Jassin dan beberapa seniman mendeklarasikan Manifes Kebudayaan pada 17 Agustus 1963. Konferensi Karyawan Pengarang se-Indonesia (KKPI) pada awal 1964, yang diprakarsai Bokor Hutasuhut, salah satu seniman penanda tangan Manifes Kebudayaan, jadi bulan-bulanan Lentera dan Bintang Timur. Misalnya, nama konferensi disingkat menjadi KK-PSI untuk mengesankan pertemuan itu diselenggarakan oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Bintang Timur menuding pendukung "Manikebu" simpatisan Masyumi dan PSI, yang ketika itu merupakan partai terlarang.

Pada 15 Maret 1963, Lentera memuat pidato Pram dalam penutupan sidang pleno Pengurus Pusat Lekra di Palembang, 28 Februari, yang mencerca konferensi itu. Pram menggolongkan "manikebu" dengan tikus dan "tengku" (Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rahman) sebagai target untuk diganyang.

Setelah Manifes Kebudayaan dinyatakan terlarang, redaksi Lentera bersorak dan menurunkan tulisan "Matinya Nenek Manikebu dan Warisannya" pada 17 Mei 1964. Di sana ditulis, pelarangan "Manikebu" memungkinkan perguruan tinggi menjadi lembaga ilmiah pendidikan kader revolusi. "Sengaja kita garis bawahi kata ilmiah, karena setiap sarjana Manikebu sebenarnya bukan sarjana, bukan ilmiawan, karena Manikebuan itu sama sekali tidak ilmiah dan tidak pernah ilmiah."

Sehari sebelumnya, Bintang Timur menurunkan tulisan "Dasar Manikebu" tanpa nama penulis, bercerita tentang para pendukung Manifes Kebudayaan yang berusaha menyelamatkan diri. Salah satunya Bokor Hutasuhut, yang disebut sebagai "barongsai manikebu yang galak".

Begini bunyi penggalan berita itu: "Idiiih, dasar Manikebuis. Lagaknya saja dalam slagorde Manikebu mau lancarkan 'pengaman'. Mempertahankan otaknya sendiri saja sudah tersingsal-singal, kompal-kampil!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus